Di samping itu, masalah lambatnya pengembangan pembenah tanah zeolit di bidang pertanian disebabkan kurangnya koordinasi antara pemerintah dan swasta dalam melakukan upaya tindak lanjut untuk mencapai sasaran yang dituju. Pada situasi dan kondisi seperti itu akhirnya zeolit sebagai “mineral masa depan multi guna” banyak diekspor. Penyebab masalah kesulitan pengembangan zeolit masa lalu tidak hanya harus diungkap, tetapi juga harus dicari solusi pemecahan masalahnya dengan mencari informasi langsung dari petani.
Pengembangan pembenah tanah zeolit di bidang pertanian selama ini banyak dilakukan swasta. Apa yang dilakukan swasta tersebut sangat baik jika ada informasi yang lengkap tentang dimana dan berapa luas (calon lokasi) lahan pertanian yang terdegradasi. Sebenarnya yang mempunyai informasi calon lokasi lahan pertanian yang terdegradasi adalah pemerintah. Keterlambatan pemerintah untuk merumuskan kebijakan tentang pengembangan pembenah tanah dijadikan alasan swasta untuk mempromosikan produknya langsung ke petani. Sebagai contoh, jenis
Langkah swasta tersebut perlu disambut dengan baik, namun harus dipastikan terlebih dahulu mutunya. Zeolit yang bermutu baik dipastikan sudah lolos uji mutu (LUM) dan lolos uji efektivitas (LUE) dan mendapatkan Nomor Registrasi dari Pusat Perijinan dan Investasi (PPI) di Departemen Pertanian. Jika zeolit sudah lolos LUM dan LUE maka pada saat dilakukan demonstrasi plot (demplot), petugas PPL mengawal pelaksanaannya dengan sungguh-sungguh agar teknik demplot dilakukan dengan baik dan benar.
Jika tidak dilakukan pengawalan maka petani menentukan keinginannya sendiri, misal takaran pupuknya dikurangi disebabkan kekeliruan informasi bahwa zeolit dapat menggantikan peranan pupuk. Fakta menunjukkan bahwa hasil demonstrasi plot pembenah tanah zeolit yang dilakukan pada lahan pertanian milik petani ada yang menaikkan dan ada juga yang menurunkan gabah kering panen (GKP). Aplikasi Zeolit menaikkan hasil GKP, hal ini disebabkan ada petani yang memberikan pupuk kandang sebanyak 5 ton/ha, sehingga produksi GKP dapat mencapai 8.5 ton/ha. Peningkatan produksi GKP tidak hanya dipengaruhi pemberian pupuk kandang saja, tetapi jika dikombinasikan dengan zeolit maka efisiensi serapan hara yang berasal dari pupuk kandang dan pupuk anorganik lebih tinggi lagi. Aplikasi zeolit menurunkan hasil GKP, hal ini disebabkan takaran zeolit yang diberikan masih rendah, dan takaran pupuk SP-36 dan KCL dikurangi atau sama sekali tidak diberikan karena kelangkaan pupuk atau harganya mahal, dan agen distributor zeolit tidak memberi subsidi pupuk anorganik karena alasan keterbatasan dana.
Pupuk organik dan zeolit yang diberikan secara bersamaan dengan dosis yang tepat dapat mempertahankan kelembaban tanah yang lebih lama, sehingga fluktuasi suhu di sekitar perakaran sangat kecil dan suhu tidak naik drastis (suhu tanah relatif stabil) setelah air diberikan ke tanah. Tanpa pemberian zeolit maka suhu tanah di sekitar perakaran meningkat drastis yang mengakibatkan kandungan C-organik cepat teoksidasi dan ketersediaannya di dalam tanah tidak dapat dipertahankan lebih lama lagi.
Aplikasi pembenah tanah zeolit sebaiknya tidak dilakukan pada tipologi lahan yang mempunyai kapasitas tukar kation (KTK) rendah (sekitar 5 cmol (+) kg-1) seperti pada jenis tanah regosol, podsolik merah kuning, letosol cokelat kemerahan.
Prospek penggunaan dan pengembangan pembenah tanah zeolit sangat baik, sebab kenyataanya sudah terjadi kerusakan tanah yang ditandai dengan fenomena levelling-off, dan hasil penelitian membuktikan bahwa pemberian zeolit berpengaruh terhadap peningkatan produksi tanaman.
Oleh karena itu, pemerintah secepatnya menyusun strategi ke depan tentang kebijakan revitalisasi pembenah tanah untuk memperbaiki lahan kritis, sehingga produktivitas lahan dan peningkatan kesejahteraan petani dipertahankan secara berkelanjutan, dan swasembada pangan dapat dicapai dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama.
M. Al - Jabri
Penulis adalah Peneliti Utama – Balai Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian
Dimuat dalam Tabloid Sinar Tani, 7 Januari 2009