ZEOLIT, SI MURAH BERKHASIAT TINGGI UNTUK KEBUN SAWIT

Penelitian aplikasi zeolit dilakukan pada pembibitan kelapa sawit untuk mengetahui pengaruhnya terhadap medium tanam dan pertumbuhan serta serapan hara bibit kelapa sawit ....Readmore

MANFAAT ZEOLITE PADA TANAH, TANAMAN, TERNAK DAN TAMBAK

Dengan majunya penemuan teknologi, zeolite disebut dengan nama mineral serba guna, karena fungsinya yang sangat beraneka ragam, .... Readmore

NATURAL ZEOLITE FOR RADIATION PROTECTION

Toxic nuclear radiation is being spread all around our world due to many reactors malfunctioning or spilling their deadly load into the environment. Radiation can .... Readmore

MEMBUAT FILTER AIR SEDERHANA DENGAN ZEOLITE

Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Karena itu jika kebutuhan akan air tersebut belum tercukupi maka dapat memberikan dampak .... Readmore

TZP Plus (Soil Conditioner)

Solusi memperbaiki lahan, meningkatkan produksi dan kualitas hasil pertanian. Terdaftar.....Readmore.

1:1 Traffic Exchange Yibbida operates a 1:1 traffic exchange system that is consistently generating web site traffic.

Wednesday 11 August 2010

Manfaat Zeolite pada Bidang Pertanian

Zeolit alam yang karakteristik dalam hal kristalinitas, ukuran pori, sesuai dengan struktur dan komposisi Si atau Al. Struktur zeolit yang berpori dengan molekul air didalamnya, melalui pemanasan menyebabkan molekul air mudah lepas sehingga menjadikan zeolit spesifik sebagai adsorben, molecular sieving, penukar ion, dan katalisator (Mumpton, 1978).

Karakteristik yang unit inilah menyebabkan zeolit banyak manfaatnya, di bidang pertanian, sebagai soil kondisioner dan pelepas lambat pupuk, di perikanan, sebagai penyerap unsur-unsur beracun hasil sekeresi binatang, di bidang industri sebagai penyerap bau-bauan, water treatmen, penyaring limbah dan lain sebagainya.

Zeolite Powder adalah salah satu produk dari Zeolit Indonesia yang sudah diolah dan diaktivasi sedemikian rupa sehingga memiliki kemampuan yang maksimal. Selain itu zeolit yang digunakan oleh PT Khatulistiwa Hijau Prima adalah zeolit yang berasal dari sumber/deposit zeolite di wilayah Cikembar, Sukabumi, Jawa Barat yang sudah diakui di dunia Internasional.

Komposisi mineral zeolit rata-rata dari Indonesia hampir sama yaitu :
SiO2, Al2O3, Fe2O3, K2O, TiO2, MgO, CaO, Na2O.

Umumnya perbedaan antara sumber/deposit yang satu dengan yang lain adalah dalam jumlah kandungan, porositas, serta KTK. Perbedaan inilah biasanya yang menyebabkan apakah zeolit itu memiliki kemampuan yang baik atau kurang kurang baik.
Zeolit merupakan kristal aluminosilikat terhidrasi yang mengandung kation alkali dan alkali tanah dalam kerangka tiga dimensinya, secara empiris mempunyai rumus sebagai berikut :

Mx/n[{AlO2}x{SiO2}y]. zH2O

Dimana, Mx/n: kation golongan IA dan IIA dalam sistem periodik, n: valensi logam alkali, x: bilangan tertentu alumina dari 2-10, y: bilangan tertentu silika dari 2-7, z: jumlah molekul air.


Struktur dan Sifat Zeolit Alam

Struktur zeolit dapat digambarkan seperti sarang lebah dengan saluran-saluran dan rongga-rongga yang dihasilkan oleh sambungan-sambungan kaku tetrahedral (Dyer, 1994). Struktur kristal dari mineral zeolit termasuk anggota kelas aluminosilikat. Umumnya zeolit tersusun oleh satuan unit pembangun primer yang merupakan satuan unit terkecil tetrahedral SiO4 dan AlO4. Dalam struktur zeolit, atom Si dan O tidak memiliki muatan,sedangkan atom Al bermuatan negatif sehingga struktur rantai aluminosilika tersebut akan dinetralkan oleh kation (contoh Na+, Ca+, dan K+).

Pada tahun 1967, Meier mengklasifikasikan dan mengilusterasikan struktur zeolit berdasarkan susunan unit pembangunnya, yaitu: unit pembangun primer, sekunder, dan tersier.

  1. Unit pembangun primer berupa tetrahedral SiO4 dan AlO4 yang merupakan satuan unit terkecil.
  2. Unit pembangun sekunder terbentuk dari rangkaian unit pembangun primer dengan cara setiap satu atom oksigen secara bersama sebagai sudut dua tetrahedral, membentuk cicin tunggal maupun ganda dengan 4, 5, 6, dan 8 tetrahedral.
  3. Unit pembangun tersier atau struktur ruang terbentuk dari ikatan unit pembangun sekunder satu sama lain dengan berbagai kombinasi. Kristal zeolit merupakan rangkaian tiga dimensi unit tersier tersebut (Subagjo, 1993).

Adapun bentuk-bentuk dasar yang terkombinasi akan membentuk kristal berpori dengan pola dan dimensi saluran-saluran sejajar yang saling terhubungkan oleh saluran lain yang tegak lurus dengan variasi ukuran tertentu. Molekul tamu, yaitu molekul yang teradsorpsi atau bereaksi dengan bantuan permukaan zeolit, berdifusi menyusuri saluran pori untuk mencapai permukaan dalam zeolit. Pengelompokan sistem pori zeolit berdasarkan dimensi arah difusi molekul tamu di dalam kristal zeolit dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu sistem pori satu dimensi, sistem pori dua dimensi, dan sistem pori tiga dimensi, seperti ditunjukkan dalam gambar 2. (Subagjo, 1993).

Berdasarkan ukuran pori zeolit terbagi tiga kelompok besar, yaitu sistem pori cincin 8 oksigen, sistem pori 10 oksigen, dan sistem pori cincin 12 oksigen (Subagjo, 1993).

Zeolit alam mempunyai struktur kristal berdimensi tiga dengan pori-pori yang banyak. Struktur zeolit yang berpori dengan cairan di dalamnya mudah lepas karena pemanasan sehingga sifatnya spesifik, yaitu dapat menyerap bahan lain yang ukuran molekulnya lebih kecil dari ukuran porinya (Dorfner, 1991).

Zeolit sebagai padatan anorganik yang berwarna kebiru-biruan memiliki sifat-sifat yang sangat unik, diantaranya adalah sangat berpori, mempunyai kemampuan menukar ion, keasaman, dan mudah dimodifikasi.

Penukar zeolit yang luas (sangat berpori) dikarenakan adanya rangkaian-rangkaian dari unit pembangun primer tetrahedral silika dan alumina. Pori-porinya berukuran molekul yang terbentuk dari tumpukan cincin beranggotakan 6, 8, 10, atau 12 tetrahedral (Barrer,1982).

Saluran pori pada zeolit berisi molekul air terbentuk akibat proses hidrasi udara disekeliling kation penukar. Melalui pemanasan air akan terurai dan saluran-saluran pori akan mengadsorpsi pada permukaan dalam dari ruang (Prayitno, 1989).

Zeolit mempunyai selektivitas tinggi dan sering digunakan untuk mengisolasi kation-kation yang diikat. Menurut Mumpton dan Fishman (1978), pertukaran zeolit bersifat membuka ikatan kerangka tetrahedralnya sehingga dapat terurai atau bertukar dengan mudah oleh pencucian suatu larutan yang kuat. Artinya, zeolit dapat memberikan ion-ion logam dengan adanya penambahan larutan garam (Prayitno, 1989).

Zeolit bersifat sebagai padatan asam Bronsted melalui pengaturan perbandingan Si/Al dalam kerangka kristal. Tetapi cara ini hanya diterapkan pada zeolit yang kaya silika, karena tahan oleh asam (Subagjo,1993).

Sifat-sifat tersebut menjadikan zeolit banyak digunakan dalam proses-proses dasar seperti dalam proses adsorpsi, pertukaran kation, katalis yang selektif dengan memanfaatkan pusat asam dan sebagai ayakan molekul.

Tuesday 27 July 2010

Menghitung Kebutuhan Kompos

Cara Pemakaian dan Menghitung Kebutuhan Kompos

Cara pemakaian kompos, sebaiknya disesuaikan dengan keadaan jenis tanah dan kandungan C organik dalam tanah tersebut, disamping juga harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing jenis tanaman.

Tiap-tiap tanaman memerlukan kandungan bahan organik yang berbeda-beda. Tanaman sayuran apabila tidak dipupuk dengan pupuk organik sama sekali pertumbuhannya tidak akan sebaik tanaman yang mendapat pupuk organik.

Tanaman bunga seperti antara lain Azalea atau Anthurium, pertumbuhannya akan sangat baik pada media yang 100 persen terdiri dari bahan organik. Apabila medianya tercampur dengan tanah, pertumbuhannya kurang optimal. Beberapa tanaman lainnya akan tumbuh dengan baik apabila kompos ditambah dengan tanah dengan perbandingan 1:1. Disamping itu ada juga tanaman yang menghendaki kompos dicampur dengan tanah dan pasir dengan perbandingan 1 : 1 : 1.

Sementara itu tiap-tiap jenis tanah memiliki keadaan kesetimbangan kandungan bahan organik sendiri-sendiri. Pada tanah-tanah abu vulkanik (Andisol) seperti tanah di Lembang, kandungan C organik tanah (ideal), tidak akan sama dengan kandungan C organik tanah (ideal) pada jenis tanah Inseptisol di Banjaran, misalnya.

Sehingga jumlah pemberian pupuk organik pada tiap tanaman dan pada berbagai jenis tanah tidak akan sama.

Untuk menentukan tingkat kandungan C organik dalam tanah, harus dilakukan dengan analisa laboratorium.

Untuk mengetahui berapa kebutuhan pupuk C organik, dapat dilakukan dengan cara mempergunakan rumus sbb:

Kebutuhan Kompos (C organik) = C organik Tanah x 1.724 x 20 cm x 10.000 m2

C organik tanah = ditentukan berdasarkan hasil analisa tanah di laboratorium
1.724: konstanta 20 cm: kedalaman lapisan olah tanah 10.000 m2: Luas areal

Sebagai ilustrasi, apabila hasil analisa laboratorium tanah diketahui kandungan C organik tanah di suatu tempat adalah 2.56 %, Maka menghitung kandungan C organik tanah dalam lapisan olah (20 cm) seluas 1 ha adalah:

Kandungan C organik lapisan olah tanah adalah = 2.56 x 1,724 x 20 x 10.000 = 8.800 kg /ha = 8.8 ton / ha

Sementara itu ada juga yang mengelompokan tingkat kandungan bahan organik tanah secara umum, seperti dapat dilihat pada tabel berikut:

Kandungan Organik Tingkat Setara Dengan
(% Berat Tanah)
Ton / ha
Metoda Welkley - Black




> 20 Sangat Tinggi > 68.9
10 – 20 Tinggi 34.48 – 68.9
4 – 10 Sedang 13.79 – 34.48
2 - 4 Rendah 4.34 – 13.79
min 2Sangat Rendah min 4.34

Sumber: Metson (1961) dalam Brooker Tropical Soil Manual 1984

Dengan demikian rekomendasi pemberian pupuk organik dilakukan berdasarkan kekurangan kandungan C organik dalam tanah. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan bahwa bila berdasarkan analisa laboratorium tanah, kandungan C organik tanah adalah 2.56 % setara dengan 8.8 ton / ha, maka berdasarkan keadaan tingkat kesuburan C organik tanah, kandungan organik tanah berada pada tingkat rendah.

Berapa persisnya kebutuhan pupuk Organik, adalah sangat tergantung kepada jenis tanah dan jenis tanaman. Keadaan ini baru akan diketahui dengan lebih akurat apabila dilakukan pengujian lapangan. Tetapi dengan bantuan panduan tingkat kesuburan tanah pada tabel 5 di atas, dapat diketahui secara umum bahwa untuk mencapai tingkat kesuburan C organik tanah sedang, yaitu 13.79 s/d 34.48 ton / ha, maka diperlukan penambahan pupuk organik sebesar = (13.79 s/d 34.48 ) – 8.8 ton = 4.99 s/d 25.4 ton /ha.

Sumber : http://lestarimandiri.org/id/pupuk-organik/92-pupuk-organik/230-menghitung-kebutuhan-kompos.html

Monday 26 July 2010

Standar Pupuk Organik Granul Perlu Direvisi

Di dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah, dikenal istilah Pupuk Organik Granul. Pupuk organik didefinisikan sebagai pupuk yang berasal dari sisa tanaman dan/atau kotoran hewan yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair dan dapat diperkaya dengan bahan mineral alami dan/atau mikroba yang bermanfaat memperkaya hara, bahan organik tanah, dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

Permentan No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 lahir dalam rangka mendukung program subsidi pupuk organik, pupuk hayati dan pembenah tanah kepada petani yang diberikan melalui Departemen Pertanian. Para produsen pupuk organik granul harus memperhatikan Permentan tersebut. Namun sayangnya, di dalam persyaratan teknisnya pada beberapa hal masih terdapat informasi yang mengundang banyak pertanyaan sehingga perlu direvisi.

Berdasarkan Permentan No. 28/Permentan/SR.130/5/2009, beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam POG antara lain adalah rasio C/N, kandungan bahan ikutan, kandungan unsur mikro, kandungan organisme patogen, kandungan organik, dan kadar air.

Dalam Permentan tersebut, pupuk organik granul dibagi menjadi dua kelompok yaitu pupuk organik granul biasa (tanpa tambahan mikroba fungsional) dan pupuk organik granul dengan tambahan mikroba fungsional (seperti mikroba penambat N2 bebas, mikroba pelarut P, mikroba penyedia K dan sebagainya). Perbedaan kedua kelompok tersebut dalam persyaratan teknisnya hanya pada kriteria kandungan mikroba fungsional dan kadar air.

Kadar Air
Kadar air yang diperbolehkan dalam pupuk organik granul murni adalah antara 4-15%, sedangkan untuk pupuk organik granul yang diperkaya mikroba adalah 10-20%.

Batasan kadar air serendah itu untuk proses produksi pupuk organik granul dari kompos perlu dikritisi karena dalam proses pembuatannya boros energi dan mematikan kandungan beraneka ragam mikroba positif bawaan (native microbe) kompos yang digranulkan. Mengapa boros energi dan mematikan aneka mikroba?

Hal itu disebabkan karena untuk mengejar persyaratan tersebut, para produsen pupuk organik granul biasanya menggunakan mesin pengering dengan suhu hingga 100-200oC sehingga memerlukan pasokan energi yang cukup tinggi. Pasokan energi yang tinggi berarti pasokan biaya yang tinggi pula.

Sementara itu, dengan ekspos suhu di atas 100oC selama beberapa detik atau menit di mesin pengering, aneka ragam mikroba positif yang terdapat di dalam pupuk organik granul akan mati. Padahal mikroba-mikroba yang terdapat dalam kompos sangat bermanfaat dalam peningkatan kesuburan tanah.

Dengan demikian, implikasi dari persyaratan kadar air tersebut telah membawa pada konsekuensi logis pada pemborosan energi dan matinya aneka mikroba positif. Oleh karena itu hendaknya persyaratan kadar air dalam Permentan tersebut tidak serendah itu, tetapi ditingkatkan menjadi lebih tinggi lagi misalnya 20-30% (baik bagi pupuk organik granul murni maupun pupuk organik granul yang diperkaya mikroba).

Penentuan kadar air serendah itu mungkin cocok bagi industri pupuk kimia granul, bukan pupuk organik granul, yang memang bebas dari mikroba dan memerlukan bentuk yang kompak, bulat, dan keras.

Kandungan Mikroba Fungsional
Kandungan mikroba fungsional (penambat N, Pelarut P, atau Penyedia K) di dalam pupuk organik granul hasil pengayaan, minimal sebanyak 103/gram. Penambahan mikroba fungsional tersebut tentunya akan lebih efektif lagi kalau mikroba positif penghuni kompos tidak keburu mati pada saat pengeringan granul.

Dan seandainya tanpa pengeringan dengan suhu tinggi (dalam rangka menuju kadar air yang distandarkan), pupuk organik granul murni (sekalipun tanpa penambahan mikroba fungsional) secara alami telah membawa mikroba fungsional pula dengan jenis yang sangat beraneka ragam dan relatif adaptif.

Selain itu, seandainya pengeringannya dilakukan dengan suhu yang tidak terlampau tinggi, penambahan mikroba fungsional dapat dilakukan pada tahap granulasi sehingga tahap pengayaan mikroba setelah proses pengeringan dapat ditiadakan. Hal tersebut berarti juga akan menghemat ongkos produksi pupuk organik granul.

Rasio C/N
Dalam Permentan, rasio C/N yang biasanya terkait dengan tingkat kematangan produk kompos tidaklah mendapat perhatian yang serius sehingga nilainya relatif longgar dan rancu. Terkait dengan hal tersebut, di persyaratan disebutkan bahwa kandungan rasio C/N pupuk organik granul antara 15-25.

Rasio C/N dengan ambang batas atas sebesar 25 terlalu longgar karena biasanya dengan nilai sebesar itu dalam kacamata komposting, komposnya belum begitu matang. Sementara itu pembatasan rasio C/N pada batas bawah 15 adalah rancu, karena sebenarnya rasio C/N akan semakin baik jika semakin mendekati rasio C/N tanah (sekitar 10).

Cara pandang terhadap besaran rasio C/N tidak bisa dilepaskan dengan kriteria kompos matang karena bahan baku pupuk organik granul adalah kompos. Umumnya kriteria kompos yang telah matang adalah di bawah angka 20, dan tanpa ambang batas bawah.

Tingkat Keasaman (pH)
Di dalam Permentan tingkat keasaman pupuk organik granul terlalu longgar rentangnya yaitu antara 4-8. Hal ini juga mengundang pertanyaan karena nilai pH 4 merupakan nilai yang cukup ekstrim (karena sangat asam) bagi kehidupan organisma sehingga pemakaiannya untuk tanaman pada keasaman tersebut perlu dipertimbangkan dengan baik. Jika pH-nya masih serendah itu, tanaman yang dipupuk bisa mati. Standar keasaman yang baik adalah antara 6,5- 8,0.

Kandungan Unsur Makro (C, N, P2O5 dan K2O)
Kandungan C dalam pupuk organik granul minimal 12%. Nilai kandungan C, terutama C-organik, dalam POG akan memberikan indikasi besarnya kandungan material organik, karena dalam persyaratan pupuk organik granul tidak ada kriteria kandungan bahan organik. Semakin tinggi kandungan C akan semakin tinggi kandungan bahan organik.

Lain halnya dengan kandungan C, kandungan unsur N, dan senyawa P2O5 dan K2O justru dibatasi tidak boleh lebih dari 6%. Pernyataan tidak boleh melebihi 6% tidak jelas alasannya, karena biasanya yang dibatasi adalah kandungan minimumnya dan dibiarkan tidak ada batas atasnya. Hal tersebut terkait dengan penyediaan unsur N, P dan K yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Semakin besar kandungan unsur NPK dalam beberapa hal tentunya sangat baik bagi pemupukan.

Kandungan Bakteri Patogen
Nilai ambang kandungan fecal Coli dan Salmonella masing-masing adalah tidak boleh melebihi 100 MPN/gr. Bakteri Coli dan Salmonella adalah bakteri yang berasal dari saluran pencernaan manuasia dan hewan mamalia lainnya yang dapat menyebabkan sakit perut.

Keberadaan kedua bakteri tersebut mengindikasikan bahwa material tersebut tercemar oleh material fekal (kotoran). Oleh karena bahan baku pupuk organik granul biasanya adalah kotoran hewan, maka kemungkinan pupuk organik granul yang diproduksi juga mengandung bakteri patogen tersebut. Jika kedua macam bakteri tersebut terdeteksi dalam jumlah yang banyak, kemungkinan besar material tersebut juga tercemar oleh jenis bakteri patogen lainnya.

Kandungan bakteri patogen dapat diminimalisir atau dibasmi dengan proses komposting aerobik yang terkendali. Dalam proses komposting aerobik akan terjadi efek pasteurisasi selama beberapa hari yang dapat mematikan bibit-bibit penyakit patogen.

Tabel Kriteria POG menurut Permentan No. 28/Permentan/SR.130/5/2009



Sumber : http://sriwahyono.blogspot.com

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More