ZEOLIT, SI MURAH BERKHASIAT TINGGI UNTUK KEBUN SAWIT

Penelitian aplikasi zeolit dilakukan pada pembibitan kelapa sawit untuk mengetahui pengaruhnya terhadap medium tanam dan pertumbuhan serta serapan hara bibit kelapa sawit ....Readmore

MANFAAT ZEOLITE PADA TANAH, TANAMAN, TERNAK DAN TAMBAK

Dengan majunya penemuan teknologi, zeolite disebut dengan nama mineral serba guna, karena fungsinya yang sangat beraneka ragam, .... Readmore

NATURAL ZEOLITE FOR RADIATION PROTECTION

Toxic nuclear radiation is being spread all around our world due to many reactors malfunctioning or spilling their deadly load into the environment. Radiation can .... Readmore

MEMBUAT FILTER AIR SEDERHANA DENGAN ZEOLITE

Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Karena itu jika kebutuhan akan air tersebut belum tercukupi maka dapat memberikan dampak .... Readmore

TZP Plus (Soil Conditioner)

Solusi memperbaiki lahan, meningkatkan produksi dan kualitas hasil pertanian. Terdaftar.....Readmore.


1:1 Traffic Exchange Yibbida operates a 1:1 traffic exchange system that is consistently generating web site traffic.
Showing posts with label Organic Farm. Show all posts
Showing posts with label Organic Farm. Show all posts

Wednesday, 6 February 2019

Panduan Praktis Budidaya Udang Vaname

Panduan Praktis Budidaya Udang Vaname
Udang vannamei, atau yang biasa dikenal juga dengan sebutan udang vaname, merupakan seekor hewan yang dikategorikan ke dalam keluarga udang. Udang vaname ini berasal dari daerah yang memiliki iklim sub tropis.

Ciri-ciri spesifik yang dimiliki udang satu ini adalah, ukurannya yang lebih kecil, bila dibandingkan dengan udang-udang lain dan udang windu.

Udang vaname juga masuk kedalam daftar udang yang mempunyai tingkat pertumbuhan lumayan cepat. Oleh karena banyak orang yang membudidayakan udang vaname ini.

Tidak heran kalau udang vaname ini sudah mulai banyak dibudidayakan juga di Indonesia. Selain karena permintaan pasar internasional seperti Amerika lumayan tinggi, serta kualitasnya yang juga bisa dikatakan menengah keatas.

Disamping itu, udang vaname sendiri mempunyai ketahanan yang cukup baik, baik itu dari serangan hama, ataupun penyakit.

Persiapan Tambak Udang Vaname 
Hal yang paling utama dalam langkah awal budidaya udang vaname adalah, menyiapkan tempat budidaya dengan baik, baik itu dari segi lingkungan, maupun bibit hewannya.

Langkah pertama, tambak harus dikeringkan terlebih dahulu sampai air yang ada didalam tambak sudah benar-benar kering.

Kemudian, biarkan tambak tersebut selama 1 minggu penuh supaya bibit penyakit, patogen, dan mikroorganisme lainnya yang dapat merugikan sudah hilang.

Selanjutnya, lakukan pengolahan lahan tambak / pembajakan serta pemberian zeolite powder dan pupuk organik / kimia pada tanah lahan tambak.  Pembajakan ini berfungsi supaya mikroorganisme-mikroorganisme yang bermanfaat untuk pengembangbiakan dapat hidup terlebih dahulu. Apalagi kalau mengingat udang vaname hidup di dasar tanah, setidaknya dengan melakukan pembajakan tersebut akan memberikan makanan alami untuk udang vaname.

Baca Juga :


Untuk pH tanah yang terlalu asam, kamu bisa melakukan pengapuran dengan menggunakan zeolite powder untuk membuatnya lebih ideal. pH yang ideal untuk budidaya udang vaname yaitu sekitar 6-7,5.

Selanjutnya, hal yang harus dilakukan dalam proses persiapan tambak adalah, pemupukan. Supaya lebih ekonomis, kamu bisa memberikan pupuk kandang beserta zeolite powder  kedalam tambak yang hendak dipersiapkan, caranya ialah dengan memberikan masing-masing tambak dengan dosis yang berkisar 150-200 kg/ha. Kemudian, campurkan pupuk secara menyeluruh dan merata pada semua dasar tambak. Terakhir, mengisi air sampai dengan ketinggian 100 cm dan dibiarkan selama kurang lebih 5-7 hari.

Baru setelah itu kamu bisa melakukan penebaran bibit udang vaname tersebut.

Pemilihan Bibit Dan Penebaran Bibit 
Untuk pemilihan benihnya kamu bisa memilihnya dengan selektif, supaya ketika pemeliharaan dan perkembangan udang nantinya dapat tumbuh dengan baik dan seragam.

Mungkin ada yang bertanya, bagaimana cara memilih bibit udang vaname yang unggul?

Saran kami, bibit unggul memiliki karakteristik yang berbeda, yakni tidak mempunyai luka pada tubuhnya, bisa berenang melawan arus, mempunyai insang dan usus bisa terlihat, serta bentuk dan ukurannya seragam.

 Bibit dengan kriteria tersebut dapat di peroleh dari pembudidaya bibit udang vaname.

Cara pemeliharaan dan pengembangbiakan udang vaname ini berbeda dengan jenis udang windu, yang mana ketika penebaran benihnya biasanya dilakukan ketika di pagi hari. Kalau bibit udang yang satu ini biasanya dilakukan ketika matahari sedang berada dipuncaknya, yakni siang hari.

Sebelum melakukan penebaran bibit, lakukan proses adaptasi terlebih dahulu untuk si udang, atau biasa dikenal juga dengan aklimitasi.

Cara melakukannya adalah dengan memasukkan bibit udang ke dalam plastik transparan yang sudah diisi dengan air tambak, kemudian diapungkan di dalam tambak selama kurang lebih 30-60 menit. 

Setelah proses aklimitasi selesai, kantung plastik yang tadi bisa kamu buka, kemudian perlahan tebarkan bibit udang ke tambak yang sudah dipersiapkan.

Untuk seberapa padat penebaran benihnya? Kurang lebih sekitar 10 ekor/m2.

Pemeliharaan Udang Vaname 
Pada proses awal penebaran, kurang lebih selama 7 hari pertama, udang tersebut tidak perlu diberikan pakan. Kenapa? Karena masih banyak makanan alami yang terdapat pada air tambak. Setelah lewat satu pekan, baru bisa memberinya makan dengan pelet yang memiliki tingkat protein sebanyak 30 % dari kadar pakan tersebut.

Untuk frekuensi pemberian pakannya, kamu bisa memberikannya kurang lebih sebanyak 3-4 kali dalam satu hari. Catatan, Untuk pemberian pakan juga bisa diberikan sesuai dengan umur udang vaname tersebut.

Masa Panen Udang Vaname 
Panen udang vaname sudah bisa dilakukan ketika si udang telah berumur 4-5 bulan. Perlu diingat juga, 2-3 hari sebelum proses pemanenan harus juga dilakukan pengapuran dengan zeolite powder pada tambak dengan dosis 50-70 kg/ha.  Ini berguna untuk menghindari proses molting, yakni pergantian kulit.

Untuk beratnya, udang yang ideal biasanya memiliki bobot 1 kg yang berisi 40-50 udang.

Ketika proses pemanenannya pun tidak bisa sembarangan begitu saja. Proses panen harus dilakukan ketika malam hari berlangsung, supaya menghindari cahaya matahari karena dapat merusak kualitas si udang.

Saturday, 29 September 2018

7 Cara Menanam Hidroponik Sederhana

7 Cara Menanam Hidroponik Sederhana
Menanam Hidroponik merupakan cara bercocok tanam menggunakan air. Sehingga tidak membutuhkan laha yang luas. Secara sederhana hidroponik diartikan sebagai budidaya tanaman tanpa menggunakan media tanah, dan hanya menggunakan media, air serta nutrisi. Hidroponik merupakan bentuk dari pertanian organik seperti juga cara menanam kacang hijau hidroponik.

Hasil tanaman dari budidaya secara hidroponik di klaim lebih sehat, karena selama masa budidaya tidak menggunakan pestisida atau bahan kimia lain yang berbahaya. Tentu saja hal ini sejalan dengan pola perilaku hidup sehat yang telah banyak menjadi gaya hidup masyarakat. Kepedulian akan kesehatan semakin meningkat hal itu ditunjukkan dengan pola konsumsi yang mulai berubah.

Masyarakat kini kian menyadari dan mulai berubah untuk sebisa mungkin mengkonsumsi makanan yang organik. 

Terdapat banyak jenis tanaman yang bisa dibudidayakan secara hidroponik. Sayuran seperti bayam, kangkung, sawi, tomat, cabai dan banyak lagi jenis sayuran lain.

Banyak sumber yang mengatakan bahwa budidaya hidroponik membutuhkan banyak biaya dan tentunya dengan peralatan dan perlengkapan yang harus memadai namun tidak pada cara menanam hidroponik dengan botol.

Sebenarnya dengan metode sederhanapun anda sudah bisa menanam sayuran secara hidroponik. Metode hidroponik sederhana ini biasa dipakai oleh masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Karena tidak memiliki lahan yang memadai maka metode hidroponik merupakan cara yang paling tetap untuk tetap bisa menikmati sayuran menyehatkan.

erikut 7 cara menanam hidroponik sederhana di pekarangan dengan sistem wick . Simak selengkapnya .

  • Mempersiapkan Alat dan Bahan 
 Untuk dapat membuat tanaman hidroponik sederhana alat dan bahan yang diperlukan juga relatif sederhana. Kita bahkan dapat menemukannya di sekitar kita seperti cara budidaya hidroponik sayuran.
Alat dan Bahan

Berikut alat dan bahan yang harus anda siapkan antara lain sebagi berikut :
  1. Botol plastik bekas air mineral 
  2. Kain bekas untuk sumbu (rekomendasi kain flanel) 
  3. Gelas Plastik Bekas air mineral 
  4. Nutrisi hidroponik
  5. Media tanam (rockwoll, pasir zeolite, arang sekam, pilih yang paling mudah di temukan) 


  • Membuat Hidroponik Dengan Sistem Wick 
 Setelah alat dan bahan siap maka langkah selanjutnya adalah membuat media hidroponik. Sistem wick merupakan metode sederhana dalam bertanam secara hidroponik seperti dalam cara budidaya cabe hidroponik.

Sistem ini juga merupakan metode bertanam hidroponik paling mudah, murah, dan sangat cocok bagi pemula atau para hobiis tanaman indoor. Berikut tahapan lengkap membuat media tanam hidroponik sederhana dengan sistem wick.
Sistem WICK
  1. Potong botol mineral menjadi dua bagian. 
  2. Lubangi bagian atas leher di dua sisi, untuk memudahkan anda bisa menggunakan paku yang di panaskan atau menggunakan solder. 
  3. Masukkan sumbu yang sudah di potong melalui kedua lubang yang telah dibuat tadi. 
  4. Isi pada bagian atas dengan media tanam (rekomendasi menggunakan pasir zeolite)
  5. Pasangkan bagian atas botol dan bawah secara terbalik. 
  6. Media hidroponik sederhana anda sudah dapat digunakan. 
  • Menyemai Benih Menggunakan Rockwool 
Berikut cara menyemai bibit hidroponik paling mudah.
  1. Potong rockwool dengan ukuran 2.5×2.5 cm. 
  2. Basahi rockwool, namun jangan terlalu basah. Anda dapat mencipratkan air atau menyemprotkan air ke permukaan rocwool. 
  3. Buat lubang tanam pada bagian tengah rockwool menggunakan tusuk lidi dengan kedalaman kurang lebih 2mm. 
  4. Kemudian masukkan benih sayuran kedalam lubang tanam. 
  5. Setelah itu, tutup menggunakan plastik hitam dan simpan di ruangan yang gelap. 
  6. Setelah 1-2 hari benih akan mulai menunjukkan pertumbuhan dengan pecahnya biji dan tumbuhnya bakal akar dan bakal daun.
  7. Jika sudah demikian, maka anda harus segera membuka plastik penutup dan menjemurnya dibawah cahaya matahari langsung. 
  8. Anda harus menjemurnya setiap hari, namun setelah cuaca terik sebaiknya masukkan kembali bibit semai ke dalam ruangan yang teduh. 
  9. Jika media rockwool sudah terlihat kering maka sebaiknya siram menggunakan air yang di semprotkan ke media. 
  10. Saat tanaman telah menghasilkan daun sejati, maka saat itu bibit telah siap dipindahkan media tanam hidroponik.
  • Membuat Larutan Nutrisi 
 Setelah bibit siap dipindahkan maka larutan nutrisi harus disiapkan. Dalam budidaya tanaman hidroponik larutan nutrisi merupakan hal utama yang dapat menunjang pertumbuhan optimal bagi tanaman. Ada banyak merk nutrisi untuk hidroponik yang ditawarkan secara online ataupun panduan Cara Membuat Nutrisi Hidroponik Alami. Tinggal cari di mbah google.
  • Pindah Tanam Ke Media Tanam Hidroponik 
 Tahap selanjutnya adalah memindahkan bibit ke media tanam. Pemindahan ini tidak membutuhkan keahlian khusus seperti juga keuntungan hidroponik di bidang ekonomi , tentunya ada beberapa hal yang patut anda perhatikan seperti dibawah ini :
  1. Siapkan media hidroponik yang telah dibuat sebelumnya.
  2. Isikan larutan nutrisi kebagian bawah botol. 
  3. Pindahkan rockwool yang berisi bibit tanaman ke bagian atas media yang sudah dipasangi sumbu kain flanel. 
  4. Pasangkan bagian atas dan bagian bawah media hidroponik. 
  5. Finally tanam hidroponik secara sederhana sudah selesai, namun tentunya untuk bisa memberikan hasil panen tanaman harus di rawat. 
  • Perawatan Tanaman Hidroponik 
 Perawatan tanaman hidroponik relatif lebih mudah dibandingkan dengan budidaya konvensional seperti manfaat hidroponik bagi kehidupan manusia. Dalam budidaya hidroponik, anda tidak perlu melakukan pemupukan, penyiraman, penjarangan dan penyiangan. Kunci dari menanam hidroponik sederhana adalah larutan nutrisi.

Jangan sampai larutan nutrisi sampai habis. Segera ganti saat larutan telah sedikit. Untuk dosis anda juga harus meningkatkannya secara bertahap. Karena semakin besar tanaman makan kebutuhan akan nutrisi juga semakin besar.

Botol media hidroponik juga rawan ditumbuhi lumut, sehingga anda harus rutin membersihkannya. Saat menganti larutan nutrisi anda bisa sekaligus membersihkan lumut yang menempel.
  • Panen 
 Masa panen tergantung jenis tanaman yang ditanam. Namun, secara umum kebanyakan tanaman sayuran berumur pendek dapat dipanen 30-45 hari setelah semai.

Saat sayuran siap panen maka segera lakukan pemanenan dengan cara memotong atau mencabut tanaman dari media rockwool merupakan keuntungan hidroponik dalam pertanian .

Lakukan dengan hati hati agar tidak merusak sayuran. Setelah dipanen, simpan hasil panen di tepat yang teduh agar tetap segar.

Itulah tadi, 7 cara menanam hidroponik sederhana di pekarangan dengan sistem wick. Hidroponik menjadi salah satu bentuk budidaya dalam pertanian modern. Dimana hasil panen yang dihasilkan akan lebih bersih, higenis dan sehat. Tentu saja hal ini juga menjadi alternatif untuk bisa tetap bertani meskipun dengan lahan yang terbatas.

Wednesday, 16 May 2012

Organic fertilizer options available to all



Organic Fertilizer
The continued volatility in price of fertilizer, combined with heightened regulatory scrutiny, will leave many growers scratching their heads as to which way to go to fertilize their 2010 crops.

Conventional farmers and organic farmers share a need for a low cost, highly efficient source of nutrition for their crops. Many of the fertilizers that meet organic certification may also work for conventional farmers who are looking for a low-cost, readily available source of N-P-K for their farms.

Two broad choices are available for conventional growers, organic and synthetic. For organic farmers, only the organic option is available.
Jeremy DeLisle, an Extension agent in western North Carolina, speaking at the recent North Carolina-South Carolina Fruit and Vegetable Growers annual meeting, says, “Transitioning to organic farming produces some soil fertility challenges that transcend the use of conventional bulk fertilizers to achieve optimum soil fertility.”

Organic farmers can and do use composts of plant and animal materials and uncomposted plant materials are allowed under Federal NOP (National Organic Program) guidelines. Raw manure can be used, but must be applied at least 120 days prior to harvesting most crops.

The most commonly shared manure-based fertilizer used by both conventional and organic farmers is chicken litter. Nutrient component varies widely from one chicken farm to another and there is variation from one poultry house to another on the same farm.

A typical load of chicken litter might contain something close to 75 pounds of nitrogen, 27 pounds of phosphorus and 33 pounds of potassium per ton. DeLisle gave an example showing that a ton of broiler litter from a North Carolina poultry house could contribute 15 pounds of ammonium, which would be available immediately for plant uptake.

The example might also contain 60 pounds of organic nitrogen, but only 30 percent or about 18 pounds of N was available to plants over the course of the first season. The sample contained 21 pounds of phosphorus and 26 pounds of potassium, of which a producer should expect approximately 70 percent to be available in year one. DeLisle stressed that having a waste analysis performed on the sample is the key to managing applications properly.

Dairy and beef manure are also commonly used fertilizer sources. Dairy manure, like chicken litter will vary in nutrient makeup, but will typically contain 10-15 pounds of NP and K per ton. Beef manure is consistently higher in nutrient content than dairy manure with 20-25 pounds of nitrogen and phosphorus and 30 pounds of potassium. One of the more popular families of fertilizers used by organic farmers is plant-based fertilizers, primarily plant meals. All of these materials are low in N-P-K content and would not be sufficient as a stand alone fertilizer in either organic or conventional crops.

Soybean meal has 6-1-4.2 percent, respectively, nitrogen, phosphorus and potassium. Cottonseed meal is 6-2-1, alfalfa meal is 4-3-1 and kelp meal is 1-0-2. Any of these meals can be used on organic crops, regardless of whether they came from plants grown certified organic. However, none of these meals can be used on certified organic crops, if they come from GMO crops.

Animal-based fertilizers available to both organic and conventional growers include blood meal, bone meal, feather meal and fish meal. Of these, feather meal (13-0-0) is highest in nitrogen and bone meal (1-13-0) is highest in phosphorus. Fish meal has a 9-3-1 percent NPK makeup and blood meal is 12-0-0.

Like cottonseed meal, these animal-based fertilizers will be slow release and the nitrogen component will not be immediately available to crops. Conventional growers using these products as fertilizer supplements or boosts, and organic growers using animal-based fertilizers, need to understand these materials are best used when combined with cover crops, rotation strategies and other cultural practices that take advantage of their slow release characteristics, DeLisle says.

Mineral-based fertilizers that are approved for use on organic crops are much closer to the fertilizers used on conventional farms. Organic growers need to double check these materials to be sure they are on the national list of approved chemicals for certified organic farms, DeLisle stresses. Even though these products may have on the label OMRI-approved, occasionally these materials don’t make it onto the national list, he adds. OMRI is Organic Materials Review Institute. The OMRI Products List is a directory of all products OMRI has determined are allowed for use in organic production, processing, and handling. Only products that have passed this review are included in the OMRI Products List and can display OMRI Listed Seal — the organization’s registered certification mark.

Sodium nitrate (16-0-0) is available to organic farms, but can only comprise 20 percent of the total N used in the certified organic system. Also known as Bulldog Soda, this product can burn plants, but is quickly and readily available to plants. DeLisle points out that this material, like many of the organically approved products, is difficult to find these days.

Rock phosphate is another option. It is low in phosphorus (0-3-0), but has a high (23 percent) calcium content. Likewise, potassium sulphate is high in potassium (0-0-50), but also has a high (18 percent) sulphur content. For specific crops under specific soil conditions these materials may be good options for either conventional or organic farms.

“For growers considering transitioning to certified organic production, I sometimes recommend they get soil testing done and apply conventional fertilizer to get the soil up to where it needs to be, then let it stay out of production for the three-year requirement to meet organic certification. In some cases investing a fourth year is cheaper than slowly building soil nutrition up with fertilizers approved for organic production,” DeLisle says.

Greensand is another option for both organic and conventional farmers because it has a good concentration of a number of micronutrients. It has good potassium content (0-0-7) and is a good source of slow release calcium. Greensand is a sand or sediment that consists of dark greenish grains of glauconite that is usually mixed with clay or sand. It is a natural mineral that opens up tight soil and binds loose soil. It is mined most intensively in New Jersey, Arkansas and Texas.

Gypsum (0-0-0) is also a good source of calcium (23 percent) and sulphur (17 percent). Gypsum from discarded building material and other sources is commonly used in the upper Southeast as a supplemental calcium source for Virginia type peanuts. Compost is a commonly used practice for small acreage organic farms. It is low in nutrient value, but on both conventional or organic farms, it brings in a good source of micronutrients, building soil biological activity and increase cation exchange capacity, according to DeLisle. Cation exchange capability is the soil particle’s ability to hold on to the nutrients needed by plants. Compost is sort of like a glue to bind nutrients to the soil, DeLisle explains.

Among the numerous data on soil test samples, most experts agree cation exchange is the least understood. Any element with a positive charge is called a cation and, for agricultural purposes, it refers to the basic cations, calcium (Ca+2), magnesium (Mg+2), potassium (K+1) and sodium (Na+1) and the acidic cations, hydrogen (H+1) and aluminum (Al+3). The CEC refers to the total amount of these positively charged elements that a soil can hold.

The cations are held on "exchange sites" where one cation can be exchanged for the same type or a different cation. The CEC is expressed in milliequivalents per 100 grams (meq/100g) of soil. The larger this number, the more cations the soil can hold. A clay soil will have a larger CEC than a sandy soil. In the Southeast, where there are highly weathered soils, the dominant clay type is kaolinite, which has very little capacity to hold cations compared to other clays.

In some areas of the Southeast one or more of these organic sources of fertilizer are available to farmers. With today’s volatility in fertilizer costs and other input costs, these may be good options for conventional farmers to consider.

Source : http://southeastfarmpress.com

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More