ZEOLIT, SI MURAH BERKHASIAT TINGGI UNTUK KEBUN SAWIT

Penelitian aplikasi zeolit dilakukan pada pembibitan kelapa sawit untuk mengetahui pengaruhnya terhadap medium tanam dan pertumbuhan serta serapan hara bibit kelapa sawit ....Readmore

MANFAAT ZEOLITE PADA TANAH, TANAMAN, TERNAK DAN TAMBAK

Dengan majunya penemuan teknologi, zeolite disebut dengan nama mineral serba guna, karena fungsinya yang sangat beraneka ragam, .... Readmore

NATURAL ZEOLITE FOR RADIATION PROTECTION

Toxic nuclear radiation is being spread all around our world due to many reactors malfunctioning or spilling their deadly load into the environment. Radiation can .... Readmore

MEMBUAT FILTER AIR SEDERHANA DENGAN ZEOLITE

Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Karena itu jika kebutuhan akan air tersebut belum tercukupi maka dapat memberikan dampak .... Readmore

TZP Plus (Soil Conditioner)

Solusi memperbaiki lahan, meningkatkan produksi dan kualitas hasil pertanian. Terdaftar.....Readmore.


1:1 Traffic Exchange Yibbida operates a 1:1 traffic exchange system that is consistently generating web site traffic.
Showing posts with label CEC / KTK. Show all posts
Showing posts with label CEC / KTK. Show all posts

Wednesday, 23 October 2024

Efek Zeolite pada Tanaman Padi

 

Efek Zeolite pada Tanaman Padi

Zeolit, selain dikenal sebagai pembenah tanah, juga dapat berfungsi sebagai sumber silika bagi tanaman. Zeolit adalah mineral aluminosilikat yang mengandung sejumlah besar silika (SiO₂) dalam strukturnya, meskipun tidak larut dengan cepat seperti silika murni. Namun, dalam kondisi tertentu, zeolit dapat menjadi sumber silika yang efektif untuk tanaman. 

Silika (SiO₂) adalah salah satu unsur yang penting bagi tanaman, terutama padi. Meskipun bukan unsur hara esensial dalam arti bahwa tanaman bisa tetap hidup tanpa silika, namun manfaatnya sangat signifikan, terutama bagi tanaman padi. 

Berikut adalah efek positif silika pada tanaman padi: 
  • Peningkatan Ketahanan terhadap Hama dan Penyakit 
Silika memperkuat dinding sel tanaman padi, membuatnya lebih tahan terhadap serangan hama seperti wereng, penggerek batang, dan penyakit jamur seperti blast (pyricularia). Lapisan silika pada permukaan daun juga membuat permukaan daun lebih keras, sehingga lebih sulit ditembus oleh patogen atau serangga.
  • Pengurangan Serangan Patogen Jamur 
Silika membantu mencegah infeksi jamur dengan menciptakan lapisan pelindung di jaringan tanaman, khususnya di bagian daun dan batang. Ini membantu mengurangi risiko penyakit seperti bercak daun atau blast.

  •  Peningkatan Efisiensi Penyerapan Nutrisi 

Silika dapat membantu tanaman padi menyerap unsur hara lain dengan lebih baik, seperti nitrogen, fosfor, dan kalium. Ini terjadi karena silika meningkatkan kemampuan tanaman dalam melakukan fotosintesis, yang kemudian mendukung pertumbuhan secara keseluruhan.

  •  Toleransi terhadap Stres Abiotik 

Silika membantu tanaman padi menghadapi stres lingkungan seperti kekeringan, salinitas, dan cekaman suhu. Dengan memperkuat jaringan tanaman dan meningkatkan efisiensi penggunaan air, silika membuat tanaman lebih tahan terhadap kondisi yang kurang ideal.

  •  Meningkatkan Produksi dan Kualitas Gabah 

Peningkatan jumlah dan kualitas gabah adalah salah satu efek penting dari aplikasi silika. Silika dapat memperbaiki morfologi tanaman, membuat batang lebih tegak dan kuat sehingga mampu menopang gabah yang lebih berat. Ini juga membantu mengurangi risiko rebah (lodging), yang bisa menurunkan hasil panen.

  •  Pengurangan Efek Toksisitas Unsur Logam Berat 

Silika dapat mengurangi efek toksisitas logam berat seperti aluminium (Al) dan besi (Fe) yang bisa mengganggu pertumbuhan tanaman padi, terutama pada tanah yang masam. Silika membentuk senyawa tidak larut dengan logam berat tersebut, sehingga mengurangi dampaknya terhadap tanaman.
  • Meningkatkan Kualitas Fotosintesis 
Silika memperbaiki efisiensi fotosintesis dengan cara memperbaiki posisi daun, sehingga dapat lebih optimal menangkap sinar matahari. Tanaman padi yang kaya akan silika cenderung memiliki daun yang tegak, yang mengurangi terjadinya bayangan antar daun, sehingga meningkatkan laju fotosintesis.

Dengan berbagai manfaat tersebut, zeolite sebagai sumber silika sangat penting untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi, menjaga kesehatan tanaman, dan meminimalkan penggunaan pestisida. Penggunaan pupuk silika atau bahan yang kaya silika, seperti zeolite dan abu sekam padi, semakin banyak digunakan dalam budidaya padi di berbagai negara.

Sunday, 6 October 2024

Pemupukan Tepat pada Tanaman Padi

Pemupukan Tepat pada Tanaman Padi

Untuk memahami pemupukan pada tanaman padi, kita harus mengetahui umur tanaman padi terlebih dahulu. Sekarang ini banyak varietas padi berumur genjah yang dilepas oleh pemerintah. 
Contoh, Inpari 10 berumur 108-116 hari dan Inpari 13 berumur 103 hari. Sedangkan padi ciherang dan IR 64 umumnya berumur 115 -125 hari. 
Dengan melihat dua kondisi yang berbeda ini, petani seringkali mengalami kesulitan untuk menentukan kapan waktu pemupukan yang tepat bagi keduanya. 
Teknik pemupukan tanaman padi memang sangat relatif, tidak ada ukuran secara pasti dosis dan waktu yang ditentukan, karena banyak sekali faktor yang harus diperhatikan. 
Struktur tanah dengan kondisi unsur hara yang berbeda-beda di tempat satu dengan yang lainnya, tentu juga memerlukan teknik yang berbeda dalam hal pemupukannya. 
Salah satu contoh dosis, jenis pupuk dan waktu pemupukan yang tepat pada tanaman padi adalah sebagai berikut: 
  • Pemupukan susulan pertama dilakukan saat padi berumur 7-10 HST. Pupuk yang digunakan adalah Urea 75 kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCL 50 kg/ha. 
  • Pemupukan susulan kedua diberikan saat tanaman padi berumur 21 HST menggunakan pupuk Urea sebanyak 150 kg/ha. 
  • Pemupukan susulan ketiga pada saat umur padi 42 HST menggunakan 75 kg/ha Urea dan 50 kg/ha KCl. 
Dari tiga kali pemupukan tersebut, dalam satu musim tanam padi pada luasan 1 hektar membutuhkan pupuk Urea (Nitogen) 300 kg, SP36/TSP (Phospor) 100 kg, dan KCl (Kalium) 100 kg. 
Tanaman padi memerlukan banyak hara N dibanding hara P ataupun K. Pupuk Urea perlu diberikan sebanyak 3 kali, agar pemberian pupuk N menjadi lebih efisien terserap oleh tanaman padi. Sedangkan pemberian pupuk KCl dilakukan 2 kali, agar proses pengisian gabah menjadi lebih baik. 
Untuk memantau kecukupan pupuk Urea (Nitrogen) pada tanaman padi bisa menggunakan Bagan Warna Daun (BWD). Pada alat ini terdapat empat kotak skala warna, mulai warna hijau muda hingga hijau tua, yang menggambarkan tingkat kehijauan daun tanaman padi. 
Sebagai contoh, jika daun tanaman berwarna hijau muda berarti tanaman kekurangan hara N sehingga perlu dipupuk. 
Sebaliknya, jika daun berwarna hijau tua atau tingkat kehijauan daun sama dengan warna dikotak skala 4 pada BWD berarti tanaman sudah memiliki hara N yang cukup sehingga tidak perlu lagi dipupuk. 
Monitoring pemberian pupuk dengan alat BWD dilakukan sejak 14 HST sampai fase berbunga (63 HST) setiap 7 hari sekali. 
Hasil penelitian menunjukkan, pemakaian BWD dalam kegiatan pemupukan N dapat menghemat penggunaan pupuk urea sebanyak 15-20 % dari takaran yang umum digunakan petani padi tanpa menurunkan hasil. 
Sementara itu, hara P dan K tidak perlu diberikan setiap musim. Hara P dapat diberikan tiap 4 musim sekali sedangkan hara K dapat diberikan setiap 6 musim sekali. Ini disebabkan karena pupuk P dan K yang telah diaplikasikan hanya ± 20 % dan ± 30 % nya terserap tanaman sedangkan sisanya terakumulasi dalam tanah. 
Selain pupuk kimia di atas, sangat dianjurkan untuk menambahkan pemberian pupuk pembenah tanah. Pupuk pembenah tanah yang dianjurkan berupa pupuk zeolite aktif yang memiliki KTK minimal 80 mq/100gr sebanyak 500 kg sd 1 ton ton per hektar setiap musim. 
Penggunaan pupuk zeolite aktif ini dapat mengembalikan sifat-sifat tanah, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kesuburan serta menggemburkan tanah yang telah padat karena efek penggunaan pupuk anorganik atau pupuk kimia.

Wednesday, 8 June 2016

Zeolite dan Pertanian Indonesia

Zeolite dan Pertanian

Fungsi utama mineral zeolite
Berbagai hasil penelitian yang dilaksanakan baik di laboratorium maupun di lapangan menunjukan bahwa mineral zeolite mempunyai empat fungsi utama,yaitu sebagai penukar ion (ion exchanger ),adsorpsi (adsorption),katalisator (catalysit) dan penyaring molekul berukuran halus (moliccular sieving) (Mumpton,1984b). Penukar ion.prinsip dari proses pertukaran ion pada mineral ini adalah terjadinya muatan listrik negative di seluruh struktur zeolite (bukan hanya pada di permukaan) sehingga untuk keseimbangan muatan listrik tersebut di perlukan kation yang mobile atau counter ion dalam jumlah yang sama (Semmens,1984).

Dengan demikian,proses pertukaran kation tersebut merupakan pergantian ion-ion alkali dan atau alkali tanah pada struktur pembangunan zeolite dengan ion-ion terlarut di dalam tanah lainnya.Selain itu,kation-kation yang terperangkap dalam struktur zeolite ternyata tidak terikat secara kuat sehingga sangatlah mudah untuk dipertukarkan. 

 Kapasitas Tukar Kation (KTK) adalah suatu ukuran dari jumlah kation yang dapat dipertukarkan per unit berat atau isi : dengan kata lain merupakan jumlah kation yang tersedia untuk dipertukarkan. Kristal-zeolite merupakan bahan yang sangat efektif untuk pertukaran kation dengan nilai KTK berkisar art 100-300 me/100g (Semmens, 1984). Berdasarkan hasil analisis,zeolite yang berasal dari deposit Bayah. Deposit Lampung mempunyai nilai KTK berkisar antara 150-200 me/100g yang berarti hampir dua kali lipat dari mineral mountunorilonity dan vermiculite (mineral tipe 2:1/double layer) yang umumnya ditemukan pada tanah-tanah tingkat produktivitas tinggi seperti tanah adosol (Prodmin Inter Nusa,1995),

Nilai KTK zeolite bayah tersebut hampir sama dengan KTK dari Humus. Adsorpsi zeolite dapat mengabsorpsi molekul apabila air yang dikandungnya telah di hilangkan melalui pemanasan dengan suhu tinggi,yaitu berkisar 350-400 ͦ C(Flanigen,1984). 

Pada dasarnya adsorpsi adalah penumpulan berbagai substansi terlarut dalam larutan antara 2 buah permukaan.Dalam hal ini,berbagai molekul adsobate yang berdiameter sama atau lebih kecil dari diameter celah rongga dari struktur zeolite dapat diapsorpsi,sedangkan molekul yang berdiameter lebih besar akan bertahan dan hanya melintas antara partikel zeolite (Prodmin Inter Nusa,1995).

Dengan demikian,zeolite disamping mempunyai struktur rigrid juga polaritas sangat tinggi.

Penyaringan molekul.
Proses penyaringan molekul oleh kristal zeolite terjadi melalui saringan antara partikel dan struktur rangka tiga dimensi yang porous(Flanigen,1984).

Dalam hal ini menyebabkan mineral zeolite lebih efektif sebagai penyaring, dibanding dengan penyaring konvensional lainnya. Katalis Zeolite telah banyak digunakan dalam berbagai industri kimia dan obat-obatan sebagai bahan perantara yang dapat mempercepat dan atau memperlambat suatu reaksi kimia tanpa menyebabkan perubahan struktur kimia di dalamnya. Pengaruh pemberian zeolite terhadap perbaikan produktivitas lahan terutama kapasitas tukar kation KTK tersebut ternyata meningkat dengan berkurangnya kandungan liat tanah (Mumpton,1981a)

Lebih jauh di simpulkan bahwa berkurangnya KTK karena pemberian zeolite mampu bertahan selama beberapa tahun pada lahan yang mempunyai kandungan liat tinggi. Peningkatan Efisiensi Pempukan Anorganik Zeolite dengan sifat utama, memiliki kapasitas tukar kation (KTK) dan selektifitas terhadap Ammonium dan Kalium yang tinggi, dapat digunakan sebagai bahan untuk meningkatkan efisiensi pemupukan anorganik seperti Urea (N),SP-36 (P), dan KCl (K). Kapasitas tukar kation untuk Zeolite yang ditemukan di Indonesia berkisar 150-200 me/100 g ( Prodmin Inter Nusa, 1995 ), sedangkan efektifitas kation berdasarkan berbagai hasil penelitian adalah berturut-turut (Cs-Rb,NH4,Ba Sr K Ca, Fe, Al, Mg, Li ( Ames, 1960 dalam Mumpton, 1984b). 

Selain itu Zeolite mempunyai sifat sebagai penukar ion terutama logam Alkali atau Alkali tanah seperti Na, K, Ca,Ba, dan Mg, dan penyaring molekul yang baik sehingga diharapkan  hanya yang diberikan melalui pemupukan ataupun pelapukan pupuk dengan pelepasan hara secara lambat (slow release fertilizer) ( Lewis et.a1.1984; Flanigen 1984 ). 

Mineral Zeolite bersifat basa sehingga dapat menetralkan tanah yang bersifat asam, mengurangi daya fiksasi P oleh koloid tanah (Sarief,1987), dan meningkatkan KTK serta aktifitas mikroorganisme dalam tanah ( Semmens,1984). Pemberian Zeolite yang dicampur dengan pupuk N seperti urea atau ammonium sulfat dapat meningkatkan efisiensi melalui :

  1. Pengurangan kehilangan NO3N karena pencucian dan perkolasi,
  2. Meningkatkan ketersediaan ammonium teruta pada tanah dengan kandungan liat rendah (relative kurang subur) melalui penekanan proses nitrikasi dan volatilisasi NH4, 
  3. Meningkatkan penyerapan N oleh tanaman dan, 
  4. Mengurangi keracunan perakaran tanaman karena ammonia dan nitrat yang berlebihan ( Lewis et.a1 1980; Barbarick and Pirrelli, 1984 ). 
Dalam hal ini, ammonium yang dipertukarkan oleh Zeolite dilepaskan secara lambat sehingga berperan sebagai slow realease fertilizer, sedangkan mineral zeolitenya sendiri berperan sebagai penyangga (reservoir) ammonium yang berasal dari penguraian urea yang pada akhirnya akan menekan toksisitas ammonium dan nitrat melalui penekanan aktifitas bakteri dalam proses nitrifikasi. 
Barbarick dan Pirrelli (1984) melaporkan bahwa pemberian Zeolite pada lahan sawah dapat meningkatkan ketersediaan N dalam tanah sebesar 63% karena terhambatnya koversi ammonium (NH4) menjadi Nitrat ( NO3 ) melalui proses nitrifikasi. Sehingga kehilangan Nitrat karena denitrifikasi juga menjadi berkurang. Berkurangnya proses nitrifikasi memberikan pengaruh positif terhadap ketersediaan fosfat karena berkurangnya fiksasi oleh kation-kation Al dan Fe. Pemberian Zeolite pada tanah berstektur pasir berlempung dan liat lempung berdebu dapat menghambat konversi NH4 menjadi NO3 sebesar 30-40% (Mc Know, 1978 dalam Sunarto, 1995 ). 


Sedangkan Astiana ( 1995 ) melaporkan bahwa penggunaan Zeolite 0,5-1,0% yang dicampur pupuk urea 100-299 kg /ha mampu menekan kehilangan N melalui pencucian sebesar 19-20% dan volatilisasi sebesar 19=22%. 

Hasil penelitian pada pertanaman padi sawah dengan jenis tanah alluvial di Karawang dan Subang serta grumosol di Sumedang menunjukan bahwa pemberian Zeolite yang dikombinasikan pemupukan Urea (200kg/ha), SP 36 (100kg/ha), dan KCl (100kg/ha) menyebabkan peningkatan hasil gabah kering tergantung pada takarannya . 
Dalam hal ini Zeolite mampu meningkatkan ketersediaan N,P,dan K serta unsur lainnya sehingga pertumbuhan tanaman (yang ditunjukan oleh peningkatan tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun) lebih baik yang pada akhirnya komponen hasil juga meningkat ( Bachrein et.a1., 1998)

Dari hasil analisis ekonomi ternyata keuntungan yang tertinggi diperoleh dari penggunaan Zeolite dengan takaran 200 kg/ha, yaitu sebesar RP.2.376.800/ha, untuk Subang, RP. 2,316.000./ha untuk Karawang dan RP. 1.912.00./ha untuk Sumedang. Pemberian Zeolite dengan takaran 200kg/ha tersebut dapat meningkatkan pendapatan bersih dibandingkan tanpa Zeolite berkisar RP.2.315-RP.3.455 untuk setiap kg Zeolite. 

Hasil gabah kering , keuntungan bersih, dan tingkat efisiensi pemberian Zeolite pada penanaman Padi IR 64 di Subang, Karawang,dan Sumedang MT 1996/1997. 

Takaran               Subang                                 Karawang                              Sumedang
           Hasil  Keuntungan  Efisien   Hasil  Keuntungan   Efisien   Hasil  Keuntungan  Efisien
Kg/ha   t/ha        (Rp)           (%)         t/ha         (Rp)            (%)       t/ha        (Rp)             (%)        
 0          6,2       1.812,0        100          5,4       1.675,0         100        4,8       1.223,0          100
100       7,2       2.214,0        122          6,7       1.985,0         119        6,1       1.786,0          146
200      7,6       2.376,8        131          7,5       2.138,0         138        6,4        1.912,0          156
300      7,1       2.121,0        117          7,2       2.122,0         127        5,7        1.578,0          129
400      7,1       2.132,0        118          7,1       2.064,0         123        5,4        1.612,0          132 

Hasil analisis regresi menunjukan bahwa pola hubungan antara takaran Zeolite dengan hasil gabah kering bersifat kuadratik dari persamaan tersebut , takaran maksimum pemberian Zeolite pada tanah Alluvial di Karawang dan Subang serta tanah Grumosol di Sumedang masing-masing 150, 200 dan 250 kg/ha, Takaran maksimum tersebut diperoleh dengan mencari turunan pertama dari setiap per samaan regresi : dy/dx = 0 ( Gomez and Gomez, 1984). 

Model persamaan regresi antara hasil gabah kurang (y) dan takaran Zeolite (x) di Subang, Karawang dan Sumedang MH 1996/1997. 

 Lokasi            Persamaan Regresi                           R2         Takaran Zeolite Maksimum
Subang        Y = 6,32 + 0.01 - 0.000002 X2         0,332                      150 Kg
Karawang   Y = 5,92 + 0.01 - 0.000002 X2          0,622                     200 Kg
Sumedang   Y = 4,91 + 0.01 - 0.000002 X2         0,632                      250 Kg

Berbeda nyata dengan taraf uji 5% , berbeda nyata pada taraf uji 1 %. Sumber Bachrein,et.a1 (1998).

Pengembangan usaha pertanian di masa mendatang selain bertujuan meningkatkan produksi per satuan luas juga harus disertai upaya mempertahankan atau memperbaiki produktifitas tanah dan meningkatkan efisiensi pemupukan anorganik terutama N,P dan K, beberapa cara untuk mencapai tujuan diatas adalah dengan menerapkan cara tanam LEGOWO dan pengendalian tikus dengan PBh, serta pemberian Zeolite. 

Penggunaan mineral Zeolite karena berbagai pertimbangan antara lain . Batuan deposit yang mengandung mineral Zeolite banyak terdapat di Indonesia dan hingga saat ini belum banyak dimanfaatkan untuk bidang pertanian Mineral Zeolit dengan Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan daya retensi air yang tinggi mempunyai tiga sifat Utama yang mendukung dalam peningkatan produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan anorganik, yaitu penukar ion, adsorbsi dan penyaring molekul. Biaya murah (harga zeolit sebesar RP. 950.00/kg) dan transportasi lebih mudah dibandingkan dengan pupuk organik lainnya seperti pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos.

Mineral Zeolite dapat digunakan dalam usaha pertanian khususnya tanaman pangan dan holtikultura sebagai bahan untuk : Reklamasi (perbaikan ) tanah karena terbukti dari beberapa hasil penelitian bahwa pemberian Zeolite dengan takaran 1 hingga 4 t/ha mampu meningkatkan produktivitas tanah yang ditunjukan antara lain :
  • Peningkatan pH, KTK dan kandungan N,P, Ca, Mg dan Kl. 
  • Menurunkan aluminium (Al) yang dapat dipertukarkan. 
  • Penurunan toksisitas Al terhadap perakaran tanaman dan 
  • Peningkatan produktivitas baik tanaman pangan maupun holtikultura. 
Pemberian Zeolite yang dikombinasikan dengan pemupukan urea (N), SP 36 (P) dan KCl (K) dengantakaran sesuai rekomendasi ternyata dapat :
  1. Meningkatkan ketersediaan N karena proses nitrifikasi, 
  2. Meningkatkan ketersediaan P melalui pelepasan P yang terikat oleh koloid tanah, 
  3. Meningkatkan ketersediaan K melalui pertukaran ion K dari struktur Zeolite dengan kation lain dari dalam tanah dan 
  4. Ketiga unsur tersebut dilepas secara lambat sehingga dapat dimanfaatkan secara langsung oleh perakaran tanaman. 
Secara garis besar,mineral Zeolite yang mempunyai kapasitas tukar kation (KTK) dan daya retensiair yang tinggi dapat digunakan dalam usaha pertanian untuk dua tujuan yaitu 
  1. Reklamasi tanah yang bermasalah seperti pH rendah, kelarutan N dan Fe yang tinggi, serta fiksasi fosfat oleh mineral tanah yang tinggi ( Mumpton, 1981 a ) dan 
  2. Meningkatkan efisiensi pemupukan anorganik yang sekaligus penyedia unsur hara seperti N, P dan K serta lain-lain dengan pelepasan secara lambat (slow realease fertilizer) sehingga dapat dimanfaatkan oleh perakaran tanaman secara lebih efisien ( Lewis et,Al. 1984 ). 
Reklamasi Tanah Pemanfaatan Zeolit terutama spies ( Tinoptile dan Modernite) untuk memperbaiki produktivitas tanah dengan takaran berkisar 4-15 t/ha telah banyak dilaksanakan pada tanah berpasir ( sandy soil ) dan liat ( Clay soil ) dengan kesuburan tanah rendah di Jepang, Taiwan, Amerika dan beberapa Negara lainnya ( Mumpton, 1981a ). 

Di Indonesia, pemberian Zeolite ( Tinoptilotile) dengan takaran 4-5 t/ha pada lahan kering Podsolik merah kuning Sitiung, Sumatra Barat dapat meningkatkan produktivitas tanah yang ditunjukan antara lain ;
  1. Peningkatan pH, KTK, N, P, Ca, Mg dan K serta menurunkan Al yang dapat ditukar ( Aled ) yang semakin tinggi sesuai dengan takarannya, 
  2. Penurunan pengaruh tosisitas Al terhadap perakaran tanaman baik secara langsung atau tidak langsung dan 
  3. Peningkatan produksi beberapa komoditas tanaman pangan seperti padi gogo, kedelai, jagung (Prodmin Inter Nusa, 1995), 
Pemberian Zeolite (0,2 - 1,2 t/ha) yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik (N, P dan K) dengan takaran yang sesuai rekomendasi menyebabkan peningkatan produktifitas tanah dalam jangka panjang dan produktifitas komoditas pertanian seperti gandum, terong, apel dan wortel masing-masing kisaran 13-55%, 19-55%, 13-38% dan 46-63% sesuai dengan takarannya. Pada tanah sawah,

Minato (1968) melaporkan bahwa pemberian Zeolite sebanyak 5 t/ha yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik (takaran rekombinasi) dapat meningkatkan ketersediaan N (NH4) sebesar 63% daripada kontrol tanpa Zeolite pada saat 4 minggu setelah aplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

  1.  Adiningsih, I.S. dan M. Soepartini. 1995. Pengelolaan Pupuk pada Sistem Usaha Tani Lahan Sawah. Makalah disampaikan dalam Apresiasi Metodologi Pengkajian Sistem Usaha Tani Berbasis Padi dengan Wawasan Agribisnis. Bogor 7-9 September 1995. Pusat Penelitian Ekonomi Pertanian, Bogor. 
  2. Astiana, S. 1995. Pemanfaatan Zeolit Alam dalam Peningkatan Produksi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 
  3. Bachrein S, N.S. Dimyati dan A. Dimyati 1998. Pengkajian Mineral Zeolit Zeo Agro G super pada tanaman padi sawah tadah Hujan dan Berpengairan. Makalah disajikan pada Seminar Sehari Bimas, Departemen Pertanian, Jakarta, 8 Juli 1998. Bimas. Jakarta. 
  4. Barbarick, K.A, and H.J. Pirella. 1984. Agronomic and Hoticultural Uses of Zeolite Allah Review, In. W.G. Pond and F.A. ivlumpton (eds). Use of Natural Zeolite in Agricultural and Aquaculture. Westview Press. Boulder, Colorado,p. 3-27. 
  5. Dimyati, A.S. Bachrein, M. Roehjat dan D. Soediono, 1996. Potensi Masalah dan Kendala Pengembangan Tanaman Padi di Jawa Barat Pros. Seminar Apresiasi Hasil Penelitian Balai Penelitian tanaman Padi. Sukamandi 21-23 Agustus 1995. Balitpa Sukamandi. 
  6. Flanigen, E.M. 1984. Adsorption Properties of Molecular Sieve / Zeolities Pond W.G. and FA Mumpton (eds). Use of Natural Zeolite in Agriculture and Aquaculture. Westview Press. Boulder, Colorado,p.55-68. JICA, 1993, The Study for Foremulation of arrogation development program inthe Republic of Indonesia. JICA Tokyo Japan. 
  7. Lewis, M.D, F.D. Moore and K.L. Goldberg, 1984. Ammonium exchange clinoptilotile with ureas as nitrogen fertilizer. Pond, W.G. and F.A. Mumpton (eds). Use of natural Zeolite in Agriculture and Aquaculture Westview Press, Boulder, Colorado. P. 105-111. 
  8. Manwan, I, 1994. Strategi dan langkah operasional penelitian tanaman pangan berwawasan lingkungan kinerja penelitian pangan Buku I, Kebijaksanaan dan Hasil Utama Penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 
  9. Minato, H. 1968. Characteristics and use Natural Zeolities. Koatsugasu 5.536-537. Mumpton, F.A. 1984a. The role of natural Zeolites in agriculture and

Thursday, 26 May 2016

Manfaat KAPTAN (Kapur Pertanian)

KAPTAN
Pentingnya pemberian kapur pertanian pada saat olah tanah adalah, karena sebagian besar kondisi tanah atau lahan pertanian itu sendiri memiliki kecenderungan untuk menjadi lebih asam / Acid karena berbagai faktor. Adapun faktor yang memicu terjadinya keasaman tanah antara lain seperti erosi, pengunaan pupuk-pupuk kimia berlebihan, pencucian dan dekomposisi bahan-bahan organik. pemberian kapur pertanian (KAPTAN) Ini menjadi perhatian penting bagi keseluruhan petani karena kondisi tanah pertanian yang terlalu asam dapat memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap produktivitas tanaman. 

Fungsi kapur pertanian memberikan keuntungan bagi para petani, untuk menyeimbangkan pH tanah dengan cara yang sederhana serta biaya yang murah. Dengan mengaplikasikan KAPTAN saat olah tanah diharapkan perbaikan kondisi serta menurunkan keasaman pada lahan pertanian. 

Tentang Kapur Pertanian 
Kaptan atau kapur pertanian, adalah kondisioner tanah untuk menurunkan derajat keasaman yang terbuat dari batuan kapur telah diolah atau dihancurkan terlebih dahulu menjadi debu atau kadang disebut juga kaptan. Cara kerja kapur pertanian adalah dengan melarutkan serta melepaskan zat-nya yang menurunkan keasaman tanah. 

Manfaat kapur pertanian untuk tanaman yang tumbuh dalam kondisi keasaman yang kurang ideal, dapat ditingkatkan potensi hasil jika diaplikasikan saat olah tanah. Kapur pertanian juga memberi keuntungan yang lain bagi petani, termasuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk hingga 50%. Begitu juga dengan pemakaian pupuk-pupuk organik akan semakin terasa hasilnya. 

Meskipun penggunaan kapur pertanian dapat meningkatkan kesuburan serta mengurangi keasaman tanah juga efisiensi penggunaan pupuk. Namun sejauh ini masih banyak petani-petani di Indonesia yang masih belum mengetahui serta mengaplikasikan untuk lahan pertaniannya. Tidak hanya untuk lahan pertanian saja KAPTAN memiliki manfaat yang besar, pada lahan tambak juga dapat merasakan keuntungan dari penggunaan KAPTAN ini. 

Manfaat Kapur Pertanian Bagi Tanah dan Tanaman
Aplikasi pemberian kapur saat olah tanah untuk mencegah keasaman berlebih (di mana ia mengurangi hasil produksi) dengan memanfaatkan KAPTAN pada lahan pertanian adalah praktek manajemen terbaik. Penggunaan yang tepat dari kapur merupakan salah satu komponen yang paling penting untuk langkah pengelolaan tanaman dalam rangka meningkatkan hasil, karena tanah yang tinggi kadar keasaman-nya sangat mempengaruhi baik jangka pendek , jangka panjang dan produktivitas tanaman. 

Manfaat KAPTAN meliputi :

  1. Meningkatkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah 
  2. Mempromosikan fiksasi nitrogen lebih baik dengan tanaman kacang-kacangan 
  3. Meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi tanaman 
  4. Mengurangi Racun (toksisitas) di dalam tanah pertanian 
  5. Meningkatkan efektivitas penggunaan pupuk-pupuk organik 
  6. Memasok kebutuhan kalsium, magnesium dan mineral lain untuk tanaman 
  7. Memperbaiki masalah tanah dari tingkat keasaman / ACID 
 Ketika petani menggunakan kapur pertanian membawa dampak baik untuk pH tanah dari asam mendekati ke netral, kondisi yang demikian dapat meningkatkan aktivitas organisme untuk menguraikan bahan-bahan organik di tanah, yang apada akhirnya memperbaiki struktur tanah. Hal ini juga dapat membantu menghindari pencucian hara serta meningkatkan retensi penggunan air. 


Fungsi kapur pertanian juga sangat baik untuk tanaman kacang-kacangan seperti kedelai, kacang hijau, kacang tanah. Penggunaan KAPTAN dapat mempromosikan fiksasi nitrogen yang lebih baik, proses di mana bakteri yang hidup pada akar tanaman leguminose (Rizobium) mengkonversi nitrogen yang ada di udara dapat digunakan langsung oleh tanaman. 


Kapur pertanian juga meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman dalam berbagai cara. Tanaman yang tumbuh di tanah pada kadar pH yang tepat cenderung memiliki sistem perakaran lebih luas, kemampuan sistem akar serabut yang memungkinkan tanaman untuk menyerap berbagai nutrisi lebih efektif. Selain itu, beberapa nutrisi seperti fosfor dan perubahan sulfur ke bentuk yang lebih baik tersedia bagi tanaman dengan aplikasi Kapur pertanian yang tepat. Bahkan, menurut berbagai penelitian penggunaan kapur pertanian pada pH tanah bisa mendekati netral antara 5,8 dan 7,0 memaksimalkan ketersediaan berbagai nutrisi dan mineral tanaman penting. 

Kami menyediakan KAPTAN dalam bentuk :
  1. Powder 60/80 mesh
  2. Butiran 2-5 mm

Sunday, 13 April 2014

Zeolit, Bahan Pembenah Tanah

Mesin Pembakaran Zeolite Granular
Tanaman padi merupakan sumber pokok bahan pangan di Indonesia. Dengan demikian areal pertanaman padi paling banyak mengalami degradasi tingkat kesuburan. Kesuburan ini dapat digolongkan dalam tiga kelompok yaitu: kesuburan fisika, kimia dan biologi. Menurunnya kesuburan lahan pertanaman padi merupakan ancaman bagi kelanjutan ketersediaan pangan secara nasional. 

Untuk mengatasi menurunnya kesuburan tanah ada beberapa cara yang bisa dilakukan. Termasuk dengan cara memberikan bahan pembenah tanah. Bahan pembenah tanah ini antara lain adalah batuan alami zeolit.  

Batuan zeolit adalah mineral alami berbahan dasar kelompok alumunium silikat yang terhidrasi logam alkali dan alkali tanah (terutama Na dan Ca). Batuan ini berwama abu-abu sampai kebiru-biruan. Para ahli mineralogi menyatakan zeolit mengandung lebih dari 30 mineral alami. Diantaranya: Natrolit, Thomsonit, Analit, Hendalit, Clinoptilotit dan Mordernit

Abu Vulkanis 

Mineral ini berasal dari tufa abu vulkanis. Pertama kali ditemukan oleh mineralogist Swedia, Axel Frederick Crontstedt. Nama zeolit sendiri berasal dari bahasa Latin yang artinya batu yang mendidih. Karena salah satu karakternya melepas air yang dikandungnya waktu dipanaskan sehingga nampak seperti batu yang mendidih. Dengan pemanasan sampai 500 derajat C maka zeolit akan mengalami aktifasi, berupa kemampuan mengikat kation menjadi lebih tinggi. Kemampuan mengikat kation inilah yang akan banyak dibahas dalam penulisan masalah zeolit ini. 

Dalam Dunia Pertanian 

Pemanfaatan zeolit di Indonesia masih terbatas, karena belum semua masyarakat tani Indonesia menyadari manfaatnya. Yakni sebagai bahan pembenah tanah. Salah satu sifat kimia dari zeolit adalah kemampuannya mengikat kation yang tinggi. Dalam ilmu tanah disebut dengan KPK (Kapasitas Pertukaran Kation). Nilai KPK dari zeolit ini adalah 120 me/100 gr. 

Nilai KPK ini merupakan parameter tingkat kesuburan suatu jenis tanah. Maka apabila zeolit yang sudah diproses kemudian diberikan pada lahan pertanian akan meningkatkan nilai KPK tanah sekaligus meningkatkan kesuburan tanah. Nilai KPK ini akan menentukan kemampuan tanah untuk mengikat (mengawetkan) pupuk yang diberikan. 

Misalnya tanah dipupuk dengan Urea. Dalam tanah urea akan membentuk ion amonium (NH4+), ion ini apabila tidak diikat oleh tanah (zeolit) maka akan terbuang percuma lewat air irigasi. Dengan demikian unsur hara yang diberikan lewat pemupukan akan lebih efisien apabila tanah pertanian diberi zeolit. Zeolit tidak hanya mengawetkan unsur N saja, tetapi juga K, Ca dan Mg. 

Kemampuan mengawetkan pupuk ini berarti akan menghemat beaya pemupukan. Secara kasar petani di eks Karesidenan Surakarta bisa menghitung apabila menggunakan zeolit maka akan menghemat pupuk sekitar 30 % dari dosis yang diberikan. Hal ini tanpa mengurangi produksi tanaman padi. Bahkan untuk tanah dengan kandungan P sedang sampai cukup selama tiga musim tanam berturut-turut petani tidak menggunakan pupuk P (TSP atau SP 36), hanya dengan menambahkan zeolit pada pupuk mereka. 

Bahkan karena realitas di atas ada sebagian petani yang beranggapan bahwa zeolit bisa menggantikan peran pupuk P sebagai pupuk dasar. Sebenarnya dari produsen sudah mencantumkan dalam kemasan tentang penggunaan zeolit tersebut. Bahwa zeolit adalah bahan pedamping pupuk Urea, SP-36 dan KCI, bukan pengganti pupuk tersebut. Tetapi dalam bahasa bisnis sering dikatakan sebagai pupuk dasar (pupuk P) yang murah......

Kandungan Utama 

Secara kimia kandungan zeolit yang utama adalah: Si02 = 62,75%; A1203 =12,71 %; K20 = 1,28 %; CaO = 3,39 %; Na2O = 1,29 %; MnO = 5,58 %; Fe203 = 2,01 %; MgO = 0,85 %; Clinoptilotit = 30 %; Mordernit = 49 %. Sedangkan nilai KPK antara 80 - 120 me/100 gr, nilai yang tergolong tinggi untuk penilaian tingkat kesuburan tanah. Nilai KPK ini akan menentukan kemampuan bahan tersebut untuk menyimpan pupuk yang diberikan sebelum diserap tanaman.

Secara umum fungsi zeolit bagi lahan pertanian adalah:
  • Meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air irigasi lahan persawahan. 
  • Menjaga keseimbangan pH tanah. 
  • Mampu mengikat logam berat yang bersifat meracun tanaman misalnya Pb dan Cd. 
  • Mengikat kation dari unsur dalam pupuk misalnya NH4+ dari urea K+ dari KC1, sehingga penyerapan pupuk menjadi effisien (tidak boros). 
  • Ramah lingkungan karena menetralkan unsur yang mencemari lingkungan.
  • Memperbaiki struktur tanah (sifat fisik) karena kandungan Ca dan Na. 
  • Meningkatkan KPK tanah (sifat kimia). 
  • Meningkatkan hasil tanaman. 

Bila dibandingkan dengan bahan organik dalam fungsinya sebagai pemantap tanah, maka zeolit akan lebih unggul. Secara teknis sebenarnya bahan organik juga bisa menggantikan peran zeolit. Tetapi ada beberapa kelemahan dari bahan organik sehubungan dengan aplikasinya di lahan pertanian. Kelemahan itu antara lain bahan organik akan melepaskan asam-asam organik yang akan menurunkan pH tanah. Menurunnya pH tanah berarti menurun pula tingkat kesuburan tanah.

Bahan organik juga mempunyai sifat mengikat dan tidak akan melepaskan unsur-unsur mikro (chellating agent) sehingga tanaman kekurangan unsur mikro (Fe, Mn, Cu dan Mo). Kemudian dalam aplikasinya sulit disosialisasikan pada tingkat petani, karena kuantitasnya yang besar dan tidak semua petani memiliknya.

Tetapi dengan menggunakan zeolit maka petani akan lebih mudah dalam aplikasinya di lahan pertanian. Disamping karena harganya murah juga dapat dipakai dengan mudah dan ringkas.

Penggunaan zeolit dalam lahan pertanian ibarat memberi makan tanaman dengan wadahnya. Jadi apabila tanah diberi pupuk dengan tambahan zeolit, maka ibaratnya zeolit adalah wadahnya dan pupuk adalah makanannya. Dengan demikian pupuk (makanan) yang diberikan pada tanaman akan selalu tersedia dan awet karena tidak tercecer kemana-mana.

 Tambang Zeolit 

Potensi bahan tambang zeolit di Indonesia sangat melimpah. Hampir setiap daerah yang memiliki pegunungan kapur maka disitulah kaya akan zeolit. Kebanyakan zeolit di Indonesia didominasi oleh jenis mineral Mordernit dan Klinoptilotit. Misalnya untuk Jawa Barat bagian selatan terdapat di Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi. Untuk dapat dipakai sebagai bahan pembenah tanah maka zeolit harus diproses terlebih dahulu.
Proses tersebut secara sederhana dapat dirangkai sebagai berikut:
  1. Penambangan dari areal tambang berupa batuan bongkah-bongkah batu zeolit yang berwarna kelabu sampai hijau tua diambil dari lokasi penambangan. 
  2. Aktifasi berupa pemanasan seperti layaknya membakar batu kapur. Dikehendaki untuk menjadikan zeolit menjadi mineral aktif maka dipanaskan pada suhu minimal 500 derajat C. 
  3. Penghancuran (chrussing). Dengan menggunakan jaw chrusser maka dari bongkah-bongkah batuan zeolit dipecah menjadi ukuran yang lebih kecil. 
  4. Penghalusan (grinding dan screening). Proses ini bertujuan untuk mendapatkan bentuk tepung dari batuan zeolit. Ukuran yang dikehendaki untuk keperluan pertanian antara 80-100 mesh. Sedangkan untuk keperluan industri di atas 300 mesh. 
  5. Granulasi. Untuk memudahkan aplikasi di lahan pertanian maka dari bentuk tepung dibuat butiran (granulair). Ukuran granulasi ini biasanya antara 3 mm-5 mm. Bentuk butiran ini akan segera larut bila berada dalam air sehingga akan cepat bereaksi dengan pupuk yang diberikan. 
  6. Pengemasan. Guna memudahkan dalam pengangkutan maka dari bentuk butiran ini dikemas dalam karung dengan berat 50 kg. Kemudian diberi merk sesuai dengan keinginan masing-masing perusahaan. Dianjurkan untuk penggunaan pada tanah yang berpasir berukuran 100 mesh atau lebih sedangkan untuk tanah tekstur lempungan ukurannya di bawah 100 mesh. 

Prospek Pengembangan 

Suatu langkah terobosan yang patut diperhatikan penggunaan zeolit sebagai pembenah tanah. Bagi daerah yang berpotensi untuk eksplorasi dan eksploitasi bahan tambang tersebut seyogyanya mulai berbenah diri. Memanfaatkan potensi alam tersebut untuk pengembangan dan pembangunan wilayah. Sebenarnya zeolit banyak diperlukan pada berbagai sektor industri. Mulai dari industri kertas, elektronika, deterjen, filter polutan dll. Bisa dihitung berapa juta ton pupuk bisa dihemat apabila penggunaan zeolit dicanangkan di seluruh Indonesia. (Ir Harjono-35)
Sumber : suaramerdeka.com

Wednesday, 16 May 2012

Organic fertilizer options available to all



Organic Fertilizer
The continued volatility in price of fertilizer, combined with heightened regulatory scrutiny, will leave many growers scratching their heads as to which way to go to fertilize their 2010 crops.

Conventional farmers and organic farmers share a need for a low cost, highly efficient source of nutrition for their crops. Many of the fertilizers that meet organic certification may also work for conventional farmers who are looking for a low-cost, readily available source of N-P-K for their farms.

Two broad choices are available for conventional growers, organic and synthetic. For organic farmers, only the organic option is available.
Jeremy DeLisle, an Extension agent in western North Carolina, speaking at the recent North Carolina-South Carolina Fruit and Vegetable Growers annual meeting, says, “Transitioning to organic farming produces some soil fertility challenges that transcend the use of conventional bulk fertilizers to achieve optimum soil fertility.”

Organic farmers can and do use composts of plant and animal materials and uncomposted plant materials are allowed under Federal NOP (National Organic Program) guidelines. Raw manure can be used, but must be applied at least 120 days prior to harvesting most crops.

The most commonly shared manure-based fertilizer used by both conventional and organic farmers is chicken litter. Nutrient component varies widely from one chicken farm to another and there is variation from one poultry house to another on the same farm.

A typical load of chicken litter might contain something close to 75 pounds of nitrogen, 27 pounds of phosphorus and 33 pounds of potassium per ton. DeLisle gave an example showing that a ton of broiler litter from a North Carolina poultry house could contribute 15 pounds of ammonium, which would be available immediately for plant uptake.

The example might also contain 60 pounds of organic nitrogen, but only 30 percent or about 18 pounds of N was available to plants over the course of the first season. The sample contained 21 pounds of phosphorus and 26 pounds of potassium, of which a producer should expect approximately 70 percent to be available in year one. DeLisle stressed that having a waste analysis performed on the sample is the key to managing applications properly.

Dairy and beef manure are also commonly used fertilizer sources. Dairy manure, like chicken litter will vary in nutrient makeup, but will typically contain 10-15 pounds of NP and K per ton. Beef manure is consistently higher in nutrient content than dairy manure with 20-25 pounds of nitrogen and phosphorus and 30 pounds of potassium. One of the more popular families of fertilizers used by organic farmers is plant-based fertilizers, primarily plant meals. All of these materials are low in N-P-K content and would not be sufficient as a stand alone fertilizer in either organic or conventional crops.

Soybean meal has 6-1-4.2 percent, respectively, nitrogen, phosphorus and potassium. Cottonseed meal is 6-2-1, alfalfa meal is 4-3-1 and kelp meal is 1-0-2. Any of these meals can be used on organic crops, regardless of whether they came from plants grown certified organic. However, none of these meals can be used on certified organic crops, if they come from GMO crops.

Animal-based fertilizers available to both organic and conventional growers include blood meal, bone meal, feather meal and fish meal. Of these, feather meal (13-0-0) is highest in nitrogen and bone meal (1-13-0) is highest in phosphorus. Fish meal has a 9-3-1 percent NPK makeup and blood meal is 12-0-0.

Like cottonseed meal, these animal-based fertilizers will be slow release and the nitrogen component will not be immediately available to crops. Conventional growers using these products as fertilizer supplements or boosts, and organic growers using animal-based fertilizers, need to understand these materials are best used when combined with cover crops, rotation strategies and other cultural practices that take advantage of their slow release characteristics, DeLisle says.

Mineral-based fertilizers that are approved for use on organic crops are much closer to the fertilizers used on conventional farms. Organic growers need to double check these materials to be sure they are on the national list of approved chemicals for certified organic farms, DeLisle stresses. Even though these products may have on the label OMRI-approved, occasionally these materials don’t make it onto the national list, he adds. OMRI is Organic Materials Review Institute. The OMRI Products List is a directory of all products OMRI has determined are allowed for use in organic production, processing, and handling. Only products that have passed this review are included in the OMRI Products List and can display OMRI Listed Seal — the organization’s registered certification mark.

Sodium nitrate (16-0-0) is available to organic farms, but can only comprise 20 percent of the total N used in the certified organic system. Also known as Bulldog Soda, this product can burn plants, but is quickly and readily available to plants. DeLisle points out that this material, like many of the organically approved products, is difficult to find these days.

Rock phosphate is another option. It is low in phosphorus (0-3-0), but has a high (23 percent) calcium content. Likewise, potassium sulphate is high in potassium (0-0-50), but also has a high (18 percent) sulphur content. For specific crops under specific soil conditions these materials may be good options for either conventional or organic farms.

“For growers considering transitioning to certified organic production, I sometimes recommend they get soil testing done and apply conventional fertilizer to get the soil up to where it needs to be, then let it stay out of production for the three-year requirement to meet organic certification. In some cases investing a fourth year is cheaper than slowly building soil nutrition up with fertilizers approved for organic production,” DeLisle says.

Greensand is another option for both organic and conventional farmers because it has a good concentration of a number of micronutrients. It has good potassium content (0-0-7) and is a good source of slow release calcium. Greensand is a sand or sediment that consists of dark greenish grains of glauconite that is usually mixed with clay or sand. It is a natural mineral that opens up tight soil and binds loose soil. It is mined most intensively in New Jersey, Arkansas and Texas.

Gypsum (0-0-0) is also a good source of calcium (23 percent) and sulphur (17 percent). Gypsum from discarded building material and other sources is commonly used in the upper Southeast as a supplemental calcium source for Virginia type peanuts. Compost is a commonly used practice for small acreage organic farms. It is low in nutrient value, but on both conventional or organic farms, it brings in a good source of micronutrients, building soil biological activity and increase cation exchange capacity, according to DeLisle. Cation exchange capability is the soil particle’s ability to hold on to the nutrients needed by plants. Compost is sort of like a glue to bind nutrients to the soil, DeLisle explains.

Among the numerous data on soil test samples, most experts agree cation exchange is the least understood. Any element with a positive charge is called a cation and, for agricultural purposes, it refers to the basic cations, calcium (Ca+2), magnesium (Mg+2), potassium (K+1) and sodium (Na+1) and the acidic cations, hydrogen (H+1) and aluminum (Al+3). The CEC refers to the total amount of these positively charged elements that a soil can hold.

The cations are held on "exchange sites" where one cation can be exchanged for the same type or a different cation. The CEC is expressed in milliequivalents per 100 grams (meq/100g) of soil. The larger this number, the more cations the soil can hold. A clay soil will have a larger CEC than a sandy soil. In the Southeast, where there are highly weathered soils, the dominant clay type is kaolinite, which has very little capacity to hold cations compared to other clays.

In some areas of the Southeast one or more of these organic sources of fertilizer are available to farmers. With today’s volatility in fertilizer costs and other input costs, these may be good options for conventional farmers to consider.

Source : http://southeastfarmpress.com

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More