ZEOLIT, SI MURAH BERKHASIAT TINGGI UNTUK KEBUN SAWIT

Penelitian aplikasi zeolit dilakukan pada pembibitan kelapa sawit untuk mengetahui pengaruhnya terhadap medium tanam dan pertumbuhan serta serapan hara bibit kelapa sawit ....Readmore

MANFAAT ZEOLITE PADA TANAH, TANAMAN, TERNAK DAN TAMBAK

Dengan majunya penemuan teknologi, zeolite disebut dengan nama mineral serba guna, karena fungsinya yang sangat beraneka ragam, .... Readmore

NATURAL ZEOLITE FOR RADIATION PROTECTION

Toxic nuclear radiation is being spread all around our world due to many reactors malfunctioning or spilling their deadly load into the environment. Radiation can .... Readmore

MEMBUAT FILTER AIR SEDERHANA DENGAN ZEOLITE

Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Karena itu jika kebutuhan akan air tersebut belum tercukupi maka dapat memberikan dampak .... Readmore

TZP Plus (Soil Conditioner)

Solusi memperbaiki lahan, meningkatkan produksi dan kualitas hasil pertanian. Terdaftar.....Readmore.


1:1 Traffic Exchange Yibbida operates a 1:1 traffic exchange system that is consistently generating web site traffic.

Monday, 26 July 2010

Standar Pupuk Organik Granul Perlu Direvisi

Di dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah, dikenal istilah Pupuk Organik Granul. Pupuk organik didefinisikan sebagai pupuk yang berasal dari sisa tanaman dan/atau kotoran hewan yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair dan dapat diperkaya dengan bahan mineral alami dan/atau mikroba yang bermanfaat memperkaya hara, bahan organik tanah, dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

Permentan No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 lahir dalam rangka mendukung program subsidi pupuk organik, pupuk hayati dan pembenah tanah kepada petani yang diberikan melalui Departemen Pertanian. Para produsen pupuk organik granul harus memperhatikan Permentan tersebut. Namun sayangnya, di dalam persyaratan teknisnya pada beberapa hal masih terdapat informasi yang mengundang banyak pertanyaan sehingga perlu direvisi.

Berdasarkan Permentan No. 28/Permentan/SR.130/5/2009, beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam POG antara lain adalah rasio C/N, kandungan bahan ikutan, kandungan unsur mikro, kandungan organisme patogen, kandungan organik, dan kadar air.

Dalam Permentan tersebut, pupuk organik granul dibagi menjadi dua kelompok yaitu pupuk organik granul biasa (tanpa tambahan mikroba fungsional) dan pupuk organik granul dengan tambahan mikroba fungsional (seperti mikroba penambat N2 bebas, mikroba pelarut P, mikroba penyedia K dan sebagainya). Perbedaan kedua kelompok tersebut dalam persyaratan teknisnya hanya pada kriteria kandungan mikroba fungsional dan kadar air.

Kadar Air
Kadar air yang diperbolehkan dalam pupuk organik granul murni adalah antara 4-15%, sedangkan untuk pupuk organik granul yang diperkaya mikroba adalah 10-20%.

Batasan kadar air serendah itu untuk proses produksi pupuk organik granul dari kompos perlu dikritisi karena dalam proses pembuatannya boros energi dan mematikan kandungan beraneka ragam mikroba positif bawaan (native microbe) kompos yang digranulkan. Mengapa boros energi dan mematikan aneka mikroba?

Hal itu disebabkan karena untuk mengejar persyaratan tersebut, para produsen pupuk organik granul biasanya menggunakan mesin pengering dengan suhu hingga 100-200oC sehingga memerlukan pasokan energi yang cukup tinggi. Pasokan energi yang tinggi berarti pasokan biaya yang tinggi pula.

Sementara itu, dengan ekspos suhu di atas 100oC selama beberapa detik atau menit di mesin pengering, aneka ragam mikroba positif yang terdapat di dalam pupuk organik granul akan mati. Padahal mikroba-mikroba yang terdapat dalam kompos sangat bermanfaat dalam peningkatan kesuburan tanah.

Dengan demikian, implikasi dari persyaratan kadar air tersebut telah membawa pada konsekuensi logis pada pemborosan energi dan matinya aneka mikroba positif. Oleh karena itu hendaknya persyaratan kadar air dalam Permentan tersebut tidak serendah itu, tetapi ditingkatkan menjadi lebih tinggi lagi misalnya 20-30% (baik bagi pupuk organik granul murni maupun pupuk organik granul yang diperkaya mikroba).

Penentuan kadar air serendah itu mungkin cocok bagi industri pupuk kimia granul, bukan pupuk organik granul, yang memang bebas dari mikroba dan memerlukan bentuk yang kompak, bulat, dan keras.

Kandungan Mikroba Fungsional
Kandungan mikroba fungsional (penambat N, Pelarut P, atau Penyedia K) di dalam pupuk organik granul hasil pengayaan, minimal sebanyak 103/gram. Penambahan mikroba fungsional tersebut tentunya akan lebih efektif lagi kalau mikroba positif penghuni kompos tidak keburu mati pada saat pengeringan granul.

Dan seandainya tanpa pengeringan dengan suhu tinggi (dalam rangka menuju kadar air yang distandarkan), pupuk organik granul murni (sekalipun tanpa penambahan mikroba fungsional) secara alami telah membawa mikroba fungsional pula dengan jenis yang sangat beraneka ragam dan relatif adaptif.

Selain itu, seandainya pengeringannya dilakukan dengan suhu yang tidak terlampau tinggi, penambahan mikroba fungsional dapat dilakukan pada tahap granulasi sehingga tahap pengayaan mikroba setelah proses pengeringan dapat ditiadakan. Hal tersebut berarti juga akan menghemat ongkos produksi pupuk organik granul.

Rasio C/N
Dalam Permentan, rasio C/N yang biasanya terkait dengan tingkat kematangan produk kompos tidaklah mendapat perhatian yang serius sehingga nilainya relatif longgar dan rancu. Terkait dengan hal tersebut, di persyaratan disebutkan bahwa kandungan rasio C/N pupuk organik granul antara 15-25.

Rasio C/N dengan ambang batas atas sebesar 25 terlalu longgar karena biasanya dengan nilai sebesar itu dalam kacamata komposting, komposnya belum begitu matang. Sementara itu pembatasan rasio C/N pada batas bawah 15 adalah rancu, karena sebenarnya rasio C/N akan semakin baik jika semakin mendekati rasio C/N tanah (sekitar 10).

Cara pandang terhadap besaran rasio C/N tidak bisa dilepaskan dengan kriteria kompos matang karena bahan baku pupuk organik granul adalah kompos. Umumnya kriteria kompos yang telah matang adalah di bawah angka 20, dan tanpa ambang batas bawah.

Tingkat Keasaman (pH)
Di dalam Permentan tingkat keasaman pupuk organik granul terlalu longgar rentangnya yaitu antara 4-8. Hal ini juga mengundang pertanyaan karena nilai pH 4 merupakan nilai yang cukup ekstrim (karena sangat asam) bagi kehidupan organisma sehingga pemakaiannya untuk tanaman pada keasaman tersebut perlu dipertimbangkan dengan baik. Jika pH-nya masih serendah itu, tanaman yang dipupuk bisa mati. Standar keasaman yang baik adalah antara 6,5- 8,0.

Kandungan Unsur Makro (C, N, P2O5 dan K2O)
Kandungan C dalam pupuk organik granul minimal 12%. Nilai kandungan C, terutama C-organik, dalam POG akan memberikan indikasi besarnya kandungan material organik, karena dalam persyaratan pupuk organik granul tidak ada kriteria kandungan bahan organik. Semakin tinggi kandungan C akan semakin tinggi kandungan bahan organik.

Lain halnya dengan kandungan C, kandungan unsur N, dan senyawa P2O5 dan K2O justru dibatasi tidak boleh lebih dari 6%. Pernyataan tidak boleh melebihi 6% tidak jelas alasannya, karena biasanya yang dibatasi adalah kandungan minimumnya dan dibiarkan tidak ada batas atasnya. Hal tersebut terkait dengan penyediaan unsur N, P dan K yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Semakin besar kandungan unsur NPK dalam beberapa hal tentunya sangat baik bagi pemupukan.

Kandungan Bakteri Patogen
Nilai ambang kandungan fecal Coli dan Salmonella masing-masing adalah tidak boleh melebihi 100 MPN/gr. Bakteri Coli dan Salmonella adalah bakteri yang berasal dari saluran pencernaan manuasia dan hewan mamalia lainnya yang dapat menyebabkan sakit perut.

Keberadaan kedua bakteri tersebut mengindikasikan bahwa material tersebut tercemar oleh material fekal (kotoran). Oleh karena bahan baku pupuk organik granul biasanya adalah kotoran hewan, maka kemungkinan pupuk organik granul yang diproduksi juga mengandung bakteri patogen tersebut. Jika kedua macam bakteri tersebut terdeteksi dalam jumlah yang banyak, kemungkinan besar material tersebut juga tercemar oleh jenis bakteri patogen lainnya.

Kandungan bakteri patogen dapat diminimalisir atau dibasmi dengan proses komposting aerobik yang terkendali. Dalam proses komposting aerobik akan terjadi efek pasteurisasi selama beberapa hari yang dapat mematikan bibit-bibit penyakit patogen.

Tabel Kriteria POG menurut Permentan No. 28/Permentan/SR.130/5/2009



Sumber : http://sriwahyono.blogspot.com

Go Organik 2010 Tidak Mencapai Target

Photo Granular Organik 2-5 mm produksi PT Khatulistiwa Hijau Prima


Sejak 5 tahun yang lalu Pemerintah telah mencanangkan go organik tahun 2010. Visinya pada tahun 2010 diharapkan Indonesia mampu menjadi produsen pangan organik terkemuka di dunia. Melihat perkembangannya yang sudah hampir memasuki tahun 2010, nampaknya target go organik tahun 2010 bisa dipastikan tidak tercapai. Untuk itu perlu dibuat target baru, yang harus diimbangi dengan sistematika pencapaian yang realistis, dan pemerintah harus membuat roadmap lagi. Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (Maporina) bersedia menjadi partner pemerintah untuk menyusun roadmap baru tersebut

Dr. Zaenal Soedjais, Ketua Umum Maporina kepada Business News mengatakan, lahan pertanian kita yang sudah memakai pupuk organik kecil sekali baru sekitar 40.000 ha-60.000 ha. Untuk meningkatkan pemakaian pupuk organik, kuncinya adalah harus bisa meyakinkan petani. Artinya pemerintah bersama masyarakat pertanian organik harus melakukan sosialisasi kepada petani, sampai petani sadar betul akan manfaat penggunaan pupuk organik bagi pembangunan pertanian berkelanjutan berwawasan lingkungan.

Kalau ingin mendorong petani mengurangi pemakaian pupuk kimia, solusi yang bisa segera dilakukan adalah memacu petani berpikir mencari pupuk alternatif/organik yang harganya murah guna menstubtitusi pemakaian pupuk kimia. Untuk itu harga pupuk kimia secara bertahap harus dinaikkan hingga mencapai harga nonsubsidi, sehingga di mata petani harga pupuk kimia menjadi mahal, kemudian petani dipaksa berpikir mengurangi pemakaian pupuk kimia. Upaya lain adalah menyadarkan petani secara paksa harus memakai pupuk organik, dengan cara menghambat penyaluran pupuk kimia, sehingga diharapkan dapat mempercepat transformasi pemakaian pupuk organik secara massal.

Selain faktor kesadaran petani dalam memakai pupuk organik masih rendah, faktor lainnya yang menyebabkan tidak tercapainya target go organik tahun 2010 adalah jumlah produksi pupuk organik secara nasional masih kecil, belum mencukupi kebutuhan petani. Untuk meningkatkan produksi pupuk organik secara nasional, pemerintah diminta terus mendorong pembangunan pabrik pupuk organik dengan memberikan berbagai insentif. Insentif tidak lagi diberikan dalam bentuk subidi harga. Artinya harga pupuk organik dilepas menurut mekanisme pasar, dan pupuk organik tidak perlu disubsidi lagi.

Selain mendorong tumbuhnya industri pupuk organik skala kecil di sentra-sentra pertanian untuk memenuhi kebutuhan wilayahnya, pemerintah diminta memberikan bimbingan teknis kepada para petani untuk mengembangkan sendiri produksi pupuk organik. Dalam mengembangkan industri pupuk organik tersebut petani harus diberi insentif berupa kredit dengan bunga sangat murah, pada waktu petani membangun pabrik pupuk organik beberapa fasilitas infrastruktur yang diperlukan supaya dibiayai oleh pemerintah. Apabila ada peralatan pabrik yang diimpor, hendaknya pemerintah membebaskan bea masuknya, dan PPN-nya supaya ditanggung pemerintah. Dengan demikian petani tetap mendapatkan subsidi dengan cara yang berbeda.

Kebijakan pemerintah yang dilakukan sekarang dengan memberikan subsidi harga pupuk organik melalui BUMN industri pupuk dan BUMN PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani, dinilai tidak bisa mencakup semua pabrik pupuk organik, hanya sebagian kecil saja yang menikmati subsidi. Mekanisme pemberian subsidi pupuk organik seperti itu tidak adil, karena produsen pupuk organik yang kecil-kecil, bahkan pupuk organik yang dibikin sendiri oleh petani, akhirnya tidak dihargai, dan yang mendapat subsidi hanya pabrik pupuk organik yang besar-besar saja.

Maporina mengamati kebijakan memberikan subsidi melalui pupuk organik menimbulkan "moral haza rt". Pemerintah membeli pupuk organik Rpl.500/kg, kemudian dijual kepada petani Rp500/ kg. Namun apabila ada petani yang tercantum dalam daftar Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) tidak/belum mau memakai pupuk organik, mereka dipaksa menandatangani bukti penerimaan barang fiktif, dan diberi imbalan berupa bagian uang subsidi Rp500,-/kg. Sisa subsidi lainnya dibagi-bagi kepada petugas lapangan yang menyalurkan pupuk organik bersubsidi. Kemudian pupuk organik yang secara fisik tidak diterima petani tersebut, dibawa keliling lagi dijadikan pupuk organik bersubsidi dan disalurkan lagi kepada petani yang lain. Alasan petani tidak mau memakai pupuk organik, karena dia merasa tidak yakin pupuk organik dapat meningkatkan produksi. Petani umumnya masih lebih yakin memakai pupuk kimia yang dapat meningkatkan produksi.

Belakangan ini beberapa industri pupuk organik mulai terasa kekurangan bahan baku dari kotoran hewan. Penyebabnya jumlah ternak sapi dan ayam yang dipelihara yang dapat menghasilkan kotoran hewan tidak sebanding dengan jumlah kebutuhan bahan baku industri pupuk organik. Kalau bahan baku pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan tidak mencukupi, Maporina mengusulkan agar industri pupuk organik memanfaatkan sisa-sisa limbah pertanian seperti jerami, dan dedaunan lainnya. Untuk memperbesar produksi pupuk organik dari limbah pertanian, petani harus dibantu memiliki alat pencacah jerami, kemudian jerami difermentasi dicampur dengan microba agar cepat membusuk. Limbah pertanian tersebut diolah sedikit dan ditambah bio-fertilizer, sudah menjadi pupuk organik, kemudian dikembalikan ke tanah menjadi sumber hara yang sangat bermanfaat untuk menyuburkan tanah pertanian. Proses tersebut dinamakan eco-farming, suatu sistem pertanian yang mempunyai kepedulian menjaga ekologi sekitarnya. Proses tersebut merupakan siklus yang berkelanjutan, tidak terpotong-potong dan alamiah. Kalau proses ini bisa dijalankan indah sekali, karena tidak ada pembakaran jerami/limbah pertanian, sehingga cuaca bersih dan tidak terjadi polusi.

Sumber : http://bataviase.co.id/detailberita-10410831.html

Sunday, 25 July 2010

Mau Jadi Profesional atau Entrepreneur ?






Saya pernah di tanya oleh someone, pertanyaannya sepele cuma "Mau Jadi Profesional atau Entrepreneur ?" He..he... cuma kepikiran juga deh, akhirnya browsing di mbah google. Hasilnya di rangkum :)




" Seorang profesional adalah seseorang yang menawarkan jasa atau layanan sesuai dengan protokol dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya dan menerima gaji sebagai upah atas jasanya. Orang tersebut juga merupakan anggota suatu entitas atau organisasi yang didirikan seusai dengan hukum di sebuah negara atau wilayah. Meskipun begitu, seringkali seseorang yang merupakan ahli dalam suatu bidang juga disebut "profesional" dalam bidangnya meskipun bukan merupakan anggota sebuah entitas yang didirikan dengan sah. Sebagai contoh, dalam dunia olahraga terdapat olahragawan profesional yang merupakan kebalikan dari olahragawan amatir yang bukan berpartisipasi dalam sebuah turnamen/kompetisi demi uang."
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Profesional

Kesimpulannya :

  1. Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya.
  2. Profesional adalah orang yang menyandang suatu jabatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan keahlian atau keterampilan yang tinggi. Hal ini juga pengaruh terhadap penampilan atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan di profesinya.
  3. Profesionalisme merupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuannya secara terus menerus.
  4. Profesionalisasi adalah proses atau perjalanan waktu yang membuat seseorang atau kelompok orang menjadi profesional.
  5. Profesionalitas merupakan sikap para anggota profesi benar2 menguasai, sungguh2 kepada profesinya.

Kenapa saya berikan penjelasan singkat ttg 5 istilah di atas? Karena terus terang saya sendiri sering mendengar n menyebut kata2 itu tapi bingung juga apa beda atau pengertian yang sebenarnya,hehehehe…

Kembali ke pertanyaan diatas,

" An entrepreneur is a person who has possession of a new enterprise, venture or idea and assumes significant accountability for the inherent risks and the outcome.The term is originally a loanword from French and was first defined by the Irish economist Richard Cantillon. Entrepreneur in English is a term applied to the type of personality who is willing to take upon herself or himself a new venture or enterprise and accepts full responsibility for the outcome. Jean-Baptiste Say, a French economist is believed to have coined the word "entrepreneur" first in about 1800. He said an entrepreneur is "one who undertakes an enterprise, especially a contractor, acting as intermediatory between capital and labour."

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Entrepreneur

Konsep entrepreneurship (kewirausahaan) memiliki arti yang luas. Salah satunya, entrepreneur adalah seseorang yang memiliki kecakapan tinggi dalam melakukan perubahan, memiliki karakteristik yang hanya ditemukan sangat sedikit dalam sebuah populasi. Definisi lainnya adalah seseorang yang ingin bekerja untuk dirinya.

Kata entrepreneur berasal dari kata Prancis, entreprendre, yang berarti berusaha. Dalam konteks bisnis, maksudnya adalah memulai sebuah bisnis. Kamus Merriam-Webster menggambarkan definisi entrepreneur sebagai seseorang yang mengorganisir, memenej, dan menanggung risiko sebuah bisnis atau usaha.

Definisi entrepreneurship dari Ekonom Austria Joseph Schumpeter menekankan pada inovasi, seperti:

- produk baru

- metode produksi baru

- pasar baru

- bentuk baru dari organisasi

Kemakmuran tercipta ketika inovasi-inovasi tersebut menghasilkan permintaan baru. Dari sudut pandang ini, dapat didefinisikan fungsi entrepreneur sebagai mengkombinasikan berbagai faktor input dengan cara inovatif untuk menghasilkan nilai bagi konsumen dengan harapan nilai tersebut melebihi biaya dari faktor-faktor input, sehingga menghasilkan pemasukan lebih tinggi dan berakibat terciptanya kemakmuran/kekayaan.

Beda Entrepreneurship dan Usaha Kecil

Banyak orang menggunakan istilah entrepreneur dan pemilik usaha kecil bersamaan. Meskipun mungkin memiliki banyak kesamaan, ada perbedaan signifikan antara keduanya, dalam hal:

  1. Jumlah kekayaan yang tercipta — usaha entrepreneurship menciptakan kekayaan secara substansial, bukan sekedar arus pendapatan yang menggantikan upah tradisional.
  2. Kecepatan mendapatkan kekayaan — sementara bisnis kecil yang sukses dapat menciptakan keuntungan dalam jangka waktu yang panjang, entrepreneur menciptakan kekayaan dalam waktu lebih singkat, misalnya 5 tahun.
  3. Risiko — risiko usaha entrepreneur tinggi; dengan insentif keuntungan pasti, banyak entrepreneur akan mengejar ide dan kesempatan yang akan mudah lepas.
  4. Inovasi — entrepreneurship melibatkan inovasi substansial melebihi usaha kecil. Inovasi ini menciptakan keunggulan kompetitif yang menghasilkan kemakmuran. Inovasi bisa dari produk atau jasa itu sendiri, atau dalam proses bisnis yang digunakan untuk menciptakan produk atau jasa.



Pernah mendengar istilah 1. karena keluarga mendapat pekerjaan? atau istilah 2. karena pekerjaan mendapat keluarga? bagi saya kalimat kedua lah yang sebaiknya kita lakukan. Maksudnya gini, kalimat pertama mengandung makna Ka Ka eN. Biasalah minta bantu om, tante, sepupu, kakek, cucu *ups! ngaco* pokoknya begitulah, karena ada bantuan dari orang2 terdekat sehingga kita bisa mendapatkan suatu pekerjaan. Parahnya lagi kalau ternyata kita *yang kerja krn dibantu klrg* tidak dapat bekerja secara profesional. Bikin malu!

Beda jauh dengan kalimat kedua, dengan usaha sendiri secara jujur bisa mendapatkan pekerjaan dan setelah bekerja ada kenalan2 baru yang otomatis menambah silaturahmi n akrab bagaikan keluarga. Nikmat bukan?!

Masih ada saja di kantor yang karyawannya tidak bekerja secara profesional dengan berbagai sebab. Yang lucunya mereka *oknum* memandang seseorang berdasarkan anak siapa, keturunan mana, dll. Uh, capek banget gaul dengan mereka yang punya pikiran gitu. Hari gini masih aja bawa2 nama keluarga. Lagipula gak penting anak siapa, yang penting kamu bisa kerja atau tidak? Saya pernah ketemu kasus begini, ada bawahan yang ternyata anak pejabat tingkat tinggi. Nah atasan nya itu malah lebih tunduk kepada bawahannya karena takut embel2 anak pejabat tadi. Takut dilaporkan ke bapak si bawahan kalo dia *atasan* tidak “baik2” ke bawahannya. GILEEEEEEEEEEEEE…! ntah gimana masa depan kantor tersebut.

Persoalan like/dislike juga menjadi persoalan dalam dunia kerja. Memang karakter dan sifat orang berbeda. Kadang ada yang cocok dan tidak. Wajar lah, namanya juga manusia. Untuk mengerjakan proyek tertentu dipilih2 orang yang satu “aliran” walo orang tersebut blm tentu bisa mengerjakan proyek. Masih ada orang lain yang lebih pantas untuk mengerjakan proyek, tp karena satu dah lain hal shg orang itu tidak dilibatkan.

Dari gambaran umum di atas, kadang shock melihat hal yang tidak seharusnya terjadi. Tapi memang terjadi. Nyata! Hal di atas tidak terjadi di seluruh kantor, hanya kantor2 tertentu saja.

Semestinya ini bukannya sesuatu yang mengherankan, semakin tua, kita semakin bijaksana. Kita hidup dan belajar, dan salah satu yang kita pelajari adalah menyeimbangkan emosi dan akal. Tetapi, pelajaran ini biasanya tenggelam, terkikis karena kadang2 bertentangan dengan tugas dan kerjanya realita.

Mengapa orang perlu profesionalitas dalam menjalankan pekerjaan? Yaaa..Karena tuntutan masyarakat inign mendapatkan pelayanan yang semakin meningkat mutunya untuk hasil yang lebih baik. Setiap profesi harus bisa menyesuaikan dengan permintaan masyarakat agar tidak “ditinggalkan”.

Woi... jadi ngelantur dech, so sekarang pertanyaan tersebut jawabanya ?

Wallahu’alam

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More