ZEOLIT, SI MURAH BERKHASIAT TINGGI UNTUK KEBUN SAWIT

Penelitian aplikasi zeolit dilakukan pada pembibitan kelapa sawit untuk mengetahui pengaruhnya terhadap medium tanam dan pertumbuhan serta serapan hara bibit kelapa sawit ....Readmore

MANFAAT ZEOLITE PADA TANAH, TANAMAN, TERNAK DAN TAMBAK

Dengan majunya penemuan teknologi, zeolite disebut dengan nama mineral serba guna, karena fungsinya yang sangat beraneka ragam, .... Readmore

NATURAL ZEOLITE FOR RADIATION PROTECTION

Toxic nuclear radiation is being spread all around our world due to many reactors malfunctioning or spilling their deadly load into the environment. Radiation can .... Readmore

MEMBUAT FILTER AIR SEDERHANA DENGAN ZEOLITE

Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Karena itu jika kebutuhan akan air tersebut belum tercukupi maka dapat memberikan dampak .... Readmore

TZP Plus (Soil Conditioner)

Solusi memperbaiki lahan, meningkatkan produksi dan kualitas hasil pertanian. Terdaftar.....Readmore.


1:1 Traffic Exchange Yibbida operates a 1:1 traffic exchange system that is consistently generating web site traffic.

Tuesday, 27 July 2010

Menghitung Kebutuhan Kompos

Cara Pemakaian dan Menghitung Kebutuhan Kompos

Cara pemakaian kompos, sebaiknya disesuaikan dengan keadaan jenis tanah dan kandungan C organik dalam tanah tersebut, disamping juga harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing jenis tanaman.

Tiap-tiap tanaman memerlukan kandungan bahan organik yang berbeda-beda. Tanaman sayuran apabila tidak dipupuk dengan pupuk organik sama sekali pertumbuhannya tidak akan sebaik tanaman yang mendapat pupuk organik.

Tanaman bunga seperti antara lain Azalea atau Anthurium, pertumbuhannya akan sangat baik pada media yang 100 persen terdiri dari bahan organik. Apabila medianya tercampur dengan tanah, pertumbuhannya kurang optimal. Beberapa tanaman lainnya akan tumbuh dengan baik apabila kompos ditambah dengan tanah dengan perbandingan 1:1. Disamping itu ada juga tanaman yang menghendaki kompos dicampur dengan tanah dan pasir dengan perbandingan 1 : 1 : 1.

Sementara itu tiap-tiap jenis tanah memiliki keadaan kesetimbangan kandungan bahan organik sendiri-sendiri. Pada tanah-tanah abu vulkanik (Andisol) seperti tanah di Lembang, kandungan C organik tanah (ideal), tidak akan sama dengan kandungan C organik tanah (ideal) pada jenis tanah Inseptisol di Banjaran, misalnya.

Sehingga jumlah pemberian pupuk organik pada tiap tanaman dan pada berbagai jenis tanah tidak akan sama.

Untuk menentukan tingkat kandungan C organik dalam tanah, harus dilakukan dengan analisa laboratorium.

Untuk mengetahui berapa kebutuhan pupuk C organik, dapat dilakukan dengan cara mempergunakan rumus sbb:

Kebutuhan Kompos (C organik) = C organik Tanah x 1.724 x 20 cm x 10.000 m2

C organik tanah = ditentukan berdasarkan hasil analisa tanah di laboratorium
1.724: konstanta 20 cm: kedalaman lapisan olah tanah 10.000 m2: Luas areal

Sebagai ilustrasi, apabila hasil analisa laboratorium tanah diketahui kandungan C organik tanah di suatu tempat adalah 2.56 %, Maka menghitung kandungan C organik tanah dalam lapisan olah (20 cm) seluas 1 ha adalah:

Kandungan C organik lapisan olah tanah adalah = 2.56 x 1,724 x 20 x 10.000 = 8.800 kg /ha = 8.8 ton / ha

Sementara itu ada juga yang mengelompokan tingkat kandungan bahan organik tanah secara umum, seperti dapat dilihat pada tabel berikut:

Kandungan Organik Tingkat Setara Dengan
(% Berat Tanah)
Ton / ha
Metoda Welkley - Black




> 20 Sangat Tinggi > 68.9
10 – 20 Tinggi 34.48 – 68.9
4 – 10 Sedang 13.79 – 34.48
2 - 4 Rendah 4.34 – 13.79
min 2Sangat Rendah min 4.34

Sumber: Metson (1961) dalam Brooker Tropical Soil Manual 1984

Dengan demikian rekomendasi pemberian pupuk organik dilakukan berdasarkan kekurangan kandungan C organik dalam tanah. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan bahwa bila berdasarkan analisa laboratorium tanah, kandungan C organik tanah adalah 2.56 % setara dengan 8.8 ton / ha, maka berdasarkan keadaan tingkat kesuburan C organik tanah, kandungan organik tanah berada pada tingkat rendah.

Berapa persisnya kebutuhan pupuk Organik, adalah sangat tergantung kepada jenis tanah dan jenis tanaman. Keadaan ini baru akan diketahui dengan lebih akurat apabila dilakukan pengujian lapangan. Tetapi dengan bantuan panduan tingkat kesuburan tanah pada tabel 5 di atas, dapat diketahui secara umum bahwa untuk mencapai tingkat kesuburan C organik tanah sedang, yaitu 13.79 s/d 34.48 ton / ha, maka diperlukan penambahan pupuk organik sebesar = (13.79 s/d 34.48 ) – 8.8 ton = 4.99 s/d 25.4 ton /ha.

Sumber : http://lestarimandiri.org/id/pupuk-organik/92-pupuk-organik/230-menghitung-kebutuhan-kompos.html

Monday, 26 July 2010

Standar Pupuk Organik Granul Perlu Direvisi

Di dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah, dikenal istilah Pupuk Organik Granul. Pupuk organik didefinisikan sebagai pupuk yang berasal dari sisa tanaman dan/atau kotoran hewan yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair dan dapat diperkaya dengan bahan mineral alami dan/atau mikroba yang bermanfaat memperkaya hara, bahan organik tanah, dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

Permentan No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 lahir dalam rangka mendukung program subsidi pupuk organik, pupuk hayati dan pembenah tanah kepada petani yang diberikan melalui Departemen Pertanian. Para produsen pupuk organik granul harus memperhatikan Permentan tersebut. Namun sayangnya, di dalam persyaratan teknisnya pada beberapa hal masih terdapat informasi yang mengundang banyak pertanyaan sehingga perlu direvisi.

Berdasarkan Permentan No. 28/Permentan/SR.130/5/2009, beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam POG antara lain adalah rasio C/N, kandungan bahan ikutan, kandungan unsur mikro, kandungan organisme patogen, kandungan organik, dan kadar air.

Dalam Permentan tersebut, pupuk organik granul dibagi menjadi dua kelompok yaitu pupuk organik granul biasa (tanpa tambahan mikroba fungsional) dan pupuk organik granul dengan tambahan mikroba fungsional (seperti mikroba penambat N2 bebas, mikroba pelarut P, mikroba penyedia K dan sebagainya). Perbedaan kedua kelompok tersebut dalam persyaratan teknisnya hanya pada kriteria kandungan mikroba fungsional dan kadar air.

Kadar Air
Kadar air yang diperbolehkan dalam pupuk organik granul murni adalah antara 4-15%, sedangkan untuk pupuk organik granul yang diperkaya mikroba adalah 10-20%.

Batasan kadar air serendah itu untuk proses produksi pupuk organik granul dari kompos perlu dikritisi karena dalam proses pembuatannya boros energi dan mematikan kandungan beraneka ragam mikroba positif bawaan (native microbe) kompos yang digranulkan. Mengapa boros energi dan mematikan aneka mikroba?

Hal itu disebabkan karena untuk mengejar persyaratan tersebut, para produsen pupuk organik granul biasanya menggunakan mesin pengering dengan suhu hingga 100-200oC sehingga memerlukan pasokan energi yang cukup tinggi. Pasokan energi yang tinggi berarti pasokan biaya yang tinggi pula.

Sementara itu, dengan ekspos suhu di atas 100oC selama beberapa detik atau menit di mesin pengering, aneka ragam mikroba positif yang terdapat di dalam pupuk organik granul akan mati. Padahal mikroba-mikroba yang terdapat dalam kompos sangat bermanfaat dalam peningkatan kesuburan tanah.

Dengan demikian, implikasi dari persyaratan kadar air tersebut telah membawa pada konsekuensi logis pada pemborosan energi dan matinya aneka mikroba positif. Oleh karena itu hendaknya persyaratan kadar air dalam Permentan tersebut tidak serendah itu, tetapi ditingkatkan menjadi lebih tinggi lagi misalnya 20-30% (baik bagi pupuk organik granul murni maupun pupuk organik granul yang diperkaya mikroba).

Penentuan kadar air serendah itu mungkin cocok bagi industri pupuk kimia granul, bukan pupuk organik granul, yang memang bebas dari mikroba dan memerlukan bentuk yang kompak, bulat, dan keras.

Kandungan Mikroba Fungsional
Kandungan mikroba fungsional (penambat N, Pelarut P, atau Penyedia K) di dalam pupuk organik granul hasil pengayaan, minimal sebanyak 103/gram. Penambahan mikroba fungsional tersebut tentunya akan lebih efektif lagi kalau mikroba positif penghuni kompos tidak keburu mati pada saat pengeringan granul.

Dan seandainya tanpa pengeringan dengan suhu tinggi (dalam rangka menuju kadar air yang distandarkan), pupuk organik granul murni (sekalipun tanpa penambahan mikroba fungsional) secara alami telah membawa mikroba fungsional pula dengan jenis yang sangat beraneka ragam dan relatif adaptif.

Selain itu, seandainya pengeringannya dilakukan dengan suhu yang tidak terlampau tinggi, penambahan mikroba fungsional dapat dilakukan pada tahap granulasi sehingga tahap pengayaan mikroba setelah proses pengeringan dapat ditiadakan. Hal tersebut berarti juga akan menghemat ongkos produksi pupuk organik granul.

Rasio C/N
Dalam Permentan, rasio C/N yang biasanya terkait dengan tingkat kematangan produk kompos tidaklah mendapat perhatian yang serius sehingga nilainya relatif longgar dan rancu. Terkait dengan hal tersebut, di persyaratan disebutkan bahwa kandungan rasio C/N pupuk organik granul antara 15-25.

Rasio C/N dengan ambang batas atas sebesar 25 terlalu longgar karena biasanya dengan nilai sebesar itu dalam kacamata komposting, komposnya belum begitu matang. Sementara itu pembatasan rasio C/N pada batas bawah 15 adalah rancu, karena sebenarnya rasio C/N akan semakin baik jika semakin mendekati rasio C/N tanah (sekitar 10).

Cara pandang terhadap besaran rasio C/N tidak bisa dilepaskan dengan kriteria kompos matang karena bahan baku pupuk organik granul adalah kompos. Umumnya kriteria kompos yang telah matang adalah di bawah angka 20, dan tanpa ambang batas bawah.

Tingkat Keasaman (pH)
Di dalam Permentan tingkat keasaman pupuk organik granul terlalu longgar rentangnya yaitu antara 4-8. Hal ini juga mengundang pertanyaan karena nilai pH 4 merupakan nilai yang cukup ekstrim (karena sangat asam) bagi kehidupan organisma sehingga pemakaiannya untuk tanaman pada keasaman tersebut perlu dipertimbangkan dengan baik. Jika pH-nya masih serendah itu, tanaman yang dipupuk bisa mati. Standar keasaman yang baik adalah antara 6,5- 8,0.

Kandungan Unsur Makro (C, N, P2O5 dan K2O)
Kandungan C dalam pupuk organik granul minimal 12%. Nilai kandungan C, terutama C-organik, dalam POG akan memberikan indikasi besarnya kandungan material organik, karena dalam persyaratan pupuk organik granul tidak ada kriteria kandungan bahan organik. Semakin tinggi kandungan C akan semakin tinggi kandungan bahan organik.

Lain halnya dengan kandungan C, kandungan unsur N, dan senyawa P2O5 dan K2O justru dibatasi tidak boleh lebih dari 6%. Pernyataan tidak boleh melebihi 6% tidak jelas alasannya, karena biasanya yang dibatasi adalah kandungan minimumnya dan dibiarkan tidak ada batas atasnya. Hal tersebut terkait dengan penyediaan unsur N, P dan K yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Semakin besar kandungan unsur NPK dalam beberapa hal tentunya sangat baik bagi pemupukan.

Kandungan Bakteri Patogen
Nilai ambang kandungan fecal Coli dan Salmonella masing-masing adalah tidak boleh melebihi 100 MPN/gr. Bakteri Coli dan Salmonella adalah bakteri yang berasal dari saluran pencernaan manuasia dan hewan mamalia lainnya yang dapat menyebabkan sakit perut.

Keberadaan kedua bakteri tersebut mengindikasikan bahwa material tersebut tercemar oleh material fekal (kotoran). Oleh karena bahan baku pupuk organik granul biasanya adalah kotoran hewan, maka kemungkinan pupuk organik granul yang diproduksi juga mengandung bakteri patogen tersebut. Jika kedua macam bakteri tersebut terdeteksi dalam jumlah yang banyak, kemungkinan besar material tersebut juga tercemar oleh jenis bakteri patogen lainnya.

Kandungan bakteri patogen dapat diminimalisir atau dibasmi dengan proses komposting aerobik yang terkendali. Dalam proses komposting aerobik akan terjadi efek pasteurisasi selama beberapa hari yang dapat mematikan bibit-bibit penyakit patogen.

Tabel Kriteria POG menurut Permentan No. 28/Permentan/SR.130/5/2009



Sumber : http://sriwahyono.blogspot.com

Go Organik 2010 Tidak Mencapai Target

Photo Granular Organik 2-5 mm produksi PT Khatulistiwa Hijau Prima


Sejak 5 tahun yang lalu Pemerintah telah mencanangkan go organik tahun 2010. Visinya pada tahun 2010 diharapkan Indonesia mampu menjadi produsen pangan organik terkemuka di dunia. Melihat perkembangannya yang sudah hampir memasuki tahun 2010, nampaknya target go organik tahun 2010 bisa dipastikan tidak tercapai. Untuk itu perlu dibuat target baru, yang harus diimbangi dengan sistematika pencapaian yang realistis, dan pemerintah harus membuat roadmap lagi. Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (Maporina) bersedia menjadi partner pemerintah untuk menyusun roadmap baru tersebut

Dr. Zaenal Soedjais, Ketua Umum Maporina kepada Business News mengatakan, lahan pertanian kita yang sudah memakai pupuk organik kecil sekali baru sekitar 40.000 ha-60.000 ha. Untuk meningkatkan pemakaian pupuk organik, kuncinya adalah harus bisa meyakinkan petani. Artinya pemerintah bersama masyarakat pertanian organik harus melakukan sosialisasi kepada petani, sampai petani sadar betul akan manfaat penggunaan pupuk organik bagi pembangunan pertanian berkelanjutan berwawasan lingkungan.

Kalau ingin mendorong petani mengurangi pemakaian pupuk kimia, solusi yang bisa segera dilakukan adalah memacu petani berpikir mencari pupuk alternatif/organik yang harganya murah guna menstubtitusi pemakaian pupuk kimia. Untuk itu harga pupuk kimia secara bertahap harus dinaikkan hingga mencapai harga nonsubsidi, sehingga di mata petani harga pupuk kimia menjadi mahal, kemudian petani dipaksa berpikir mengurangi pemakaian pupuk kimia. Upaya lain adalah menyadarkan petani secara paksa harus memakai pupuk organik, dengan cara menghambat penyaluran pupuk kimia, sehingga diharapkan dapat mempercepat transformasi pemakaian pupuk organik secara massal.

Selain faktor kesadaran petani dalam memakai pupuk organik masih rendah, faktor lainnya yang menyebabkan tidak tercapainya target go organik tahun 2010 adalah jumlah produksi pupuk organik secara nasional masih kecil, belum mencukupi kebutuhan petani. Untuk meningkatkan produksi pupuk organik secara nasional, pemerintah diminta terus mendorong pembangunan pabrik pupuk organik dengan memberikan berbagai insentif. Insentif tidak lagi diberikan dalam bentuk subidi harga. Artinya harga pupuk organik dilepas menurut mekanisme pasar, dan pupuk organik tidak perlu disubsidi lagi.

Selain mendorong tumbuhnya industri pupuk organik skala kecil di sentra-sentra pertanian untuk memenuhi kebutuhan wilayahnya, pemerintah diminta memberikan bimbingan teknis kepada para petani untuk mengembangkan sendiri produksi pupuk organik. Dalam mengembangkan industri pupuk organik tersebut petani harus diberi insentif berupa kredit dengan bunga sangat murah, pada waktu petani membangun pabrik pupuk organik beberapa fasilitas infrastruktur yang diperlukan supaya dibiayai oleh pemerintah. Apabila ada peralatan pabrik yang diimpor, hendaknya pemerintah membebaskan bea masuknya, dan PPN-nya supaya ditanggung pemerintah. Dengan demikian petani tetap mendapatkan subsidi dengan cara yang berbeda.

Kebijakan pemerintah yang dilakukan sekarang dengan memberikan subsidi harga pupuk organik melalui BUMN industri pupuk dan BUMN PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani, dinilai tidak bisa mencakup semua pabrik pupuk organik, hanya sebagian kecil saja yang menikmati subsidi. Mekanisme pemberian subsidi pupuk organik seperti itu tidak adil, karena produsen pupuk organik yang kecil-kecil, bahkan pupuk organik yang dibikin sendiri oleh petani, akhirnya tidak dihargai, dan yang mendapat subsidi hanya pabrik pupuk organik yang besar-besar saja.

Maporina mengamati kebijakan memberikan subsidi melalui pupuk organik menimbulkan "moral haza rt". Pemerintah membeli pupuk organik Rpl.500/kg, kemudian dijual kepada petani Rp500/ kg. Namun apabila ada petani yang tercantum dalam daftar Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) tidak/belum mau memakai pupuk organik, mereka dipaksa menandatangani bukti penerimaan barang fiktif, dan diberi imbalan berupa bagian uang subsidi Rp500,-/kg. Sisa subsidi lainnya dibagi-bagi kepada petugas lapangan yang menyalurkan pupuk organik bersubsidi. Kemudian pupuk organik yang secara fisik tidak diterima petani tersebut, dibawa keliling lagi dijadikan pupuk organik bersubsidi dan disalurkan lagi kepada petani yang lain. Alasan petani tidak mau memakai pupuk organik, karena dia merasa tidak yakin pupuk organik dapat meningkatkan produksi. Petani umumnya masih lebih yakin memakai pupuk kimia yang dapat meningkatkan produksi.

Belakangan ini beberapa industri pupuk organik mulai terasa kekurangan bahan baku dari kotoran hewan. Penyebabnya jumlah ternak sapi dan ayam yang dipelihara yang dapat menghasilkan kotoran hewan tidak sebanding dengan jumlah kebutuhan bahan baku industri pupuk organik. Kalau bahan baku pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan tidak mencukupi, Maporina mengusulkan agar industri pupuk organik memanfaatkan sisa-sisa limbah pertanian seperti jerami, dan dedaunan lainnya. Untuk memperbesar produksi pupuk organik dari limbah pertanian, petani harus dibantu memiliki alat pencacah jerami, kemudian jerami difermentasi dicampur dengan microba agar cepat membusuk. Limbah pertanian tersebut diolah sedikit dan ditambah bio-fertilizer, sudah menjadi pupuk organik, kemudian dikembalikan ke tanah menjadi sumber hara yang sangat bermanfaat untuk menyuburkan tanah pertanian. Proses tersebut dinamakan eco-farming, suatu sistem pertanian yang mempunyai kepedulian menjaga ekologi sekitarnya. Proses tersebut merupakan siklus yang berkelanjutan, tidak terpotong-potong dan alamiah. Kalau proses ini bisa dijalankan indah sekali, karena tidak ada pembakaran jerami/limbah pertanian, sehingga cuaca bersih dan tidak terjadi polusi.

Sumber : http://bataviase.co.id/detailberita-10410831.html

Sunday, 25 July 2010

Mau Jadi Profesional atau Entrepreneur ?






Saya pernah di tanya oleh someone, pertanyaannya sepele cuma "Mau Jadi Profesional atau Entrepreneur ?" He..he... cuma kepikiran juga deh, akhirnya browsing di mbah google. Hasilnya di rangkum :)




" Seorang profesional adalah seseorang yang menawarkan jasa atau layanan sesuai dengan protokol dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya dan menerima gaji sebagai upah atas jasanya. Orang tersebut juga merupakan anggota suatu entitas atau organisasi yang didirikan seusai dengan hukum di sebuah negara atau wilayah. Meskipun begitu, seringkali seseorang yang merupakan ahli dalam suatu bidang juga disebut "profesional" dalam bidangnya meskipun bukan merupakan anggota sebuah entitas yang didirikan dengan sah. Sebagai contoh, dalam dunia olahraga terdapat olahragawan profesional yang merupakan kebalikan dari olahragawan amatir yang bukan berpartisipasi dalam sebuah turnamen/kompetisi demi uang."
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Profesional

Kesimpulannya :

  1. Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya.
  2. Profesional adalah orang yang menyandang suatu jabatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan keahlian atau keterampilan yang tinggi. Hal ini juga pengaruh terhadap penampilan atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan di profesinya.
  3. Profesionalisme merupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuannya secara terus menerus.
  4. Profesionalisasi adalah proses atau perjalanan waktu yang membuat seseorang atau kelompok orang menjadi profesional.
  5. Profesionalitas merupakan sikap para anggota profesi benar2 menguasai, sungguh2 kepada profesinya.

Kenapa saya berikan penjelasan singkat ttg 5 istilah di atas? Karena terus terang saya sendiri sering mendengar n menyebut kata2 itu tapi bingung juga apa beda atau pengertian yang sebenarnya,hehehehe…

Kembali ke pertanyaan diatas,

" An entrepreneur is a person who has possession of a new enterprise, venture or idea and assumes significant accountability for the inherent risks and the outcome.The term is originally a loanword from French and was first defined by the Irish economist Richard Cantillon. Entrepreneur in English is a term applied to the type of personality who is willing to take upon herself or himself a new venture or enterprise and accepts full responsibility for the outcome. Jean-Baptiste Say, a French economist is believed to have coined the word "entrepreneur" first in about 1800. He said an entrepreneur is "one who undertakes an enterprise, especially a contractor, acting as intermediatory between capital and labour."

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Entrepreneur

Konsep entrepreneurship (kewirausahaan) memiliki arti yang luas. Salah satunya, entrepreneur adalah seseorang yang memiliki kecakapan tinggi dalam melakukan perubahan, memiliki karakteristik yang hanya ditemukan sangat sedikit dalam sebuah populasi. Definisi lainnya adalah seseorang yang ingin bekerja untuk dirinya.

Kata entrepreneur berasal dari kata Prancis, entreprendre, yang berarti berusaha. Dalam konteks bisnis, maksudnya adalah memulai sebuah bisnis. Kamus Merriam-Webster menggambarkan definisi entrepreneur sebagai seseorang yang mengorganisir, memenej, dan menanggung risiko sebuah bisnis atau usaha.

Definisi entrepreneurship dari Ekonom Austria Joseph Schumpeter menekankan pada inovasi, seperti:

- produk baru

- metode produksi baru

- pasar baru

- bentuk baru dari organisasi

Kemakmuran tercipta ketika inovasi-inovasi tersebut menghasilkan permintaan baru. Dari sudut pandang ini, dapat didefinisikan fungsi entrepreneur sebagai mengkombinasikan berbagai faktor input dengan cara inovatif untuk menghasilkan nilai bagi konsumen dengan harapan nilai tersebut melebihi biaya dari faktor-faktor input, sehingga menghasilkan pemasukan lebih tinggi dan berakibat terciptanya kemakmuran/kekayaan.

Beda Entrepreneurship dan Usaha Kecil

Banyak orang menggunakan istilah entrepreneur dan pemilik usaha kecil bersamaan. Meskipun mungkin memiliki banyak kesamaan, ada perbedaan signifikan antara keduanya, dalam hal:

  1. Jumlah kekayaan yang tercipta — usaha entrepreneurship menciptakan kekayaan secara substansial, bukan sekedar arus pendapatan yang menggantikan upah tradisional.
  2. Kecepatan mendapatkan kekayaan — sementara bisnis kecil yang sukses dapat menciptakan keuntungan dalam jangka waktu yang panjang, entrepreneur menciptakan kekayaan dalam waktu lebih singkat, misalnya 5 tahun.
  3. Risiko — risiko usaha entrepreneur tinggi; dengan insentif keuntungan pasti, banyak entrepreneur akan mengejar ide dan kesempatan yang akan mudah lepas.
  4. Inovasi — entrepreneurship melibatkan inovasi substansial melebihi usaha kecil. Inovasi ini menciptakan keunggulan kompetitif yang menghasilkan kemakmuran. Inovasi bisa dari produk atau jasa itu sendiri, atau dalam proses bisnis yang digunakan untuk menciptakan produk atau jasa.



Pernah mendengar istilah 1. karena keluarga mendapat pekerjaan? atau istilah 2. karena pekerjaan mendapat keluarga? bagi saya kalimat kedua lah yang sebaiknya kita lakukan. Maksudnya gini, kalimat pertama mengandung makna Ka Ka eN. Biasalah minta bantu om, tante, sepupu, kakek, cucu *ups! ngaco* pokoknya begitulah, karena ada bantuan dari orang2 terdekat sehingga kita bisa mendapatkan suatu pekerjaan. Parahnya lagi kalau ternyata kita *yang kerja krn dibantu klrg* tidak dapat bekerja secara profesional. Bikin malu!

Beda jauh dengan kalimat kedua, dengan usaha sendiri secara jujur bisa mendapatkan pekerjaan dan setelah bekerja ada kenalan2 baru yang otomatis menambah silaturahmi n akrab bagaikan keluarga. Nikmat bukan?!

Masih ada saja di kantor yang karyawannya tidak bekerja secara profesional dengan berbagai sebab. Yang lucunya mereka *oknum* memandang seseorang berdasarkan anak siapa, keturunan mana, dll. Uh, capek banget gaul dengan mereka yang punya pikiran gitu. Hari gini masih aja bawa2 nama keluarga. Lagipula gak penting anak siapa, yang penting kamu bisa kerja atau tidak? Saya pernah ketemu kasus begini, ada bawahan yang ternyata anak pejabat tingkat tinggi. Nah atasan nya itu malah lebih tunduk kepada bawahannya karena takut embel2 anak pejabat tadi. Takut dilaporkan ke bapak si bawahan kalo dia *atasan* tidak “baik2” ke bawahannya. GILEEEEEEEEEEEEE…! ntah gimana masa depan kantor tersebut.

Persoalan like/dislike juga menjadi persoalan dalam dunia kerja. Memang karakter dan sifat orang berbeda. Kadang ada yang cocok dan tidak. Wajar lah, namanya juga manusia. Untuk mengerjakan proyek tertentu dipilih2 orang yang satu “aliran” walo orang tersebut blm tentu bisa mengerjakan proyek. Masih ada orang lain yang lebih pantas untuk mengerjakan proyek, tp karena satu dah lain hal shg orang itu tidak dilibatkan.

Dari gambaran umum di atas, kadang shock melihat hal yang tidak seharusnya terjadi. Tapi memang terjadi. Nyata! Hal di atas tidak terjadi di seluruh kantor, hanya kantor2 tertentu saja.

Semestinya ini bukannya sesuatu yang mengherankan, semakin tua, kita semakin bijaksana. Kita hidup dan belajar, dan salah satu yang kita pelajari adalah menyeimbangkan emosi dan akal. Tetapi, pelajaran ini biasanya tenggelam, terkikis karena kadang2 bertentangan dengan tugas dan kerjanya realita.

Mengapa orang perlu profesionalitas dalam menjalankan pekerjaan? Yaaa..Karena tuntutan masyarakat inign mendapatkan pelayanan yang semakin meningkat mutunya untuk hasil yang lebih baik. Setiap profesi harus bisa menyesuaikan dengan permintaan masyarakat agar tidak “ditinggalkan”.

Woi... jadi ngelantur dech, so sekarang pertanyaan tersebut jawabanya ?

Wallahu’alam

Thursday, 22 July 2010

Clinoptilolite Zeolites

Use of Clinoptilolite Zeolites for Ammonia-N Transfer and Retention in Integrated Aquaculture Systems and for Improving Pond Water Quality before Discharge

Natural zeolites are aluminosilicate minerals found in volcanogenic sedimentary rocks worldwide (Mumpton, 1999). Natural zeolites possess several important properties including adsorption, cation-exchange, dehydration-rehydration, and catalysis. Considerable scientific research in the last few decades has identified broad applications for natural zeolites in construction materials, soil improvements for water and nutrient retention, treatment of water and wastewater for removal of heavy metals and nutrients, dietary supplements for farm-raised animals, health care, and other beneficial uses (Mumpton, 1999).
Appropriate Technology Research 5 (10ATR5)/Experiment/Thailand

Collaborating Institution
Asian Institute of Technology, Thailand
Amrit Bart

Michigan State University
Ted R. Batterson
Donald L. Garling
Christopher F. Knud-Hansen

Objectives
The ultimate goal of this proposed research is to adapt existing technologies using natural clinoptilolite zeolites to provide a more socially acceptable and efficient way to integrate animal manures in pond fertilization, conserve and recycle on-farm resources, and lessen environmental impacts.

Fertilization Efficiency Objectives
  1. Determine the relationship between ammonia absorption/saturation by clinoptilolite from fresh swine and liquefied chicken manures versus exposure time to the manures.
  2. Determine the rate of release of ammonia from ammonia-enriched clinoptilolite when used as a nitrogen fertilizer for stimulating natural food production in an outdoor aquaculture system.
  3. Determine the ability of clinoptilolite to moderate ammonia concentrations in a fertilized outdoor culture system.

Pond Water Discharge Objectives
  1. Evaluate the effectiveness of clinoptilolite for removing nitrogen and phosphorus from pond discharge.
  2. Evaluate the potential utility of nutrients reclaimed by clinoptilolite for recycling in pond fertilization.
Significance
Natural zeolites are aluminosilicate minerals found in volcanogenic sedimentary rocks worldwide (Mumpton, 1999). Natural zeolites possess several important properties including adsorption, cation-exchange, dehydration-rehydration, and catalysis. Considerable scientific research in the last few decades has identified broad applications for natural zeolites in construction materials, soil improvements for water and nutrient retention, treatment of water and wastewater for removal of heavy metals and nutrients, dietary supplements for farm-raised animals, health care, and other beneficial uses (Mumpton, 1999).

Clinoptilolite zeolites, (Na3K3)(Al6Si 30O72)•24H2O, are one of the 40+ types of naturally existing zeolites. Clinoptilolites possess a cation-exchange capability of about 2.25 meq g-1, and are able to exchange ammonium-N with sodium (Na) and potassium (K) (Mumpton, 1999). One gram of clinoptilolite can take in about 2.2 mg ammonium-N. This cation-exchange capability has been utilized effectively for terrestrial agriculture, where clinoptilolites are first saturated with ammonium-N and then incorporated into crop soils. In this way they act as a slow-release fertilizer, with plants able to extract the sequestered ammonia from the clinoptilolite (Barbarick and Pirela, 1984; Lewis et al., 1984; Dwairi, 1998). Not only does clinoptilolite improve nitrogen fertilization efficiencies, it also reduces nitrate leaching by inhibiting the nitrification of ammonium to nitrate (Perrin et al., 1998). Most of the manure-ammonia sequestered in the zeolite is unavailable to nitrifying bacteria because of the small (4-5 angstrom) pore size of the crystal lattice structure (Mumpton, 1999). Furthermore, clinoptilolites are also used for animal waste management. Clinoptilolites are replacing clays in the cat litter market, and are being used to create an odorless, nitrogen-rich compost from farm livestock manures.

The use of clinoptilolites in aquaculture has focused on ammonia removal for the aquarium industry and freshwater culture systems (Bower and Turner, 1982; Dryden and Weatherley, 1987). The research below, however, proposes an analogous use of clinoptilolite for aquaculture as currently used for terrestrial agriculture and animal waste management: i.e., as a vehicle for ammonia absorption and subsequent fertilization to stimulate algal productivity.

Applying clinoptilolite technologies for livestock-fish integrated systems should improve sustainability by increasing nutrient utilization efficiencies while reducing undesirable farm outputs. Most of the nitrogen entering a farm as animal feeds ends up as ammonia in manure, which is either volatilized creating noxious odors or leached out as nitrate. By capturing this ammonia-N before it gets either volatilized or nitrified, and using that nitrogen to promote algal productivity in ponds, the farmer not only improves the farm environment by reducing noxious odors and nitrate leaching, but recycles an otherwise lost nutrient for increased farm productivity. Incorporating clinoptilolite with fresh animal manures may also improve the social acceptability of integrated aquaculture.

Furthermore, by transferring ammonia from animal manures to clinoptilolite, and then applying the ammonia-enriched clinoptilolite to ponds, the farmer can fertilize ponds with manure-N without adding additional BOD (biochemical oxygen demand). The major environmental risk of adding manure to ponds is the creation of anoxic conditions in the water. Research clearly shows that both algal and fish productivity can be quite high in ponds without the risk of pond water deoxygenation if no additional organic matter is added (Knud-Hansen et al., 1993). Using clinoptilolite to transfer manure ammonia turns animal manure into a source of inorganic nitrogen, and should eliminate associated risks of adding manures to ponds.

Clinoptilolites are also increasingly being used for wastewater treatment (Holman and Hopping, 1980; Ciambelli et al., 1985). For example, 18 municipal wastewater treatment facilities in Brisbane and other cities in Australia use zeolites for ammonia removal and for the flocculation, settling, and removal of phosphates in domestic wastewater (Oláh et al., 1989; Charuckyj, 1997). The research proposed below is a simple application of this existing clinoptilolite technology for cleaning pond water before being discharged into streams and canals. By removing soluble nitrogen and phosphorus before discharge, receiving waters are at less risk of eutrophication. By capturing these nutrients, they can be recycled back into ponds for stimulating algal productivity. Nutrients which would otherwise be lost from the farming system and degrade surrounding environments are instead recycled to increase farm productivity. Furthermore, clinoptilolites are renewable, since regeneration can be simply accomplished through heating or immersion in a salt solution. And since clinoptilolites are natural, inert, do not degrade, and even used in animal feeds (Pond and Yen 1984), they have no associated environmental risks.

Quantified Anticipated Benefits
Anticipated benefits are discussed generally above in the "Significance" section. More specifically, anticipated benefits to the farmer will be:
  1. Economic savings with reduced need for purchasing additional fertilizers through the retention and recycling of nutrients on farm;
  2. Improved quality of life with reduction of noxious odors from animal manures;
  3. Reduced risk of deoxygenation of ponds when integrating animal manures with pond aquaculture; and
  4. Economic savings if there are legal liabilities associated with downstream impacts from pond water discharges, particularly from intensive aquaculture systems.
And to the community:

  1. Improved quality of life and social acceptability with the reduction of noxious odors from animal manures and
  2. Reduced risk of environmental contamination and downstream eutrophication from ammonia volatilization, nutrient leaching, and pond water discharge.
Research Design
All research will take place at the Asian Institute of Technology (AIT), Thailand, within their Agriculture, Aquatic Systems and Engineering Program. Mr. Yuan Derun, a doctoral student within the graduate program, will be responsible for conducting the research under the direction of Dr. Knud-Hansen. The clinoptilolite to be used in all studies originates from Potosí, Mexico, and has an exchangeable K:Na ratio of about 8:1. Statistical analyses will include Analysis of Variance (ANOVA) for comparison of treatment means, and correlation and regression analyses for identifying relationships. The economic viabilities of the proposed clinoptilolite technologies for rural farming systems will also be evaluated as part of the overall research analysis.

Standard cost-benefit analysis at the farm level: costs include materials, time, labor, alternative sources of pond nutrients (i.e., fertilizers and manures), etc.; benefits include savings on fertilizer costs by recycling nutrients otherwise lost to the farming system, perhaps increased marketability of fish not raised directly on animal manures, etc. Economic analysis will focus on the potential for zeolite technology as applied for rural integrated farms in Thailand. Exact details will develop as the technology evolves through the proposed research.

  • Relationship between Clinoptilolite and Ammonia-N Absorption from Animal Manures
This relationship will be examined through a bench study. Crushed clinoptilolite (about 1-2 mm diameter grain size) will be contained in plastic mesh bags at approximately 1 kg clinoptilolite per bag, and immersed in buckets containing fresh swine and chicken manure. Water will be added as necessary to make the manure solution more liquid, which will facilitate the cation-exchange process between K and ammonium. The primary variable examined will be the length of time required to saturate the clinoptilolite with ammonium ions. Additional variables will be the effect of agitating the clinoptilolite bags on the speed of ammonia absorption, and calculating weight to weight relationships between the amount of clinoptilolite required versus the quantity and types of manure. Analytical measurements will be total Kjeldahl nitrogen of the manures before and after exposure to clinoptilolite, and ammonia-N retained in the clinoptilolite, which can be extracted through persulfate digestion.
  • Release of Ammonia from Ammonia-Enriched Clinoptilolite in a Fertilized Pond
The release of ammonia from clinoptilolite enriched with manure-ammonia will be examined both in a bench study and in an outdoor tank experiment. The bench study will be a preliminary evaluation of the ability of a mixed algal culture to extract ammonia from ammonia-enriched clinoptilolite, and examine the relationships between per cent ammonia saturation of clinoptilolite and algal biomass/productivity. The mixed algal culture will come from a fertilized pond and placed in 20-L buckets. Triple superphosphate (TSP) will be added to make algal productivity in the cultures N-limited. Clinoptilolite with a full range of percent ammonia saturation will be added to the containers. There will be a total of 10 different saturation levels in triplicate containers, with algae cultured outdoors for one week. Algal biomass will be determined daily from chlorophyll a measurements made with a hand-held fluorometer. Algal productivity will be determined by differences in dissolved oxygen measured by a hand-held dissolved oxygen meter measured at pre-dawn and mid-day. Ammonia-N will be measured in the clinoptilolite before and after the culture period, and in each container daily at mid-day.

Based on the results from the two bench studies described above, an 8-week grow-out experiment will be conducted in 2.5 m x 2.5 m x 1 m outdoor concrete tanks located at AIT. Nile tilapia fingerlings, about 10 g fish-1, will be stocked at 3 fish m-2. There will be a total of 13 treatments, with three replicate tanks (experimental units) per treatment assigned randomly in a completely randomized design. Nine of the treatments will examine the transfer of ammonia-N from zeolite into tank water. There will be three different amounts of clinoptilolite enriched with ammonia from three different sources: swine manure, chicken manure, and concentrated solution of urea. The ammonia-enriched zeolite will be in plastic mesh bags (about 1 kg zeolite/bag), with the three different numbers of bags per treatment. With all of the above nine treatments, bags will be replaced weekly. The actual number and size of bags will be determined based on results from the preliminary bench studies described above.

TSP will be added to all tanks at about 1.0 g TSP-P m-2 wk-1 to provide enough soluble P to prevent P-limitation of algal productivity. The last four treatments will be a dose-response evaluation of clinoptilolite's ability to moderate ammonia concentrations in culture water. One treatment will have no bags of clinoptilolite, while the other three will have increasing numbers of bags. All four treatments will be fertilized with urea at 3.0 g urea-N m-2 wk-1 and 1.0 g TSP-P m-2 wk-1. These fertilization rates correspond to rates established by previous MSU/AIT research found to be very productive without excessive fertilization. The treatment without any bags will serve as the control for the other 12 treatments. Changes in algal biomass will be monitored weekly with a hand-held fluorometer which measures chlorophyll a, net algal productivities will be monitored weekly by diel changes in dissolved oxygen, tilapia growth will be measured at the start and end of the grow-out experiment by length and weight measurements. Mid-afternoon water temperatures, turbidities, and ammonia-N will be monitored weekly in all 39 tanks.

  • Reclamation of Nutrients from Pond Water Discharge
Twenty tanks used in the grow-out experiment will be selected for their wide range of chlorophyll a and ammonia-N concentrations, and drained through clinoptilolite filters. Twenty clinoptilolite flow-through filters will be made from the 20-L buckets used in the bench studies. Assuming that 1 g of clinoptilolite can remove 2 mg of ammonia-N, then a tank with about 1 mg L-1 ammonia-N would require approximately 3 kg clinoptilolite. All 20 filters will contain identical quantities of clinoptilolite, the actual amount to be based on results of the preliminary bench studies and actual ammonia-N concentrations. The two factors will be the addition of clinoptilolite powder (CP, about 0.8 mm) to 10 tanks to flocculate P before going through the filter, and either "slow" or "fast" discharge flow rates. Actual pump rates will be determined on site. Therefore, this will be 2 ¥ 2 factorial designed experiment, with four treatments (i.e., CP-slow, no CP-slow, CP-fast, no CP-fast), with five replicates per treatment. Filter efficiencies will be determined by measurements of total P, soluble P, ammonia-N, nitrate-nitrite-N, and Kjeldahl-N before and after filtration.

Regional Integrations
AIT also has a well-established Training and Consultancy Unit which gives regional workshops on various aspects of aquaculture production systems. The knowledge generated from the proposed research can be readily incorporated into the appropriate workshop(s). There will also be five regional workshops on using pond dynamics to promote sustainable aquaculture included as a separate activity in this proposal. In addition to AIT, the other workshop locations will be at aquaculture research institutes and stations located at Bangladesh, Cambodia, Laos, and Vietnam where AIT and the PD/A CRSP have established formal relationships. Information generated from the above research will be incorporated into these proposed workshops. Strengthening ties between these countries and AIT and the PD/A CRSP is an important component of the Regional Plan For Southeast Asia.

Schedule
All proposed research is scheduled to take place between January and May 2002. Knud-Hansen will make two trips to AIT, of approximately three weeks each (excluding periods away from AIT to give workshops). During the first trip the bench studies on ammonia absorption by clinoptilolite and subsequent release into culture water will take place, and the grow-out study initiated. During the second trip the grow-out study will be completed and the nutrient reclamation study on pond water discharge will be conducted. Final report will be submitted no later than 31 July 2002.

Literature Cited
Barbarick, K.A., and H.J. Pirela, 1984. Agronomic and horticultural uses of zeolites: a review. In: W.G. Pond and F.A. Mumpton (Editors), Zeo-agriculture: Use of Natural Zeolites in Agriculture and Aquaculture. Westview Press, Boulder, Colorado, pp. 93¬103.

Bower, C.E., and D.T. Turner, 1982. Ammonia removal by clinoptilolite in the transport of ornamental fresh-water fishes. Progressive Fish-Culturist, 44(1):19¬23.

Charuckyj, L., 1997. Brisbane water zeoflocc performance report. Zeoflocc process selected by Queensland government. Zeolite Australia Ltd., Brisbane.

Ciambelli, P., P. Corbo, C. Porcelli, and A. Rimoli, 1985. Ammonia removal from wastewater by natural zeolites. I. Ammonium ion exchange properties of an Italian phillipsite tuff. Zeolites, 5(3):184¬187.

Dryden, H.T. and L.R. Weatherley, 1987. Aquaculture water treatment by ion-exchange: I. Capacity of Hector clinoptilolite at 0.01-0.05N. Agricultural Engineering, 6:39¬50.

Dwairi, I.M., 1998. Evaluation of Jordanian zeolite tuff as a controlled slow-release fertilizer for NH4+. Environmental Geology, 34(1):1¬4.

Holman, W.F. and W.D. Hopping, 1980. Treatability of type A zeolite in wastewater, II. Journal of Water Pollution Control Federation, 52:2887¬2905.

Knud-Hansen, C.F., T.R. Batterson, and C.D. McNabb, 1993. The role of chicken manure in the production of Nile tilapia (Oreochromis niloticus). Aquaculture and Fisheries Management, 24:483¬493.

Lewis, M.D., F.D. Moore, 3rd, and K.L. Goldsberry, 1984. Ammonium-exchanged clinoptilolite and granulated clinoptilolite with urea as nitrogen fertilizers. In: W.G. Pond and F.A. Mumpton (Editors), Zeo-agriculture: Use of Natural Zeolites in Agriculture and Aquaculture. Westview Press, Boulder, Colorado, pp. 105¬111.

Mumpton, F.A., 1999. La roca majica: Uses of natural zeolites in agriculture and industry. Proceedings of the National Academy of Science, USA, 96:3463¬3470.

Oláh, J., J. Papp, Á. Mészáros-Kiss, G. Mucsy, and D. Kalló, 1989. Simultaneous separation of suspended solids, ammonium and phosphate ion from wastewater by modified clinoptilolite. Stud. Surf. Sci. Catal., 46:711¬719.

Perrin, T.S., J.L. Boettinger, D.T. Drost, and J.M. Norton, 1998. Decreasing nitrogen leaching from sandy soil with ammonium-loaded clinoptilolite. Journal of Environmental Quality, 27:656¬663.

Pond, W.G., and J.-T. Yen, 1984. Physiological effects of clinoptilolite and synthetic zeolite A in animals. In: W.G. Pond and F.A. Mumpton (Editors), Zeo-agriculture: Use of Natural Zeolites in Agriculture and Aquaculture. Westview Press, Boulder, Colorado, pp. 127¬142.

Surce : http://pdacrsp.oregonstate.edu/pubs/workplns/wp_10/10ATR5.html

Monday, 19 July 2010

Potensi Zeolit untuk Mengolah Limbah Industri dan Radioaktif

Gambar Tetrahedra alumina dan silika (TO4) pada struktur zeolit

Mineral alam zeolit yang merupakan senyawa alumino-silikat dengan struktur sangkar terdapat di Indonesia dalam jumlah besar dengan bentuk hampir murni dan harga murah. Mineral zeolit mempunyai struktur "framework" tiga dimensi dan menunjukkan sifat penukar ion, sorpsi, "molecular sieving" dan katalis sehingga memungkinkan digunakan dalam pengolahan limbah industri dan limbah nuklir.
Di Indonesia, zeolit ditemukan pada tahun 1985 oleh PPTM Bandung dalam jumlah besar, diantaranya tersebar di beberapa daerah pulau Sumatera dan Jawa. Namun dari 46 lokasi zeolit, baru beberapa lokasi yang ditambang secara intensif antara lain di Bayah, Banten, Cikalong, Tasikmalaya, Cikembar- Sukabumi, Nanggung, Bogor dan Lampung.

Abstrak
Mineral alam zeolit yang merupakan senyawa alumino-silikat dengan struktur sangkar terdapat di Indonesia dalam jumlah besar dengan bentuk hampir murni dan harga murah. Mineral zeolit mempunyai struktur "framework" tiga dimensi dan menunjukkan sifat penukar ion, sorpsi, "molecular sieving" dan katalis sehingga memungkinkan digunakan dalam pengolahan limbah industri dan limbah nuklir.

Pendahuluan
Mineral alam zeolit biasanya masih tercampur dengan mineral lainnya seperti kalsit, gipsum, feldspar dan kuarsa dan ditemukan di daerah sekitar gunung berapi atau mengendap pada daerah sumber air panas (hot spring). Zeolit juga ditemukan sebagai batuan endapan pada bagian tanah jenis basalt dan komposisi kimianya tergantung pada kondisi hidrotermal lingkungan lokal, seperti suhu, tekanan uap air setempat dan komposisi air tanah lokasi kejadiannya. Hal itu menjadikan zeolit dengan warna dan tekstur yang sama mungkin berbeda komposisi kimianya bila diambil dari lokasi yang berbeda, disebabkan karena kombinasi mineral yang berupa partikel halus dengan impuritis lainnya.
Deposit mineral alam zeolit yang cukup besar ditemukan di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Uni Soviet, Jepang, Australia, Kuba dan beberapa negara Eropa bagian timur seperti Ceko dan Hunggaria.
Di Indonesia, zeolit ditemukan pada tahun 1985 oleh PPTM Bandung dalam jumlah besar, diantaranya tersebar dibeberapa daerah pulau Sumatera dan Jawa. Namun dari 46 lokasi zeolit, baru beberapa lokasi yang ditambang secara intensif antara lain di Bayah, Banten, Cikalong, Tasikmalaya, Cikembar-Sukabumi, Nanggung, Bogor dan Lampung.
Pemanfaatan zeolit masih belum banyak diketahui secara luas, yang pada saat ini zeolit di Indonesia dipasarkan masih dalam bentuk alam terutama pada pemupukan bidang pertanian. Berikut ini akan dibahas potensi zeolit dalam pengolahan limbah.

Pengertian, Struktur dan Sifat Zeolit
Mineral zeolit telah dikenal sejak tahun 1756 oleh Cronstedt ketika menemukan Stilbit yang bila dipanaskan seperti batuan mendidih (boiling stone) karena dehidrasi molekul air yang dikandungnya. Pada tahun 1954 zeolit diklasifikasi sebagai golongan mineral tersendiri, yang saat itu dikenal sebagai molecular sieve materials.
Pada tahun 1984 Professor Joseph V. Smith ahli kristalografi Amerika Serikat mendefinisikan zeolit sebagai :

"A zeolite is an aluminosilicate with a framework structure enclosing cavities occupied by large ions and water molecules, both of which have considerable freedom of movement, permitting ion-exchange and reversible dehydration".

Dengan demikian, zeolit merupakan mineral yang terdiri dari kristal alumino silikat terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensi. Ion-ion logam tersebut dapat diganti oleh kation lain tanpa merusak struktur zeolit dan dapat menyerap air secara reversibel.
Zeolit biasanya ditulis dengan rumus kimia oksida atau berdasarkan satuan sel kristal M2/nO Al2O3 a SiO2 b H2O atau Mc/n {(AlO2)c(SiO2)d} b H2O. Dimana n adalah valensi logam, a dan b adalah molekul silikat dan air, c dan d adalah jumlah tetrahedra alumina dan silika. Rasio d/c atau SiO2/Al2O bervariasi dari 1-5. Zeolit tidak dapat diidentifikasi hanya berdasarkan analisa komposisi kimianya saja, melainkan harus dianalisa strukturnya. Struktur kristal zeolit dimana semua atom Si dan Al dalam bentuk tetrahedra (TO4) disebut Unit Bangun Primer, zeolit hanya dapat diidentifikasi berdasarkan Unit Bangun Sekunder (UBS) sebagaimana terlihat pada Gambar 1-2.









Gambar 1. Tetrahedra alumina dan silika (TO4) pada struktur zeolit

Pada saat ini dikenal sekitar 40 jenis zeolit alam, meskipun yang mempunyai nilai komersial ada sekitar 12 jenis, diantaranya klinoptilolit, mordernit, filipsit, kabasit dan erionit. Zeolit sintetik dihasilkan dari beberapa perusahaan seperti Union Carbide, ICI dan Mobil Oil dan lebih dari 100 jenis telah dikenal strukturnya antara lain zeolit A, X, Y, grup ZSM/AlPO4 (Zeolite Sieving Marerials/Aluminium Phosphate) dan bahkan akhir-akhir ini dikenal grup Zeotip, yaitu material seperti zeolit tetapi bukan senyawa alumino-silikat.
Berdasarkan UBS semua zeolit baik dalam bentuk alami atau sintetik dapat dibagi atas 9 grup yaitu:

1. single 4-ring (S4R)
2. single 6-ring (S6R)
3. single 8-ring (S8R)
4. double 4-ring (D4R)
5. double 6-ring (D4R)
6. double 8-ring (D8R)
7. complex 4-1 (T5O10)
8. complex 5-1 (T8O16)
9. complex 4-4-1 (T10O20)










Gambar 2. Unit Bangun Sekunder Struktur Zeolit

Pada struktur zeolit, semua atom Al dalam bentuk tertahedra sehingga atom Al akan bermuatan negatif karena berkoordinasi dengan 4 atom oksigen dan selalu dinetralkan oleh kation alkali atau alkali tanah untuk mencapai senyawa yang stabil. Lain halnya dengan batuan lempung (clay materials) dengan struktur lapisan, dimana sifat pertukaran ionnya disebabkan oleh 1) brokend bonds yaitu makin kecil partikel penyerapan makin besar, 2) gugus hidroksid yang mana atom hidrogen dapat digantikan dengan kation lain atau 3) substitusi isomorf Al pada tertrahedra Si menyebabkan ikatan Al-Si cukup kuat dan mengurangi swelling.
Kemampuan pertukaran ion (adakalanya dengan istilah kemampuan penyerapan ion atau sorpsi) zeolit merupakan parameter utama dalam menentukan kualitas zeolit yang akan digunakan, biasanya dikenal sebagai KTK (kemampuan tukar kation). KTK adalah jumlah meq ion logam yang dapat diserap maksimum oleh 1 g zeolit dalam kondisi kesetimbangan. Kemampuan tukar kation (KTK) dari zeolit bervariasi dari 1,5 sampai 6 meq/g. Nilai KTK zeolit ini banyak tergantung pada jumlah atom Al dalam struktur zeolit, yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan KTK batuan lempung, seperti kaolinit (0,03-015 meq/g), bentonit (0,80-1,50 meq/g) dan vermikulit (1-1,50 meq/g).







Gambar 3. Struktur stereotip mordernit








Gambar 4. Struktur stereotip klinoptilolit

Zeolit dengan struktur "framework" mempunyai luas permukaan yang besar dan mempunyai saluran yang dapat menyaring ion/molekul (molecular sieving). Bila atom Al dinetralisir dengan ion polivalen, misalnya logam Pt, Cu dsb, zeolit dapat berfungsi sebagai katalis yang banyak digunakan pada reaksi-reaksi petrokimia. Tabel 4 memperlihatkan klasifikasi zeolit berdasarkan kemampuan terhadap penyaringan molekul organik. Zeolit khabazit yang mempunyai pori 0,489-0,588 nm dan dapat digunakan untuk memisahkan senyawa parafin seperti CH4 dan C2H6, n-parafin dan iso-parafin dan aromatis. Zeolit Na-mordernit dengan pori 0,400-0,489 nm dapat memisahkan gas N2, O2, CH4, C2H6 dengan n-parafin, iso-parafin dan aromatis. Begitu pula Ca dan Ba-Mordernite yang mempunyai pori 0,384-0,400 dapat memisahkan hidrokarbon, CH4 dengan gas Ar dan N2. Sifat katalitis zeolit disebabkan uni kation pada atom Al zeolit yang dapat dipertukarkan dengan ion H dan aktif sebagai katalisis reaksi.

Peranan Zeolit dalam pengolahan limbah industri dan nuklir
Untuk pemisahan ammonia/ammonium ion dari air limbah industri, untuk pemisahan hasil fisi dari limbah radioaktif dan penggunaan dibidang limbah pertanian. Clinoptilolit dapat memisahkan 99% ammoniak/ ammonium dari limbah industri. Tsitsisvii (1980) dan Blanchard (1984) menemukan clinoptilolite juga dapat memisahkan logam berat (Pb, Cu, Cd, Zn, Co, Ni dan Hg) baik dalam limbah industri ataupun dalam tanah pertanian untuk "soil conditioning". Dalam pengolahan limbah nuklir, Ames dari tahun 1959-1962 telah peneliti penggunaan clinoptilolite untuk pemisahan zat radioaktif. Terakhir clinoptilolite juga telah dipakai untuk dekontaminasi air pendingin reaktor pada kecelakaan reaktor Three Mile Island di Amerika pada tahun 1979 (10). Zeolit juga digunakan untuk dekontaminasi air pendingin reaktor Three Mile Island Unit II dan pada tahun 1987 untuk penyerapan gas radioaktif reaktor Chernobiel yang terbakar.
Zeolit dari deposit California digunakan untuk pemisahan radionuklida hasil fisi dalam air kolam penyimpanan bahan bakar nuklir di SIXEP (Site Ion-Exchange Plant) British Nuclear Fuel Limited, Sellafield, Inggris disamping untuk pengganti pasir digunakan campuran zeolit, fly ash dan slug pada proses sementasi limbah. Di Inggris dan Korea, limbah sementasi tidak menggunakan pasir dengan pertimbangan pasir akan meningkatkan volume limbah yang bertentangan dengan prinsip "minimisized waste" atau reduksi volume. [7,12]
Beberapa mineral anorganik banyak diteliti di Cina seperti jenis mineral fosfat, oksida, magnetit yang dilakukan tidak hanya untuk penyerapan nuklida hasil fisi tetapi juga untuk penyerapan Pu, Am dan Ce dalam simulasi limbah dengan keasaman dan kandungan garam tinggi. Hasilnya menunjukan penyerapan terhadap nulkida umumnya rendah kecuali mineral apatit yang menunjukkan penyerapan tinggi terhadap Pu, Am dan Ce.
Untuk penyerapan Cs dan Sr, Balek dari Ceko, mengunakannya untuk penyerapan Cs, Co dan Ru. Zeolit yang sama juga digunakan untuk menyerap gas RuO4 pada suhu 50oC dan suhu kamar. Tsitsisvii (1980) dan Blanchard (1984) menemukan klinoptilolit yang dapat memisahkan logam berat (Pb, Cu, Cd, Zn, Co, Ni dan Hg) baik dalam limbah industri. Akhir-akhir ini, para peneliti banyak mempelajari prospek zeolit dalam pengelolaan limbah industri. Klinoptilolit dan mordernit dapat memisahkan 99% ammoniak/ammonium dari limbah industri.

Manfaat Zeolit di Bidang Lain

Bidang Proses Industri
Berdasarkan sifat sorpsinya terhadap gas dan hidrasi molekul air, zeolit digunakan untuk pengeringan pada berbagai produk industri. Molekul uap air dapat diserap sebanyak 8-10 g dengan 100 g klinoptilolit dibandingkan 3 g dan 1,2 g oleh Al2O3 dan gel silika dengan berat yang sama pada kondisi 1,33 atm dan 25oC. Zeolit klinoptilolit yang diaktivasi pada suhu 300 - 350 oC selama 2-3 jam . Sebagai "drying agent" dari senyawa organik, zeolit digunakan antara lain :

* pada proses pemurnian metil khlorida dalam industri karet
* pemurnian fraksi alkohol, metanol, benzen, xylene, LPG dan LNG pada industri petro- kimia
* untuk hidrokarbon propellents-fillers aerosol untuk pengganti freons
* penyerap klorin, bromin dan fluorin
* menurunkan humiditas ruangan.

Zeolit digunakan dalam proses penyerapan gas seperti :

* gas mulia antara lain Ar, Kr dan gas He,
* gas rumah kaca ( NH3, CO2, SO2, SO3 dan NOx ),
* gas organik CS2, CH4, CH3CN, CH3OH, termasuk pirogas dan fraksi etana/etilen,
* pemurnian udara bersih mengandung O2,
* penyerapan gas N2 dari udara sehingga meningkatkan kemurnian O2 diudara,
* campuran filter pada rokok,
* penyerapan gas dan penghilangan warna dari cairan gula pada pabrik gula.

Dalam bidang katalis, sorben Al2O3 biasanya digunakan tetapi akhir-akhir ini juga digunakan zeolit A dalam industri petrokimia pada proses isomerisasi, hidro sulforisasi, hidrocracking, hidrogenasi, reforming, dehidrasi, dehidrogenasi dan de-alkilasi, cracking parafin, disportion toluen/benzen dan xylen. Zeolit mordenite klinoptilolit sering digunakan, sedangkan zeolit sintetik terutama digunakan jenis ZSM 5 dan zeolit A.
Dengan adanya kekawatiran pencemaran lingkungan oleh polifosfat yang biasa digunakan dalam deterjen sebagai "builder" untuk meningkatkan efisiensi ditergen pada air yeng mengandung Ca dan Mg tinggi. Saat sekarang, zeolit klinoptilolit juga digunakan sebagai pengganti polifosfat. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan zeolit A pada deterjen ternyata tidak menyebabkan akumulasi pada sistim air buangan, zeolit berlaku seperti partikel padat dan tidak bersifat toksik terhadap kehidupan di air [4,5]. Di Jepang, klinoptilolit digunakan untuk filler kertas, karet dan polimer untuk memperoleh material "low density". Di Amerika Serikat, zeolit alam juga digunakan untuk campuran pada semen dan Tchernev telah mendemonstrasikan penggunaan zeolit yang sama untuk "solar heating/cooling" pada panel energi cahaya matahari berdasarkan adsorpsi/desorpsi molekul air diwaktu siang dan malam hari.

Bidang Pertanian dan Lingkungan
Makin meningkatnya kebutuhan pupuk kimia seperti urea, KCl dan SP-36 yang pada saat ini yang sulit terbeli oleh masyarakat untuk digunakan dalam peningkatan hasil pertaniannya, pada hal dalam pelaksanaan pemupukan hanya sekitar 50% pupuk yang dapat diserap oleh tanaman, sedangkan sebagian lainnya mengalami degradasi atau terbawa hanyut oleh air tanah sehingga pemupukan tidak efisien yang juga akan mencemari lingkungan dengan kandungan N, S dan P.
Zeolit digunakan sebagai "soil conditioning" yang dapat mengontrol dan menaikkan pH tanah serta kelembaban tanah. Dalam pengalaman petani di Jepang, penambahan zeolit pada pupuk tanaman bervariasi dari 15-63% terutama untuk tanaman apel dan gandum. Penambahan zeolit pada pupuk kandang ternyata juga akan meningkatkan proses nitrifikasi. Pada saat ini bidang pertanian merupakan pemakai zeolit terbesar di Indonesia. Disamping untuk "slow release fertilizer", zeolit juga digunakan untuk sebagai carrier pestisida/herbisida dan fungisida. Namun ada keraguan penambahan zeolit pada pupuk akan terjadi akumulasi zeolit pada lahan pertanian. Jumlah penambahan zeolit ini akan tergantung pada jenis tanah setempat. Untuk tanah arid dan semi desert penggunaan zeolit sebagai campuran pupuk mungkin perlu dikurangi.
Dalam bidang peternakan, zeolit juga digunakan sebagai "food supplement" pada ternak ruminansia dan non-ruminansia masing-masing dengan dosis 2.5 - 5% dari rasio pakan perhari yang dapat mneningkatkan produktivitas baik susu, daging dan telur, laju pertumbuhan serta memperbaiki kondisi lingkungan kandang dari bau yang tidak sedap. Dalam hal fauna laut, zeolit berperan sebagai pengontol pH air dan penyerap NH3NO3- dan H2S, filter air masuk ke tambak, pengontrol kandungan alkali, oksigen dan perbaikan lahan dasar tambak melalui penyerapan logam berat Pb, Fe, Hg, Sn, Bi dan As. Selektivitas penyerapan ion sangat penting ditentukan mengingat kompleksnya komposisi kimia air (air tanah, permukaan, air limbah) yang diperlakukan terhadap zeolit baik dalam penggunaannya pada bidang pertanian dan lingkungan.
Zeolit juga pernah ditaburkan dari pesawat terbang diatas reaktor Chernobil untuk maksud menyerap hasil fisi yang terdapat dalam jatuhan debu radioaktif (fall out) akibat kebakaran reaktor Sovyet tahun 1985 (1,6).

Bahasan
Sebelum membahas berbagai penggunaan zeolit dalam iptek secara umum, akan diuraikan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan di lingkungan BATAN terutama di P2PLR yaitu :

1. Zeolit yang diteliti adalah zeolit Bayah, Lampung, Tasikmalaya, dan Cikembar-Sukabumi.
2. Zeolit Bayah dan Lampung secara kemurnian dan sifat penukar ionnya lebih baik dari zeolit Tasikmalaya dan Sukabumi.
3. Zeolit Bayah merupanan zeolit campuran jenis klinoptilolit dan mordernit, sedangkan zeolit Lampung mengandung jenis klinoptilolit saja dengan rumus kimia oksida untuk zeolit Bayah dan Lampung adalah : ZB : Na0,15 K1,44 Ca2,04 Mg0,70 Mn0,02 Fe0,44 {(AlO2)6,76 (SiO2)}29,32 6,57 H2O
ZL : Na0,17 K1,28 Ca1,15 Mg0,87 Mn0,02 Fe0,46 {( AlO2)6,95 (SiO2)} 29,05 8,86 H2O.
4. ZL dan ZB mempunyai kemampuan penyerapan terhadap Cs-137 dan Sr-90, NH4+, Cd2+, Cu2+, Mn2+, Ni2+, Pb2+, Mn2+ dan Fe2+.
5. Modifikasi kedua zeolit dalam bentuk ASP disamping menyerap ion logam berat diatas, juga mempunyai kemampuan menyerap anion sperti Cl-, F-, PO43- dan SO42-.
6. Zeolit Lampung juga telah diteliti untuk "slow release herbisida, pestisida dan fungisida yang dilakukan di PAIR.
7. Zeolit telah diteliti oleh IPB dalam dalam bidang pertanian sebagai "slow release fertilizer".

Berdasarkan potensi zeolit tersebut diatas beberapa kegiatan yang dapat dikembangkan pada kegiatan penelitian di BATAN antara lain :

Pengolahan limbah
Hasil penelitian di P2PLR kiranya telah dapat diaplikasikan dan ditindak lanjuti untk skala semi pilot untuk pengolahan limbah nuklir dan limbah B3 antara lain untuk :

1. teknik kolom penyerapan limbah mengandung hasil fisi,
2. teknik kolom penyerapan limbah B3,
3. penyerapan Flour dari limbah "Fuel Element Production",
4. pengganti pasir dalam proses sementasi konsentrat limbah radioaktif,
5. campuran bahan "backfill" pada sistim penyimpanan limbah,
6. proses dekontaminasi air industri pengganti resin organik,
7. komposit sorben antara lain zeolit PAN, zeolit-PVA.

Kelemahan penggunaan zeolit pada teknik kolom adalah 'clogging" (aliran influen terhambat). Oleh karena itu untuk mencapai penyerapan yang optimal diperlukan pemurnian mineral alam sebelum digunakan atau dimodifikasi strukturnya dan dibuat dalam ukuran butiran tertentu dengan menggunakan binder polimer misalnya poly akrilo nitril dan poli vinil alkohol sehingga komposit zeolit dapat dibuat dalam berbagai bentuk misalnya granula, pelet, lembaran, "hollow" dan sebagainya.
Keuntungan campuran zeolit-bentonit sebagai "backfill", dimana bentonit berfungsi menahan rembesan air, sedangkan zeolit berfungsi menahan pelindihan radionuklida oleh zeolit.


Pustaka:

1. Smitt, J.V., Zeolite, 4, 309, October 1984
2. A. Dyer., "Introduction to Zeolite Molecular Sieves", John Willey and Sons, Chichester, (1988)
3. Dyer , "Chemistry and Industry ", 2, 241, (1984)
4. Mumpton, F.A and Sand, L.B., in "Natural Zeolite, occurence, properties and uses", Pergamon Press, Oxford, (1978) . Breck, D.W., "Zeolite Molecular Sieves", John Willey Interscience, New York, (1974)
5. Tsitsishvili, G.V., in "Natural Zeolite, occurence, properties and uses", Pergamon Press, Oxford, (1978)
6. Ames, L.L., Amer. Mineral., 45, 1120, (1961)
7. Blanchard, G. et al., Water Res., 18, 1501, (1985)
8. Voilleque, P.G., in "The Three Mile Island Accident", ACS Series 293, Washington D.C, 45, (1986)
9. Siemmen, M.J et al. in "Natural Zeolite, occurence,properties and uses", Pergamon Press, Oxford, (1978) Breck, D.W., "Zeolite Molecular Sieves", John Willey Interscience, New York, (1974)
10. Jozsf, T., "A mineral of the future", Mineralimpex, Budapest, (1989)
11. Sand, L.B and Mumpton, F.A., in "Natural zeolite, occurence, properties and uses", (Eds Sand, L.B and Mumpton, F.A.) Pergamon Press, London, (1979)
12. Las. T, " Use of Natural Zeolite for Nuclear Waste Treatment", PhD Thesis, Dept. Applied Chemistry, University of Salford, England (1989)
13. Las. T, "Zeolit Untuk Industri", Proceed Seminar/ Kolokium Lembaga Ilmu Dasar ITI, Institut Teknologi Indonesia , Serpong, (1991).
14. Las. T, " Use of Inorganic Sorbents for Liquid Waste Treatment and Backfill for Underground Repositories", TechnicalReport, IAEA-RC No 7215/R1/RB, Shellafield, UK (1994)
15. Las. T, " Zeolite for Radioactive Waste Treatment, Techical Report, IAEA-RC No 7215/R2/RB, Beijing, China (1995)
16. Sutakarya H, Las. T, Sutoto, " Prospek Zeolit Bayah", Proceed Seminar Zeo-Agro, HAL 223-237, IPB Bogor (1992)
17. Las T, Sofyan Yatim, "Pratomo Budiman S, Potensi Zeolit Untuk Pengolahan Limbah Industri" UNAND Limau Manis Padang (1996)
18. Las T., " Use of zeolite for radioactive Waste treatmen and Disposal", JSPS-BPPT, Jakarta, (19 Februari1996)
19. Las T., Nurokhim, Imobilisasi Cs-137 dengan Zeolit dalam Matriks Semen ",Prosiding Pertemuan Ilmiah Teknologi Pengolahan Limbah I", hal 58-63, Serpong (10-11 Desember 1997)



Penulis : DR. Thamzil Las; Sumber http://www.batan.go.id/ptlr/08id/?q=node/14

Indonesia Belum Serius Memanfaatkan Zeolit


Photo Zeolite Powder mesh 200 @ 50 Kg produksi PT Khatulistiwa Hijau Prima

Apa itu zeolit ?

Zeolit ditemukan pertama kali oleh Cronstedt pada tahun 1756 di Swedia.Zeolit merupakan sekelompok mineral aluminosilikat terhidrasi dari alkalin,terutama Natrium (Na),Kalium (K),Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg).Hingga saat ini,telah ditemukan paling tidak 50 tipe zeolit alam dan 150 tipe zeolit sintetik.Zeolit memiliki kemampuan sebagai absorben,katalis dan penukar kation.

Wide Spectrum Application

MenurutDR.Didik Hadjar Gunadi,Ketua Umum Asosiasi Inventor Indonesia,mengungkapkan bahwa saat ini konsumsi dunia akan zeolit adalah sebesar 4 milyar metrik ton (hingga 2008) senilai $2,15 milyar,dan diperkirakan pada tahun 2009 menjadi $2,52 milyar dan $2,94 milyar pada tahun 2010.Data tersebut didukung dengan luasnya pemanfaatan zeolit di berbagai aplikasi (wide spectrum application).Jika kita memakai pendekatan “lingkungan bersih dan sehat”,maka dapat diuraikan aplikasi zeolit dalam peningkatan efisiensi pemupukan,kualitas lahan serta peningkatan kualitas dan efisiensi produk, yang bermuara pada peningkatan hasil.Lebih lanjut,zeolit juga dapat diaplikasikan untuk mengurangi konsumsi air (bagi tanaman),pengurangan polutan,menghilangkan bau dan toksin serta kehilangan nutrien,yang pada akhirnya akan terjadi penghematan.

Hal tersebut dikuatkan oleh DR.Astiana Sastiono yang berbicara tentang pemanfaatan zeolit di bidang pertanian.Ibu yang menjadi staf pengajar di Jurusan Tanah,Fakultas Pertanian IPB,menjelaskan manfaat zeolit yang besar di bidang pertanian disebabkan sifat-sifat kimia dan fisiknya yang unik : kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi (100-180 meq/100 g),kemampuan menyerap ion amonium,menyerap air dan bersifat porous.Sifat-sifat itu tidak hanya dapat dimanfaatkan sebagai penyerap hara untuk efisiensi penggunaan pupuk (khususnya efisiensi pupuk nitrogen),namun juga sebagai campuran kompos,media tumbuh tanaman,campuran pakan ternak (feed aditive) hingga memperbaiki kualitas air.Efisiensi penggunaan pupuk nitrogen terjadi karena zeolit memiliki kemampuan mengabsorbsi ion amonium dan hal itu dilakukan dengan cara mencampur zeolit dengan pupuk atau langsung diberikan ke tanah.Adapun zeolit sebagai media tanam sayuran juga menunjukkan hasil yang baik.Dalam hal ini,zeolit dicampur dengan kompos atau gambut untuk pembibitan tanaman sayuran dan tanaman perkebunan.

Zeolit dan industri

Dalam bidang industri,zeolit juga memegang peran penting,yakni sebagai katalis selektif (selective catalyst).Hal itu dinyatakan oleh DR.Yateman Arryanto,dosen Program Pasca Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.Bagaimana hal tersebut dilakukan?.Caranya adalah dengan aktivasi asam,kemudian dilakukan proses impregnasi beberapa logam pada zeolit hasil aktivasi asam.

Pemanfaatan zeolit alam sebagai katalis selektif untuk keperluan industri kimia dan petrokimia,dapat dilakukan pada beberapa reaksi pembuatan gasoline dari metanol,reaksi hidrorengkah minyak bumi,reaksi konversi alkana menjadi alkena,reaksi oligomerasi dan reaksi interkonversi etana dan etanol.

Strategi Masa Depan

Mengingat wide spectrum application dari zeolit,maka harus dilakukan agenda dan aksi yang lebih terintegrasi.Baik DR.Yateman maupun DR.Astiana sepakat bahwa ada tiga pihak yang harus berperan aktif: pemerintah,pengusaha dan ilmuwan.Pemerintah sebagai otoritas wilayah dan penyedia sarana dan prasarana,bekerja sama dengan pihak pengusaha sebagai pemilik modal dan pasar serta didukung pihak ilmuwan sebagai otoritas keilmuwan.

Sumber : Hasil "Seminar Nasional Zeolit III : Peningkatan Peran Zeolit Di Bidang Pertanian,Industri dan Lingkungan" Bogor

Sunday, 11 July 2010

Peresmian Laboratorium Bahasa dan Multimedia Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) Kab. Sukabumi

Sekolah bertaraf Internasional yang ada di Kabupaten Sukabumi merupakan komitmen yang kuat dari pemerintah daerah dalam rangka mempersiapkan anak-anak didik agar menjadi generasi penerus yang tangguh demikian dikatakan bupati Sukabumi H. Sukmawijaya dalam sambutannya ketika peresmian Laboratorium Bahasa dan Multimedia sekolah bertaraf internasional (SBI) bertempat di SD Model Cikembang Kecamatan Cikembar, jumat (26/6/09). hadir pada kesempatan tersebut kepala OPD Kab. Sukabumi serta tokoh pendidikan di Kab. Sukabumi

Ditegaskan bupati Sukabumi, tujuan didirikannya SBI adalah untuk mempersiapkan siswa/siswi untuk menjadi generasi penerus yang unggul agar tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi akan tetapi kecerdasan lain yang dengan mengembangkan potensi yang ada dari siswa. lebih lanjut bupati Sukabumi mengatakan, SBI dirancang dengan sarana yang memadai dengan tujuan untuk melayani multi kecerdasan dari siswa sehingga potensi yang ada dari siswa dapat tersalurkan fitrah kecerdasannya.

sementara kepala dinas pendidikan Kab. Sukabumi DRS. H. Zaenal Mutaqin, M.SI. melaporkan salah satu tugas pokok dari SBI adalah mengembangkan amanat untuk senantiasa meningkatkan standar pendidikan nasional di Kabupaten Sukabumi.(irfan-iwan)

Sumber : http://www.kabupatensukabumi.go.id

Sekolah Bertaraf Internasional ( SBI ) Kabupaten Sukabumi

Visi dan Misi

UPTD SBI adalah lembaga Pembina sekolah Bertaraf Internasional di Kabupaten Sukabumi yang mengemban amanat untuk membina peserta didiknya berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP) serta menyiapkan lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. Kaitannya dengan tugas dan fungsinya, UPTD-SBI diberi kewenangan penuh untuk mengembangkan program sekolah bertaraf internasional jenjang TK dan SD dan secara bertahap mengembangkan jenjang SMP dan SMA/SMK. Selanjutnya UPTD-SBI secara kelembagaan diberi kewenangan untuk memberikan fasilitas kepada sekolah-sekolah yang menyelenggarakan rintisan sekolah bertaraf internasional.

Visi UPTD-SBI

Menjadi lembaga Pembina profesional untuk mewujudkan sekolah-sekolah bertaraf internasional yang mampu mencetak generasi unggul yang Beriman, Ihsan, Sehat dan Cendekia.

Misi UPTD-SBI

Untuk mewujudkan visi sebagaimana tersebut di atas maka dirumuskan misi utama UPTD-SBI sebagai berikut :

  • Mewujudkan sekolah-sekolah yang bertaraf internasional di Kabupaten Sukabumi yang mampu melahirkan generasi bangsa unggul dengan landasan iman dan taqwa kepada Allah, memiliki komitmen tinggi untuk selalu mengamalkan rukun iman dan rukun islam dalam perilaku sehari-hari, sehat jasmani-rohani meningkatkan dan mendarmabaktikan disiplin ilmu keislaman, sains, seni, dan teknologi.
  • Melaksanakan kajian dan penelitian ilmiah dalam bidang inovasi pendidikan yang bermutu untuk dapat dijadikan acuan keunggulan mutu bagi sekolah lainnya di kabupaten Sukabumi.
  • Mengembangkan berbagai sumber belajar melalui kerjasama dengan pihak lain pada tingkat local, nasional maupun internasional untuk dimanfaatkan pada lingkungan sekolah dibawah binaan UPTD-SBI dan melayani sekolah lainnya secara nasional.
  • Menjalin kemitraan dan melakukan rujuk mutu (benchmarking) untuk meningkatkan kualitas dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri, sekaligus memperoleh kesempatan untuk memperluas layanan kepada publik.
SD SBI Kabupaten Sukabumi, beralamat di Jl. Pelabuhan II, KM 22 Cikembang, Kec. Cikembar, Kab. Sukabumi. Phone/Fax 0266 321001

Thursday, 8 July 2010

Tegalbuled Miliki Pabrik Rp 50 Juta Dollar

Pembangunan Kabupaten Sukabumi selatan terus digenjot. Salah satunya ditandai dengan peletakan batu pertama pabrik pengolahan bijih besi yakni PT Sumber Surya Daya Prima dan PT Sumber Baja Prima. Kedua pabrik yang tergabung dalam SSP Grup itu nantinya akan mengolah potensi bijih besi di kecamatan paling ujung itu.
Peresmian pabrik senilai Rp 50 juta dollar Amerika itu dilakukan di Desa Buniasih. Lokasinya persis di pinggir pantai selatan. Sebab, itu dipilih agar pengolahan bahan tambang ini bisa mudah dilakukan.
Dalam kesempatan tersebut, Bupati Sukabumi Sukmawijaya mengatakan, keberadaan pabrik ini nantinya dapat memberikan kontribusi nyata terhadap upaya penciptaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat.
“Selain itu, keberadaan pabrik ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pertambangan," ujarnya.
Di sini ia meminta, manajemen dua perusahaan yang masih "sejoli" itu, mengutamakan rekrutmen tenaga kerja lokal. Sebab ketika mereka menggarap hasil bumi, maka masyarakat sekitar lah yang harus lebih dulu diperhatikan. Di sini, pemda tidak bermaksud menghambat perusahaan merekrut tenaga ahli dari luar daerah.
"Yang terpenting bagaimana caranya orang lokal direkrut, dilatih dan diberi ruang agar bisa bekerjasama. Ini salah satunya yang menciptakan iklim kondusif di daerah kita," paparnya.
Direktur PT Sumber Daya Prima (SBP) Rickie Gozali mengatakan, rencana pembangunan perusahaan ini sudah dirilis empat tahun lalu. Sebab selain mengeksplorasi, pihaknya harus mematangkan segala dampak dan perizinan yang diperlukan.
"Hasil selama penelitian, potensi pasir yang akan diolah menjadi bijih besi ini mengandung unsur titanium. Makanya, ini merupakan alasan kita berinvestasi di sini," paparnya.
Ia menambahkan, pihaknya jelas akan merealisasikan keinginan masyarakat lokal dan pemerintah dalam melakukan kerjasama pengelolaan bahan tambang. "Kita akan tahu porsi saat eksploitasi nanti. Di samping itu, rekrutmen tenaga lokal jelas menjadi syarat yang akan dilakukan," jelasnya.

sumber : http://www.radarsukabumi.com

Saturday, 3 July 2010

Zeolit sebagai Mineral Serba Guna

Photo zeolite granular size 2-5 mm produk PT. Khatulistiwa Hijau Prima (Bojong, Sukabumi)

Zeolit (Zeinlithos) atau berarti juga batuan mendidih, di dalam riset-riset kimiawan telah lama menjadi pusat perhatian. Setiap tahunnya, berbagai jurnal penelitian di seluruh dunia, selalu memuat pemanfaatan zeolit untuk berbagai aplikasi, terutama yang diarahkan pada aspek peningkatan efektivitas dan efisiensi proses industri dan pencemaran lingkungan.

Zeolit umumnya didefinisikan sebagai kristal alumina silika yang berstruktur tiga dimensi, yang terbentuk dari tetrahedral alumina dan silika dengan rongga-rongga di dalam yang berisi ion-ion logam, biasanya alkali atau alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak bebas. Secara empiris, rumus molekul zeolit adalah Mx/n.(AlO2)x.(SiO2)y.xH2O. Struktur zeolit sejauh ini diketahui bermacam-macam, tetapi secara garis besar strukturnya terbentuk dari unit bangun primer, berupa tetrahedral yang kemudian menjadi unit bangun sekunder polihedral dan membentuk polihendra dan akhirnya unit struktur zeolit.

Berikut adalah beberapa contoh jenis mineral zeolit beserta rumus kimianya :

Nama Mineral

Rumus Kimia Unit Sel

Analsim

Na16(Al16Si32O96). 16H2O

Kabasit

(Na2,Ca)6 (Al12Si24O72). 40H2O

Klipnoptolotit

(Na4K4)(Al8Si40O96). 24H2O

Erionit

(Na,Ca5K) (Al9Si27O72). 27H2O

Ferrierit

(Na2Mg2)(Al6Si30O72). 18H2O

Heulandit

Ca4(Al8Si28O72). 24H2O

Laumonit

Ca(Al8Si16O48). 16H2O

Mordenit

Na8(Al8Si40O96). 24H2O

Filipsit

(Na,K)10(Al10Si22O64). 20H2O

Natrolit

Na4(Al4Si6O20). 4H2O

Wairakit

Ca(Al2Si4O12). 12H2O

Di Indonesia, jumlah zeolit sangat melimpah dan tersebar di berbagai daerah baik di pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Pemanfaatan zeolit Indonesia untuk penggunaan secara langsung belum dapat dilakukan, karena zeolit Indonesia banyak mengandung campuran (impurities) sehingga perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu untuk menghilangkan atau memisahkannya dari kotoran-kotoran.

Sifat Unik Zeolit

Karena sifat fisika dan kimia dari zeolit yang unik, sehingga dalam dasawarsa ini, zeolit oleh para peneliti dijadikan sebagai mineral serba guna. Sifat-sifat unik tersebut meliputi dehidrasi, adsorben dan penyaring molekul, katalisator dan penukar ion.

Zeolit mempunyai sifat dehidrasi (melepaskan molekul H20) apabila dipanaskan. Pada umumnya struktur kerangka zeolit akan menyusut. Tetapi kerangka dasarnya tidak mengalami perubahan secara nyata. Disini molekul H2O seolah-olah mempunyai posisi yang spesifik dan dapat dikeluarkan secara reversibel. Sifat zeolit sebagai adsorben dan penyaring molekul, dimungkinkan karena struktur zeolit yang berongga, sehingga zeolit mampu menyerap sejumlah besar molekul yang berukuran lebih kecil atau sesuai dengan ukuran rongganya. Selain itu kristal zeolit yang telah terdehidrasi merupakan adsorben yang selektif dan mempunyai efektivitas adsorpsi yang tinggi.

Kemampuan zeolit sebagai katalis berkaitan dengan tersedianya pusat-pusat aktif dalam saluran antar zeolit. Pusat-pusat aktif tersebut terbentuk karena adanya gugus fungsi asam tipe Bronsted maupun Lewis. Perbandingan kedua jenis asam ini tergantung pada proses aktivasi zeolit dan kondisi reaksi. Pusat-pusat aktif yang bersifat asam ini selanjutnya dapat mengikat molekul-molekul basa secara kimiawi. Sedangkan sifat zeolit sebagai penukar ion karena adanya kation logam alkali dan alkali tanah. Kation tersebut dapat bergerak bebas didalam rongga dan dapat dipertukarkan dengan kation logam lain dengan jumlah yang sama. Akibat struktur zeolit berongga, anion atau molekul berukuran lebih kecil atau sama dengan rongga dapat masuk dan terjebak.

Aplikasi Zeolit

Seperti telah disinggung diatas, bahwasanya dalam dasawarsa ini, zeolt telah dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat. Berikut adalah beberapa contoh aplikasinya :

Bidang/Sektor

Aplikasi

Pertanian

Penetral keasaman tanah, meningkatkan aerasi tanah, sumber mineral pendukung pada pupuk dan tanah, serta sebagai pengontrol yang efektif dalam pembebasan ion amonium, nitrogen, dan kalium pupuk.

Peternakan

Meningkatkan nilai efisiensi nitrogen, dapat mereduksi penyakit lembuhg pada hewan ruminensia, pengontrol kelembaban kotoran hewan dan kandungan amonia kotoran hewan.

Perikanan

Membersihkan air kolam ikan yang mempunyai sistem resikurlasi air, dapat mengurangi kadar nirogen pada kolam ikan.

Energi

Sebagai katalis pada proses pemecahan hidrokarbon minyak bumi, sebagai panel-panel pada pengembangan energi matahari, dan penyerap gas freon.

Industri

Pengisi (filler) pada industri kertas, semen, beton, kayu lapis, besi baja, dan besi tuang, adsorben dalam industri tekstil dan minyak sawit, bahan baku pembuatan keramik.

Daftar Pustaka

  • Bambang Setiaji. 2000. Pemanfaatan Zeolit untuk Adsorpsi Benzopiren sebagai Senyawa Racun dalam Asap Cair. Majalah Iptek Vo. 11, No. 4, November 2000.
  • Muhammad Rif’an. 2005. Zeolit, Kristal Ajaib dari Gunung Berapi. Majalah ACID Edisi III/Tahun V/Mei 2005. Bandar Lampung
  • Najib I. 1994. Pengaruh Pengaktifan Zeolit Lampung dengan Asam Sulfat sebagai Adsorben Ion Amonium. Skripsi Kimia Univ. Lampung. Bandar Lampung
  • Prayitno, KB. 1989. Zeolit sebgai Alternatif Industri Komoditi Mineral Indonesia. BPPT No. XXXV.
  • Rudy Situmeang. 2006. Kimia Katalis. Diktat Kuliah. Bandar Lampung
  • Sujarwadi. 1997. Sekilas tentang Zeolit. Pusat Pengembangan Teknologi Mineral. Bandung
  • Susanto dan Suharso. 1999. Pemisahan Ion-ion Besi dalam Air dengan Zeolit Alam yang Diaktifasi. Jurnal Univ. Lampung. Bandar Lampung

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More