KUJATAMA - Natural Mineral Zeolite Industry Traffic Exchange with 1,460,000+ members Adsense Indonesia adf.ly - shorten links and earn money!

ZEOLIT, SI MURAH BERKHASIAT TINGGI UNTUK KEBUN SAWIT

Penelitian aplikasi zeolit dilakukan pada pembibitan kelapa sawit untuk mengetahui pengaruhnya terhadap medium tanam dan pertumbuhan serta serapan hara bibit kelapa sawit ....Readmore

MANFAAT ZEOLITE PADA TANAH, TANAMAN, TERNAK DAN TAMBAK

Dengan majunya penemuan teknologi, zeolite disebut dengan nama mineral serba guna, karena fungsinya yang sangat beraneka ragam, .... Readmore

NATURAL ZEOLITE FOR RADIATION PROTECTION

Toxic nuclear radiation is being spread all around our world due to many reactors malfunctioning or spilling their deadly load into the environment. Radiation can .... Readmore

MEMBUAT FILTER AIR SEDERHANA DENGAN ZEOLITE

Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Karena itu jika kebutuhan akan air tersebut belum tercukupi maka dapat memberikan dampak .... Readmore

HZP (Soil Conditioner)

Solusi memperbaiki lahan, meningkatkan produksi dan kualitas hasil pertanian. Terdaftar.....Readmore.

Showing posts with label Aplication. Show all posts
Showing posts with label Aplication. Show all posts

Friday 5 January 2018

8 Cara Budidaya Sawit Unggulan

Budidaya Kelapa Sawit Unggul bertujuan untuk mendapatkan buah sawit yang banyak dan berlimpah sebagai hasil panennya. Banyak petani yang masih belum merasakan panen kelapa sawit yang hasilnya melimpah. Namun tidak sedikit pula para petani yang telah marasakan bagaimana hasil usahanya bisa berbuah seperti harapan, yaitu dengan panen sawit yang banyak dan berlimpah. 

Siapa yang tidak mau jika perkebunan sawitnya memiliki hasil yang melimpah? Kali ini kita akan mencoba menjelaskan bagaimana cara Budidaya Kelapa Sawit Unggul supaya produksi buah sawit menjadi banyak, perkebunan sawit Anda melimpah. 

Berbagai macam cara pasti sudah anda tempuh supaya buah sawit mejadi banyak dan setiap panen dengan harapan berton-ton beratnya, namun terkadang harapan tidak sesuai dengan kenyataan yang Anda dikebun sawit Anda. 

Dari berdisikusi dengan teman anda yang sudah lama memiliki perkebunan sawit hingga browsing di internet namun hasil sawit anda masih juga kurang memuaskan, untuk untuk silahkan anda simak 8 poin penting dalam merawat sawit agar buah banyak dibawah ini. 

  • Suaikan dengan Lingkungan 

Pada setiap daerah tentunya memiliki struktur tanah dan tingkat kesuburan yang berbeda-beda hal inilah yang membuat para petani harus menyesuaikan perawatan perkebunan sawitnya sesuai dengan lahanya berada. 
Misalnya saja pada tanah gambut atau pada tanah merah, dengan tekstur tanah yang berongga seperti ini akan membutuhkan unsur hara mikro Cu dan Fe yang lebih besar apabila dibandingkan dengan tanah dilahan mineral atau tanah biasa. 
Pada tanah yang memproduksi air berwarnah merah seperti teh ini memerlukan sistem perairan yang baik, tidak boleh lahan yang sering tergenang air karena bisa berpengaruh dengan daya tahan akar. 
Jadi intinya adalah untuk petani yang menanam sawit di lahan gambut harus extra didalam perawatanya, tapi kelebihan di tanah bergambut adalah hasil panen akan lebih banyak apabila bibit dan perawatanya bagus. 

  • Gunakan Alat Berteknologi Tinggi (Jika perlu) 

Memang hal ini tidak dianjurkan jika anda seorang petani yang baru mencoba keberuntungan di dunia pertanian, saya tidak menyarankan hal ini tetepi apabila anda sedikit ingin berinvestasi di masa mendatang tidak ada salahnya anda mencoba alat-alat perkebungan yang lebih modern. 
Peralatan mekanis mampu memberikan hasil yang lebih maksimal. Jadi sebagai seorang investor, Anda sebaiknya mulai memperbaharui informasi mengenai peralatan pertanian yang modern ini dan membelinya jika memang benar-benar diperlukan untuk menunjang budidaya kelapa sawit agar lebih baik. 
  • Pengendalian Gulma secara Intensif 

Gulma merupakan tanaman pengganggu yang tumbuh di sekitar pohon kelapa sawit. Gulma yang paling berbahaya yaitu gulma kelas A seperti bambu, pisang, ilalang, senduduk, dan sebagainya. 
Rutin membersihkan Gulma yang mengganggu di area perkebinan anda, memang hal ini kadang paling sering di abikan oleh banyak petani karena mereka berpendapat selagi gulma ini tidak menghalangi jalan meraka maka tidak akan dibuang tentu ini merupakan kesalahan yang fatal, gulma tersebut bisa mengambil unsur-unsur yang dibutuhkan oleh sawit sehingga banyak pohon sawit yang tidak optimal hasil panenya.  

  • Rutin membersihkan Hama dan Penyakit 


Sawit memang dikenal dengan tanaman yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit tidak heran jika sawit dijadikan pilihan untuk banyak petani di indonesia selain perawtanya tidak terlalu sulit sawit juga merupakan salah satu investasi yang cepat balik modal. 
Hama dan penyakit tersebut dapat menyerang sekujur pohon kelapa sawit mulai dari akar, batang, pelepah, daun, bunga, hingga buah. Pemberantasan yang tepat terhadap hama dan penyakit sejak dini dapat mempertahankan produktifitas pohon kelapa sawit
  • Pemupukan dengan Jadwal dan Dosis yang Tepat 

Semakin banyak pupuk semakin banyak pula buah sawit nantinya, ini merupakan pendapat yang salah. Untuk memupuk sawit bukan banyak atau sedikitnya pupuk yand ada tebarkan dibawah pohon sawit tetapi keteraturan serta memilih pupuk yang tepatlah menjadi kunci utamanya. 
Sebaiknya anda jadwalkan pemupukan sawit anda untuk hasil yang lebih optimal, jangan terbawa nafsu untuk memberi pupuk dilahan sawit anda, karena bisa-bisa pupuk malah membuat sawit anda menjadi kering dan mati. 
Jenis pupuk yang sering digunakani pada budidaya kelapa sawit antara lain Urea, ZA, KCI, Zeolite, TSP, dan borate. Beberapa petani juga memberikan pupuk berupa cuprum dan ferrit. 


  • Penunasan atau Aturan Pelepah Sawit 

Banyak petani yang tidak mengetahui tentang penunasan atau aturan dalam membuang pelepah sawit yang benar, berapa tingkat (songgo) yang di anjrukan. Padahal penunasan merupakan untuk meningkatkan produksi buah, struktur pohon yang sesuai serta bertujuan untuk membersihkan. 

Saya coba menjabarkan dibawah ini. 
  • Tanaman kelapa sawit berumur < 9 tahun tunasan harus songgo 3 
  • Tanaman kelapa sawit berumur 9 – 15 tahun tunasan songgo 2 
  • Tanaman kelapa sawit berumur >15 tahun tunasan songgo 1 
Sekarang anda sudah mengetahui aturan dalam aturan pelepah yang baik, tinggal anda mengaplikasikan di perkeunan anda.

  • Pemanenan yang Benar 

Dalam memanen buah sawit anda harus melakukan dengan berhati-hati karena jika anda salah atau semberono bisa berakibat fatal dengan keberlangsungan sawit anda kedepanya. 
Efek yang paling ditakuti para petani dalam kesalahan menanen adalah tidak adanya bakal buah untuk panen berikutnya, ini biasanya terjadi tanam sawit anda mengalami guncangan yang keras, mengalami luka pada tubuh selain tangkai buah akibatnya tanam sawit menjadi setres dan enggan untuk berbuah di musim berikutnya. 
  • Jangan Lupa Berdoa 

Yang ke delapan ini bunus tips dari kami, memang terdengar agak menyimpang dari tips sebelumnya namun percayalah kata Bang Haji Roma Irama “Berusaha jangan lupa disertai dengan Doa” Jika anda sudah melakukan ke 7 hal diatas tetapi anda mengabaikan poin 8 maka jangan heran hasil yang anda dapatkan tidak sesuai dengan harapan. Cukup sekian tips cara agar sawit berbuah banyak setiap musimnya. Semoga cara-cara agar berbuah banyak tersebut bisa bermanfaat bagi anda.

Thursday 26 May 2016

Manfaat KAPTAN (Kapur Pertanian)

KAPTAN
Pentingnya pemberian kapur pertanian pada saat olah tanah adalah, karena sebagian besar kondisi tanah atau lahan pertanian itu sendiri memiliki kecenderungan untuk menjadi lebih asam / Acid karena berbagai faktor. Adapun faktor yang memicu terjadinya keasaman tanah antara lain seperti erosi, pengunaan pupuk-pupuk kimia berlebihan, pencucian dan dekomposisi bahan-bahan organik. pemberian kapur pertanian (KAPTAN) Ini menjadi perhatian penting bagi keseluruhan petani karena kondisi tanah pertanian yang terlalu asam dapat memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap produktivitas tanaman. 

Fungsi kapur pertanian memberikan keuntungan bagi para petani, untuk menyeimbangkan pH tanah dengan cara yang sederhana serta biaya yang murah. Dengan mengaplikasikan KAPTAN saat olah tanah diharapkan perbaikan kondisi serta menurunkan keasaman pada lahan pertanian. 

Tentang Kapur Pertanian 
Kaptan atau kapur pertanian, adalah kondisioner tanah untuk menurunkan derajat keasaman yang terbuat dari batuan kapur telah diolah atau dihancurkan terlebih dahulu menjadi debu atau kadang disebut juga kaptan. Cara kerja kapur pertanian adalah dengan melarutkan serta melepaskan zat-nya yang menurunkan keasaman tanah. 

Manfaat kapur pertanian untuk tanaman yang tumbuh dalam kondisi keasaman yang kurang ideal, dapat ditingkatkan potensi hasil jika diaplikasikan saat olah tanah. Kapur pertanian juga memberi keuntungan yang lain bagi petani, termasuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk hingga 50%. Begitu juga dengan pemakaian pupuk-pupuk organik akan semakin terasa hasilnya. 

Meskipun penggunaan kapur pertanian dapat meningkatkan kesuburan serta mengurangi keasaman tanah juga efisiensi penggunaan pupuk. Namun sejauh ini masih banyak petani-petani di Indonesia yang masih belum mengetahui serta mengaplikasikan untuk lahan pertaniannya. Tidak hanya untuk lahan pertanian saja KAPTAN memiliki manfaat yang besar, pada lahan tambak juga dapat merasakan keuntungan dari penggunaan KAPTAN ini. 

Manfaat Kapur Pertanian Bagi Tanah dan Tanaman
Aplikasi pemberian kapur saat olah tanah untuk mencegah keasaman berlebih (di mana ia mengurangi hasil produksi) dengan memanfaatkan KAPTAN pada lahan pertanian adalah praktek manajemen terbaik. Penggunaan yang tepat dari kapur merupakan salah satu komponen yang paling penting untuk langkah pengelolaan tanaman dalam rangka meningkatkan hasil, karena tanah yang tinggi kadar keasaman-nya sangat mempengaruhi baik jangka pendek , jangka panjang dan produktivitas tanaman. 

Manfaat KAPTAN meliputi :

  1. Meningkatkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah 
  2. Mempromosikan fiksasi nitrogen lebih baik dengan tanaman kacang-kacangan 
  3. Meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi tanaman 
  4. Mengurangi Racun (toksisitas) di dalam tanah pertanian 
  5. Meningkatkan efektivitas penggunaan pupuk-pupuk organik 
  6. Memasok kebutuhan kalsium, magnesium dan mineral lain untuk tanaman 
  7. Memperbaiki masalah tanah dari tingkat keasaman / ACID 
 Ketika petani menggunakan kapur pertanian membawa dampak baik untuk pH tanah dari asam mendekati ke netral, kondisi yang demikian dapat meningkatkan aktivitas organisme untuk menguraikan bahan-bahan organik di tanah, yang apada akhirnya memperbaiki struktur tanah. Hal ini juga dapat membantu menghindari pencucian hara serta meningkatkan retensi penggunan air. 


Fungsi kapur pertanian juga sangat baik untuk tanaman kacang-kacangan seperti kedelai, kacang hijau, kacang tanah. Penggunaan KAPTAN dapat mempromosikan fiksasi nitrogen yang lebih baik, proses di mana bakteri yang hidup pada akar tanaman leguminose (Rizobium) mengkonversi nitrogen yang ada di udara dapat digunakan langsung oleh tanaman. 


Kapur pertanian juga meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman dalam berbagai cara. Tanaman yang tumbuh di tanah pada kadar pH yang tepat cenderung memiliki sistem perakaran lebih luas, kemampuan sistem akar serabut yang memungkinkan tanaman untuk menyerap berbagai nutrisi lebih efektif. Selain itu, beberapa nutrisi seperti fosfor dan perubahan sulfur ke bentuk yang lebih baik tersedia bagi tanaman dengan aplikasi Kapur pertanian yang tepat. Bahkan, menurut berbagai penelitian penggunaan kapur pertanian pada pH tanah bisa mendekati netral antara 5,8 dan 7,0 memaksimalkan ketersediaan berbagai nutrisi dan mineral tanaman penting. 

Kami menyediakan KAPTAN dalam bentuk :
  1. Powder 60/80 mesh
  2. Butiran 2-5 mm

Sunday 13 April 2014

Zeolit, Bahan Pembenah Tanah

Mesin Pembakaran Zeolite Granular
Tanaman padi merupakan sumber pokok bahan pangan di Indonesia. Dengan demikian areal pertanaman padi paling banyak mengalami degradasi tingkat kesuburan. Kesuburan ini dapat digolongkan dalam tiga kelompok yaitu: kesuburan fisika, kimia dan biologi. Menurunnya kesuburan lahan pertanaman padi merupakan ancaman bagi kelanjutan ketersediaan pangan secara nasional. 

Untuk mengatasi menurunnya kesuburan tanah ada beberapa cara yang bisa dilakukan. Termasuk dengan cara memberikan bahan pembenah tanah. Bahan pembenah tanah ini antara lain adalah batuan alami zeolit.  

Batuan zeolit adalah mineral alami berbahan dasar kelompok alumunium silikat yang terhidrasi logam alkali dan alkali tanah (terutama Na dan Ca). Batuan ini berwama abu-abu sampai kebiru-biruan. Para ahli mineralogi menyatakan zeolit mengandung lebih dari 30 mineral alami. Diantaranya: Natrolit, Thomsonit, Analit, Hendalit, Clinoptilotit dan Mordernit

Abu Vulkanis 

Mineral ini berasal dari tufa abu vulkanis. Pertama kali ditemukan oleh mineralogist Swedia, Axel Frederick Crontstedt. Nama zeolit sendiri berasal dari bahasa Latin yang artinya batu yang mendidih. Karena salah satu karakternya melepas air yang dikandungnya waktu dipanaskan sehingga nampak seperti batu yang mendidih. Dengan pemanasan sampai 500 derajat C maka zeolit akan mengalami aktifasi, berupa kemampuan mengikat kation menjadi lebih tinggi. Kemampuan mengikat kation inilah yang akan banyak dibahas dalam penulisan masalah zeolit ini. 

Dalam Dunia Pertanian 

Pemanfaatan zeolit di Indonesia masih terbatas, karena belum semua masyarakat tani Indonesia menyadari manfaatnya. Yakni sebagai bahan pembenah tanah. Salah satu sifat kimia dari zeolit adalah kemampuannya mengikat kation yang tinggi. Dalam ilmu tanah disebut dengan KPK (Kapasitas Pertukaran Kation). Nilai KPK dari zeolit ini adalah 120 me/100 gr. 

Nilai KPK ini merupakan parameter tingkat kesuburan suatu jenis tanah. Maka apabila zeolit yang sudah diproses kemudian diberikan pada lahan pertanian akan meningkatkan nilai KPK tanah sekaligus meningkatkan kesuburan tanah. Nilai KPK ini akan menentukan kemampuan tanah untuk mengikat (mengawetkan) pupuk yang diberikan. 

Misalnya tanah dipupuk dengan Urea. Dalam tanah urea akan membentuk ion amonium (NH4+), ion ini apabila tidak diikat oleh tanah (zeolit) maka akan terbuang percuma lewat air irigasi. Dengan demikian unsur hara yang diberikan lewat pemupukan akan lebih efisien apabila tanah pertanian diberi zeolit. Zeolit tidak hanya mengawetkan unsur N saja, tetapi juga K, Ca dan Mg. 

Kemampuan mengawetkan pupuk ini berarti akan menghemat beaya pemupukan. Secara kasar petani di eks Karesidenan Surakarta bisa menghitung apabila menggunakan zeolit maka akan menghemat pupuk sekitar 30 % dari dosis yang diberikan. Hal ini tanpa mengurangi produksi tanaman padi. Bahkan untuk tanah dengan kandungan P sedang sampai cukup selama tiga musim tanam berturut-turut petani tidak menggunakan pupuk P (TSP atau SP 36), hanya dengan menambahkan zeolit pada pupuk mereka. 

Bahkan karena realitas di atas ada sebagian petani yang beranggapan bahwa zeolit bisa menggantikan peran pupuk P sebagai pupuk dasar. Sebenarnya dari produsen sudah mencantumkan dalam kemasan tentang penggunaan zeolit tersebut. Bahwa zeolit adalah bahan pedamping pupuk Urea, SP-36 dan KCI, bukan pengganti pupuk tersebut. Tetapi dalam bahasa bisnis sering dikatakan sebagai pupuk dasar (pupuk P) yang murah......

Kandungan Utama 

Secara kimia kandungan zeolit yang utama adalah: Si02 = 62,75%; A1203 =12,71 %; K20 = 1,28 %; CaO = 3,39 %; Na2O = 1,29 %; MnO = 5,58 %; Fe203 = 2,01 %; MgO = 0,85 %; Clinoptilotit = 30 %; Mordernit = 49 %. Sedangkan nilai KPK antara 80 - 120 me/100 gr, nilai yang tergolong tinggi untuk penilaian tingkat kesuburan tanah. Nilai KPK ini akan menentukan kemampuan bahan tersebut untuk menyimpan pupuk yang diberikan sebelum diserap tanaman.

Secara umum fungsi zeolit bagi lahan pertanian adalah:
  • Meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air irigasi lahan persawahan. 
  • Menjaga keseimbangan pH tanah. 
  • Mampu mengikat logam berat yang bersifat meracun tanaman misalnya Pb dan Cd. 
  • Mengikat kation dari unsur dalam pupuk misalnya NH4+ dari urea K+ dari KC1, sehingga penyerapan pupuk menjadi effisien (tidak boros). 
  • Ramah lingkungan karena menetralkan unsur yang mencemari lingkungan.
  • Memperbaiki struktur tanah (sifat fisik) karena kandungan Ca dan Na. 
  • Meningkatkan KPK tanah (sifat kimia). 
  • Meningkatkan hasil tanaman. 

Bila dibandingkan dengan bahan organik dalam fungsinya sebagai pemantap tanah, maka zeolit akan lebih unggul. Secara teknis sebenarnya bahan organik juga bisa menggantikan peran zeolit. Tetapi ada beberapa kelemahan dari bahan organik sehubungan dengan aplikasinya di lahan pertanian. Kelemahan itu antara lain bahan organik akan melepaskan asam-asam organik yang akan menurunkan pH tanah. Menurunnya pH tanah berarti menurun pula tingkat kesuburan tanah.

Bahan organik juga mempunyai sifat mengikat dan tidak akan melepaskan unsur-unsur mikro (chellating agent) sehingga tanaman kekurangan unsur mikro (Fe, Mn, Cu dan Mo). Kemudian dalam aplikasinya sulit disosialisasikan pada tingkat petani, karena kuantitasnya yang besar dan tidak semua petani memiliknya.

Tetapi dengan menggunakan zeolit maka petani akan lebih mudah dalam aplikasinya di lahan pertanian. Disamping karena harganya murah juga dapat dipakai dengan mudah dan ringkas.

Penggunaan zeolit dalam lahan pertanian ibarat memberi makan tanaman dengan wadahnya. Jadi apabila tanah diberi pupuk dengan tambahan zeolit, maka ibaratnya zeolit adalah wadahnya dan pupuk adalah makanannya. Dengan demikian pupuk (makanan) yang diberikan pada tanaman akan selalu tersedia dan awet karena tidak tercecer kemana-mana.

 Tambang Zeolit 

Potensi bahan tambang zeolit di Indonesia sangat melimpah. Hampir setiap daerah yang memiliki pegunungan kapur maka disitulah kaya akan zeolit. Kebanyakan zeolit di Indonesia didominasi oleh jenis mineral Mordernit dan Klinoptilotit. Misalnya untuk Jawa Barat bagian selatan terdapat di Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi. Untuk dapat dipakai sebagai bahan pembenah tanah maka zeolit harus diproses terlebih dahulu.
Proses tersebut secara sederhana dapat dirangkai sebagai berikut:
  1. Penambangan dari areal tambang berupa batuan bongkah-bongkah batu zeolit yang berwarna kelabu sampai hijau tua diambil dari lokasi penambangan. 
  2. Aktifasi berupa pemanasan seperti layaknya membakar batu kapur. Dikehendaki untuk menjadikan zeolit menjadi mineral aktif maka dipanaskan pada suhu minimal 500 derajat C. 
  3. Penghancuran (chrussing). Dengan menggunakan jaw chrusser maka dari bongkah-bongkah batuan zeolit dipecah menjadi ukuran yang lebih kecil. 
  4. Penghalusan (grinding dan screening). Proses ini bertujuan untuk mendapatkan bentuk tepung dari batuan zeolit. Ukuran yang dikehendaki untuk keperluan pertanian antara 80-100 mesh. Sedangkan untuk keperluan industri di atas 300 mesh. 
  5. Granulasi. Untuk memudahkan aplikasi di lahan pertanian maka dari bentuk tepung dibuat butiran (granulair). Ukuran granulasi ini biasanya antara 3 mm-5 mm. Bentuk butiran ini akan segera larut bila berada dalam air sehingga akan cepat bereaksi dengan pupuk yang diberikan. 
  6. Pengemasan. Guna memudahkan dalam pengangkutan maka dari bentuk butiran ini dikemas dalam karung dengan berat 50 kg. Kemudian diberi merk sesuai dengan keinginan masing-masing perusahaan. Dianjurkan untuk penggunaan pada tanah yang berpasir berukuran 100 mesh atau lebih sedangkan untuk tanah tekstur lempungan ukurannya di bawah 100 mesh. 

Prospek Pengembangan 

Suatu langkah terobosan yang patut diperhatikan penggunaan zeolit sebagai pembenah tanah. Bagi daerah yang berpotensi untuk eksplorasi dan eksploitasi bahan tambang tersebut seyogyanya mulai berbenah diri. Memanfaatkan potensi alam tersebut untuk pengembangan dan pembangunan wilayah. Sebenarnya zeolit banyak diperlukan pada berbagai sektor industri. Mulai dari industri kertas, elektronika, deterjen, filter polutan dll. Bisa dihitung berapa juta ton pupuk bisa dihemat apabila penggunaan zeolit dicanangkan di seluruh Indonesia. (Ir Harjono-35)
Sumber : suaramerdeka.com

Thursday 13 September 2012

Membuat Filter Untuk Air Tanah II

Pengisian Media Filter
Media filter yang digunakan yakni : Kerikil diameter 5 - 10 mm, pasir silika (pasir putih) , mangan zeolite, dan karbon akatif butiran (granule). Pengisian media filter dilakukan dengan cara memasuknan media filter melalui lubang CO yang ada pada tabung filter.

1. Pengisian Media Filter Mangan Zeolite
Untuk pengisian media filter mangan zeolite, susunan media filter ditunjukkan seperti pada Gambar 4. Lapisan yang paling bawah yakni kerikil/split/chips diameter 5 - 10 mm dengan ketebalan 10-15 cm, atau diisi sampai menutup sarangan (strainer) bagian bawah, Kerikil/split/chips  ini berfungsi sebagai penahan lapisan pasir agar tidak turun kebawah. Kemudian, di atas lapisan kerilkil diisi dengan pasir silika/silica sand dengan ketebalan 20 cm, dan di atas lapisan pasir diisi dengan mangan zeolite  dengan ketebalan 45 - 60 cm, disesuailan dengan tinggi filter. Pengisian diusahakan agar merata, dan lebih baik lagi sebelum dimasukkan ke dalam filter media filter dicuci terlebih dahulu.

2. Pengisian Media Filter Karbon Aktif
Pengisian media untuk filter karbon aktif adalah sebagai berikut: lapisan paling bawah yakni kerikil (diameter 5 - 10 mm) dengan ketebalan 10-15 cm, atau diisikan sampai meneutupi sarangan bawah. Di atas lapisan kerikil adalah lapisan pasir degan ketebalan 20 cm, dan diatas lapisan pasir adalah lapisan karbn aktif butiran diameter 8-32 mesh dengan ketebalan 45-60 cm. Susunan media filter kaebon aktif ditunjukkan seperti pada Gambar 4.

3. Pengisian Media Filter Campuran Mangan Zeolite Dan Karbon Aktif
Untuk keperluan penyaringan air dengan kapasitas yang lebih kecil, dapat juga dilakukan dengan filter dengan media penyaring campuran yakni mangan zeolite dan karbn aktif. Susunan media penyaringnya yakni : lapisan paling bawah adalah kerikil dengan ketebalan 10-15 cm. Di atas lapisan kerikil adalah pasir silika dengan ketebalan 20 cm, dan di atas lapisan pasir silika/silica sand adalah mangan zeolite dengan ketebalan 20 cm. Lapias yang paing atas yakni karbon aktif dengan ketebalan 25 cm. Ketebalan lapisan mangan zeolite dan karbn aktif ini dapat diubah sesuai dengan kualitas air bakunya. Jika kadar Fe tau Mn cukup tinggi maka ketebalan lapisan mangan zeolitenya lebih tinggi, sebaliknya jika untuk menghilangkan bau maka lapisan karbon aktifnya diperbesar. Susunan filter campuran tersebut ditunjukkan seperti pada Gambar 4

Gambar 4. Penampang filter dan susunan media penyaring
Cara Penyaringan dan Pencucian Filter :
Filter Ganda (Filter Mangan Zeolite Dan Filter Karbon Aktif)
Setelah unit peralatan dipasang seperti pada Gambar 1, pertama, filter mangan zeolite maupun filter karbon aktif harus di cuci dengan cara pencucian balik (back wash), untuk menghilangkan kotoran lumpur, partikel karbon yang halus dan kotoran lainnya sampai bersih. Skema peralatan secara detail ditunjukkan seperti pada Gambar 5, sedangkan skema proses penyaringan, pencucian filter mangan zeolite serta filter karbon aktif ditunjukkan masing-masing seperti pada Gambar 6-8
Gambar 5.Susunan detail peralatan penyaringan dan disinfeksi dengan sinar ultra violet

Gambar 6.Proses penyaringan air dengan filter mangan zeolit dan filter

Gambar 7.Cara pencucian filter mangan zeolit pada flter ganda

Gambar 8.Cara pencucian filter karbon aktif pada flter ganda






Membuat Filter Untuk Air Tanah I

Waroeng Cikembar - Membuat Filter Untuk Air Tanah

Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Karena itu jika kebutuhan akan air tersebut belum tercukupi maka dapat memberikan dampak yang besar terhadap kerawanan kesehatan maupun sosial. Pengadaan air bersih di Indonesia khususnya untuk skala yang besar masih terpusat di daerah perkotaan, dan dikelola oleh Perusahan Air Minum (PAM) kota yang bersangkutan. Namun demikian secara nasional jumlahnya masih belum mencukupi dan dapat dikatakan relatif kecil yakni 10,77 % (Supas -1985). Untuk daerah yang belum mendapatkan pelayanan air bersih dari PAM umumnya mereka menggunakan air tanah (sumur), air sungai, air hujan, air sumber (mata air) dan lainnya.

Dari hasil survey penduduk antar sensus (SUPAS) 1985, prosentasi banyaknya rumah tangga dan sumber air minum yang digunakan di berbagai daerah di Indonesia sangat bervariasi tergantung dari kondisi geografisnya. Secara nasional yakni sebagai berikut : Yang menggunakan air leding 10,77 %, air tanah dengan memakai pompa 7,85 %, air sumur (perigi) 53,78 %, mata air (air sumber) 15,70 %, air sungai 8,54 %, air hujan 1,64 % dan lainnya 1,71 %.

Permasalahan yang timbul yakni sering dijumpai bahwa kualitas air tanah maupun air sungai yang digunakan masyarakat kurang memenuhi syarat sebagai air minum yang sehat bahkan di beberapa tempat bahkan tidak layak untuk diminum. Air yang layak diminum, mempunyai standar persyaratan tertentu yakni persyaratan fisis, kimiawi dan bakteriologis, dan syarat tersebut merupakan satu kesatuan. Jadi jika ada satu saja parameter yang tidak memenuhi syarat maka air tersebut tidak layak untuk diminum. Pemakaian air minum yang tidak memenuhi standar kualitas tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan, baik secara langsung dan cepat maupun tidak langsung dan secara perlahan.

Air tanah sering mengandung zat besi (Fe) dan Mangan (Mn) cukup besar. Adanya kandungan Fe dan Mn dalam air menyebabkan warna air tersebut berubah menjadi kuning-coklat setelah beberapa saat kontak dengan udara. Disamping dapat mengganggu kesehatan juga menimbulkan bau yang kurang enak serta menyebabkan warna kuning pada diding bak serta bercak-bercak kuning pada pakaian. Oleh karena itu menurut PP No.20 Tahun 1990 tersebut, kadar (Fe) dalam air minum maksimum yang dibolehkan adalah 0,3 mg/lt, dan kadar Mangan (Mn) dalam air minum yang dibolehkan adalah 0,1 mg/lt.

Di negara maju seperti Amerika dan Jepang, peraturan standar kualitas air minumnya lebih ketat lagi. Total kandungan besi dan mangan dalam air minum maksimum yang diperbolehkan adalah 0,3 mg/lt. Untuk menanggulangi masalah tersebut, perlu dilakukan upaya penyediaan sistem alat pengolah air skala rumah tangga yang dapat menghilangkan atau mengurangi kandungan besi dan mangan yang terdapat dalam air air sumur atau tanah. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas air tanah yakni dengan menggunakan filter dengan media mangan zeolit dan karbon aktif.

Kontak Personil
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair Direktorat Teknologi Lingkungan Kedeputian Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Proses Pengolahan Air Dengan Filter Mangan Zeolit Dan Filter Karbon Aktif
Air baku dipompa ke bak penampung, kemudian dari tangki penampung, air dialirkan ke filter mangan zeolit untuk menyaring atau menghilangkan zat besi atau mangan yang ada dalam air serta menghilangkan padatan tersuspensi. Dari filter ini air dialirkan ke filter karbon aktif untuk menghilangkan kandungan zat organik, bau, rasa serta polutan mikro lainnya. Kemudian, air dialirkan ke filter cartridge. Filter cartridge ini dapat menghilangkan padatan terlarut dengan ukuran lebih besar 5 (lima) mikron.

Dari filter cartridge air olahan sudah sangat jernih , dan apabila diinginkan dapat langsung diminum, air dari filter cartridge dialirkan ke sterilisator ultra violet untuk mematikan atau membunuh mikroorganisme patogen yang ada dalam air. Proses ini tanpa memerlukan energi yang besar karena bekerja dengan sistem gravitasi dan hanya memerlukan energi listrik sekitar 30 watt untuk lampu disinfeksi ulra violetnya. Air yang keluar dari sterilisator UV sudah dapat diminum langsung. Skema proses pengolahan diunjukkan pada Gambar 1
Gambar 1. Skema proses peningkatan kwalitas air tanah
Bahan Yang Digunakan

  1. Pipa PVC, diameter 8 inc 1,2 meter
  2. Dop (tutup) PVC 8 inc 2 bh
  3. CO PVC 3 inc 2 bh
  4. Stop Kran, 3/4" 5 bh
  5. Knee 3/4", PVC 4 bh
  6. Sambungan T 3/4" PVC 4 bh
  7. Strainer 2 bh
  8. Sock Drat Dalam 3/4", 2 bh
  9. Sock Drat luar 3/4", PVC 10 bh
  10. Water Mur 2 bh
  11. Lem Epoxy 2 bh
  12. Lem PVC (kaleng) 1 bh
  13. Dempul 1 bh
  14. Amplas 5 lembar
  15. Pipa PVC 3/4" 1 batang
  16. Batang Las 7 batang
  17. Cat pilox 2 kaleng
  18. Seal Tape 5 buah
  19. Kerikil diameter 5-8 mm 3 liter
  20. Pasir Silika 20 kg
  21. Mangan Zeolit 20 kg
  22. Karbon Aktif 10 kg

Cara Pembuatan

  1. Pipa PVC 8" dipotong dengan panjang 1 - 1,2 meter.
  2. Pada salah satu sisi yang sama, pipa PVC 8" tersebut dilubangi, diameter lubang 3 inci, untuk tempat memaang CO nya. Jarak pusat lubang yakni 15 Cm dari ujung-ujung pipa.
  3. Selanjutnya dibuat satu buah lubang pada sisi yang sama (tegak lurus pusat lubang untuk CO). Jarak pusat lubang masing-masing 10 Cm dari ujung pipa bagian bawah, diameter lubang + 1 inci. Lihat Gambar 2. Lubang ini untuk memasang fiiting untuk pipa air olahan dan untuk memasang sarangan (strainer) bagian bawah.

  4. Gambar 2. Letak CO, lubang pemasukan (in let), pengeluaran air (out let), dop dan saringan

  5. CO dipasang pada lubang yang telah dibuat dan dilas denga menggunakan las PVC, dan diusahakan agar kuat dan tidak bocor.
  6. Salah satu Dop (tutup) PVC 8" dilubangi pada bagian tengahnya dengan diameter 3/4 ", dan dipasang sock drat luar dan sock drat dalam, kemudian dilas dengan las PVC agar kuat menahan tekanan pompa. Dop tersebut dipasang pada bagian atas filter. Dop atas ersebut juga berfungsi untuk tempat memasang sarangan atas.
  7. Setelah pemasangan CO dan sarangan bagian bawah pada pipa filter 8" seselai, dilanjutkan dengan pemasangan dop bawah. Untuk dop bawah dipilh bentuk yang rata agar filter dapat berdiri dengan leluasa. Cara pemasangan dop bawah yakni dengan menggunakan lem PVC dan setelah kering baru dilas dengan las PVC agar kuat menahan tekanan pompa.
  8. Setelah pemasangan dop (tutup) bawah selesai, dilanjutkan dengan pemasangan dop atas yang dilengkapi dengan sarangan (srainer).
  9. Setelah pemasangan dop atas dan dop bawah selesai, dilanjutkan dengan pemasangan kran-kran pengatur aliran masuk, aliran keluar dan kran untuk pencucian balik (back wash). Untuk filter tunggal pemasangan perpipaan dan kran pengatur dilakukan seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Skema pemasangan kran pada filter tunggal

Wednesday 12 September 2012

Solar Ice Maker Chills with Heat and Zeolite

Seems counterintuitive, but solar energy can be harnessed to make ice cubes. An electricity-free alternative to refrigeration and air-conditioning, solar icemakers use the sun's heat during the day to drive a chemical reaction that separates a liquid refrigerant from a solid absorbent. The solid absorbent stays in the solar collector, while the liquid refrigerant is driven away and stored in a separate component called the evaporator. At night, the chemical reaction runs in reverse; the solid absorbent sucks the liquid refrigerant back into the collector. The movement happens through natural convection - without pumps, valves or any mechanical components. In the process, the liquid refrigerant evaporates and gets very cold. Any water touching the outside of the evaporator is frozen to ice, in an intermittent absorption refrigeration cycle. Basically, the two materials (absorbent and refrigerant) create a chemical reaction that becomes so cold that anything near the chemical reaction freezes - like water. To create ice continuously, the chemical reaction is produced over and over again by separating the two chemicals, using the heat of the sun, and then combining them again, at night. Once the icemaker is constructed, it has a zero carbon footprint. Greenhouse gases are not emitted during its operation nor are there any chemicals emitted that would deplete the ozone layer.

Many off grid applications exist for solar ice makers using the zeolite/water-vacuum process diagrammed here. A reservoir of water in an evacuated chamber is used to make the ice. This water reservoir is connected by a tube to another chamber containing Zeolite. Since this tube is also evacuated it contains water vapor. The chilling process is started by opening a valve so the water vapor flows to the Zeolite where it will be absorbed. As this happens, the Zeolite warms up, absorbing heat from the water reservoir as it does so. The reaction is sufficiently intense to cool the water in the reservoir enough so that it freezes. For each square meter of solar collecting area, these ice makers can generate over 10 lbs of ice. ©2012 Squidoo


Three Types of Solar Ice Makers 
Solar ice makers use one of 3 different methods: Zeolite/water - vacuum, CaCl /ammonia, or carbon/methanol. The zeolite/water under a vacuum is the easiest to implement since it doesn't include a hazardous chemical like methanol or ammonia. The carbon/methanol needs 1 square meter of collecting area to generate around 20 lbs of ice. While the ice is generated over night with these intermittent refrigeration cycles, you can cover the solar collector after a few hours to start the process.

How They Work
The plumbing of the ice maker can be divided into three parts: a generator for heating the salt-ammonia mixture, a condenser coil, and an evaporator, where the distilled ammonia collects during generation. Ammonia needs to flow back and forth between the generator and evaporator.These ice makers operate in a day/night cycle, generating distilled ammonia during the daytime and then re-absorbing it at night. The gas condenses in the condenser coil and drips down into the storage tank where, ideally, 3/4 of the absorbed ammonia collects by the end of the day. As the generator cools, the night cycle begins. The calcium chloride re-absorbs ammonia gas, pulling it back through the condenser coil as it evaporates out of the tank in the insulated box. The evaporation of the ammonia removes large quantities of heat from the collector tank and the water surrounding it. Water in bags around the tank turns to ice. In the morning the ice is removed and replaced with new water for the next cycle.

Self-Cooling Beer Kegs
An example of a Zeolite ice maker has been incorporated into the Self Cooling Beer Keg. The self-cooling keg contains three chambers. A reservoir of water in an evacuated chamber surrounds the inner chamber containing the beer. This water reservoir is connected by a tube to the outer chamber containing Zeolite. Since this tube is also evacuated it contains water vapor. By opening a valve the water vapor flows to the Zeolite where it will be absorbed. As this happens, the Zeolite warms up, absorbing heat from the water reservoir as it does so. The reaction is sufficiently intense to cool the water in the reservoir enough so that it freezes. After 30 minutes, a cold glass of beer can be tapped and the keg will keep a perfect drinking temperature for at least 12 hours. There aren't any commercially available models of these ice makers yet that aren't rather large and cost $1000 or more. The first viable product is the beer keg($35) but soon will we see other products. If you can chill 5 gallons for 8 hours with no power, they would be perfect for chilled drinks while camping or boondocking.

Source : http://www.solaripedia.com

Tuesday 17 July 2012

Natural Zeolite for Radiation Protection

Natural Zeolite for Radiation Protection


Toxic nuclear radiation is being spread all around our world due to many reactors malfunctioning or spilling their deadly load into the environment. Radiation can cause long-term damage leading to leukopenia, genetic damage and physical deformity. Food can become contaminated with radioactive isotopes, as well the water supply that irrigates crops and supplies drinking water.

Natural Zeolite, has some unique properties that make it a viable aid in ridding the body of radiation once exposed. Radiation detox cold be a primary use for this substance. The zeolite molecules, acting like a magnet with a negative charge, grab on to the radioactive particles which have a positive charge. This means that if you have ingested or absorbed radioactive particles, the zeolite can be ingested and potentially find and grab on to those particles and remove them safely through excretion.

Natural Zeolites are so powerful they are even used in toxic dump and nuclear waste cleanup. At the Hanford Nuclear Facility in Richland, Washington, radioactive strontium-90 and cesium-137 have been removed from radioactive waste solutions by passing them through tanks packed with the natural zeolite. After the accident at the Three Mile Island nuclear power plant, zeolites were used to adsorb radioactive ions.

More than 500,000 tons of zeolite was dumped via helicopter at Chernobyl to absorb radioactive chemicals and other harmful toxins that were released during the disaster. In addition, cattle were fed zeolite to help keep radioactive ions out of milk, and zeolite was baked into cookies/biscuits to help minimize the contamination in humans. Sandbags of Zeolite were dropped into the seawater near the Fukushima nuclear plant to adsorb radioactive Cesium that was present there in high levels.

Source :http://www.zeolite-sale.com

Siemens Innovative Zeolitic Drying System

An innovative zeolitic drying system from Siemens has won the Award for Climate Protection and the Environment in the category for product and service innovations in the field of climate protection. Equipped with this system, the Siemens speed Matic dishwasher is around 20% more efficient than appliances in the highest energy-efficiency category. Its minimal water consumption, 10 instead of 14 liters per cycle, also sets a new record. Engineers at BSH Bosch und Siemens Hausgeräte are the first to take this completely new technology to the mass-production stage as well. Although it is only featured in top-of-the-range models at present, there are already plans to introduce it successively in mid-range models.

Inside the dishwasher are special minerals that generate supplementary heat. This shortens the program at 50°C to just under two hours, which is around 30 minutes less than is needed by conventional dishwashers. As a result, the speedMatic is also the fastest dishwasher in the highest efficiency category. This supplementary heat is generated by zeolites – aluminosilicate minerals with a very large surface area and microporous structure. The dishwasher exploits the ability of such minerals to absorb up to 40% of their dry weight in water and, in the process, give off heat. By the same token, they release this water when heated.

During the drying cycle, warm, moist air is fed into a container under the dishwasher chamber, which contains 1.15 kilograms of small white zeolitic granules. These absorb the moisture and release hot, dry air, thus substantially shortening the drying cycle. In the next washing cycle, the granules are heated to remove the moisture, thereby regenerating them. The zeolithes stay in the dishwasher during its whole lifetime.


Thanks to its increased efficiency, the new dishwasher helps save energy and thus reduce CO2 emissions. If all dishwashers with an energy consumption of over 1.3 kWh per cycle were replaced by ultra-efficient appliances with zeolitic drying, the savings in Germany alone would amount to over 1.2 million metric tons of CO2 a year. That corresponds to the amount of C02 produced by approximately 600,000 passenger cars, each driving 15,000 kilometers a year.

Sources : http://design.kitchensatlanta.com

Sunday 15 July 2012

How to Use Zeolite for Adsorbent Co2

By Vincent Madrone, eHow Contributor CO2 is potentially toxic.

Zeolites are micro crystalline structures made from silicon, aluminum and oxygen that are highly porous and are able to absorb moisture. For this reason, zeolites are often used to help food stay fresh. Zeolites are commonly added to packed foods in small breathable packets that soak up any moisture that may be present or may accumulate in the product. This keeps the product fresh and dry and helps to prevent damage and degeneration from moisture. Zeolites are also able to absorb gaseous compounds like carbon dioxide (CO2), and can be used to remove or prevent CO2 contamination.

Instructions 

  1. Order zeolites from a supplier. Online vendors sell zeolites in different sizes of granulation, from 200 mesh (smallest) to minus 6 mesh (largest). The size of the granulation is up to you and how you are going to use the zeolites to capture CO2. For adsorption, the smaller sized granules are best but are harder to track. 
  2.  Place zeolites in the product or area that you want to clear of CO2 contamination. If you are using the zeolites to remove CO2 from the air, as in a garage or other closed space, hang the crystals from the roof in the middle of the room. Keep them in a highly breathable container. If clearing soil or other ground space, place the zeolites directly on top of the contaminated area so they can soak up the CO2
  3. Change out the zeolites as soon as they become soiled. The zeolites have a set adsorption capacity that cannot be exceeded. Adsorption is the binding of molecules to a particular surface. If the crystals or its packaging become browned or dirty looking, exchange with fresh crystals or a fresh pack. In areas of high CO2 contamination, change zeolites every 24 hours to maximize their effectiveness. 
  4. Use zeolites in packaging. To use zeolites to keep food or other organic products fresh, add a small sealed packet of zeolites to the product before packaging it. CO2 gases often cause packages to expand; the zeolite will adsorb the CO2 and prevent this from happening. 
 Source : http://www.ehow.com

Wednesday 16 May 2012

Organic fertilizer options available to all



Organic Fertilizer
The continued volatility in price of fertilizer, combined with heightened regulatory scrutiny, will leave many growers scratching their heads as to which way to go to fertilize their 2010 crops.

Conventional farmers and organic farmers share a need for a low cost, highly efficient source of nutrition for their crops. Many of the fertilizers that meet organic certification may also work for conventional farmers who are looking for a low-cost, readily available source of N-P-K for their farms.

Two broad choices are available for conventional growers, organic and synthetic. For organic farmers, only the organic option is available.
Jeremy DeLisle, an Extension agent in western North Carolina, speaking at the recent North Carolina-South Carolina Fruit and Vegetable Growers annual meeting, says, “Transitioning to organic farming produces some soil fertility challenges that transcend the use of conventional bulk fertilizers to achieve optimum soil fertility.”

Organic farmers can and do use composts of plant and animal materials and uncomposted plant materials are allowed under Federal NOP (National Organic Program) guidelines. Raw manure can be used, but must be applied at least 120 days prior to harvesting most crops.

The most commonly shared manure-based fertilizer used by both conventional and organic farmers is chicken litter. Nutrient component varies widely from one chicken farm to another and there is variation from one poultry house to another on the same farm.

A typical load of chicken litter might contain something close to 75 pounds of nitrogen, 27 pounds of phosphorus and 33 pounds of potassium per ton. DeLisle gave an example showing that a ton of broiler litter from a North Carolina poultry house could contribute 15 pounds of ammonium, which would be available immediately for plant uptake.

The example might also contain 60 pounds of organic nitrogen, but only 30 percent or about 18 pounds of N was available to plants over the course of the first season. The sample contained 21 pounds of phosphorus and 26 pounds of potassium, of which a producer should expect approximately 70 percent to be available in year one. DeLisle stressed that having a waste analysis performed on the sample is the key to managing applications properly.

Dairy and beef manure are also commonly used fertilizer sources. Dairy manure, like chicken litter will vary in nutrient makeup, but will typically contain 10-15 pounds of NP and K per ton. Beef manure is consistently higher in nutrient content than dairy manure with 20-25 pounds of nitrogen and phosphorus and 30 pounds of potassium. One of the more popular families of fertilizers used by organic farmers is plant-based fertilizers, primarily plant meals. All of these materials are low in N-P-K content and would not be sufficient as a stand alone fertilizer in either organic or conventional crops.

Soybean meal has 6-1-4.2 percent, respectively, nitrogen, phosphorus and potassium. Cottonseed meal is 6-2-1, alfalfa meal is 4-3-1 and kelp meal is 1-0-2. Any of these meals can be used on organic crops, regardless of whether they came from plants grown certified organic. However, none of these meals can be used on certified organic crops, if they come from GMO crops.

Animal-based fertilizers available to both organic and conventional growers include blood meal, bone meal, feather meal and fish meal. Of these, feather meal (13-0-0) is highest in nitrogen and bone meal (1-13-0) is highest in phosphorus. Fish meal has a 9-3-1 percent NPK makeup and blood meal is 12-0-0.

Like cottonseed meal, these animal-based fertilizers will be slow release and the nitrogen component will not be immediately available to crops. Conventional growers using these products as fertilizer supplements or boosts, and organic growers using animal-based fertilizers, need to understand these materials are best used when combined with cover crops, rotation strategies and other cultural practices that take advantage of their slow release characteristics, DeLisle says.

Mineral-based fertilizers that are approved for use on organic crops are much closer to the fertilizers used on conventional farms. Organic growers need to double check these materials to be sure they are on the national list of approved chemicals for certified organic farms, DeLisle stresses. Even though these products may have on the label OMRI-approved, occasionally these materials don’t make it onto the national list, he adds. OMRI is Organic Materials Review Institute. The OMRI Products List is a directory of all products OMRI has determined are allowed for use in organic production, processing, and handling. Only products that have passed this review are included in the OMRI Products List and can display OMRI Listed Seal — the organization’s registered certification mark.

Sodium nitrate (16-0-0) is available to organic farms, but can only comprise 20 percent of the total N used in the certified organic system. Also known as Bulldog Soda, this product can burn plants, but is quickly and readily available to plants. DeLisle points out that this material, like many of the organically approved products, is difficult to find these days.

Rock phosphate is another option. It is low in phosphorus (0-3-0), but has a high (23 percent) calcium content. Likewise, potassium sulphate is high in potassium (0-0-50), but also has a high (18 percent) sulphur content. For specific crops under specific soil conditions these materials may be good options for either conventional or organic farms.

“For growers considering transitioning to certified organic production, I sometimes recommend they get soil testing done and apply conventional fertilizer to get the soil up to where it needs to be, then let it stay out of production for the three-year requirement to meet organic certification. In some cases investing a fourth year is cheaper than slowly building soil nutrition up with fertilizers approved for organic production,” DeLisle says.

Greensand is another option for both organic and conventional farmers because it has a good concentration of a number of micronutrients. It has good potassium content (0-0-7) and is a good source of slow release calcium. Greensand is a sand or sediment that consists of dark greenish grains of glauconite that is usually mixed with clay or sand. It is a natural mineral that opens up tight soil and binds loose soil. It is mined most intensively in New Jersey, Arkansas and Texas.

Gypsum (0-0-0) is also a good source of calcium (23 percent) and sulphur (17 percent). Gypsum from discarded building material and other sources is commonly used in the upper Southeast as a supplemental calcium source for Virginia type peanuts. Compost is a commonly used practice for small acreage organic farms. It is low in nutrient value, but on both conventional or organic farms, it brings in a good source of micronutrients, building soil biological activity and increase cation exchange capacity, according to DeLisle. Cation exchange capability is the soil particle’s ability to hold on to the nutrients needed by plants. Compost is sort of like a glue to bind nutrients to the soil, DeLisle explains.

Among the numerous data on soil test samples, most experts agree cation exchange is the least understood. Any element with a positive charge is called a cation and, for agricultural purposes, it refers to the basic cations, calcium (Ca+2), magnesium (Mg+2), potassium (K+1) and sodium (Na+1) and the acidic cations, hydrogen (H+1) and aluminum (Al+3). The CEC refers to the total amount of these positively charged elements that a soil can hold.

The cations are held on "exchange sites" where one cation can be exchanged for the same type or a different cation. The CEC is expressed in milliequivalents per 100 grams (meq/100g) of soil. The larger this number, the more cations the soil can hold. A clay soil will have a larger CEC than a sandy soil. In the Southeast, where there are highly weathered soils, the dominant clay type is kaolinite, which has very little capacity to hold cations compared to other clays.

In some areas of the Southeast one or more of these organic sources of fertilizer are available to farmers. With today’s volatility in fertilizer costs and other input costs, these may be good options for conventional farmers to consider.

Source : http://southeastfarmpress.com

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More